📌Tandai typo, revisi setelah end.
VOTE-KOMEN-SHARE!"Rasanya berat untuk melanjutkan langkah ini. Tapi, nyatanya yang lebih berat lagi adalah menahan air mata ini agar tidak jatuh. Aku tidak ingin menyakiti kalian di sana,"
—Lergan Trianovashe
Taburan bunga menutupi dua tanah basah yang menggunung. Nisan yang tertancap bertuliskan nama Razan dan Leana menjadi bukti atas ketiadaan mereka. Angin pagi memeluk suasana dibersamai mentari yang sudah saatnya menyinari semesta, tapi nyatanya terbaluti awan. Proses pemakaman telah selesai. Orang-orang mulai melangkah meninggalkan makam Razan dan Leana yang berdampingan.Anna terberingsut memeluk nisan sang ayah, menumpahkan lagi rasa sedihnya yang terdalam. Walaupun dia tahu tak seharusnya terus menangisi di makam yang justru akan membuat Razan dan Leana sedih juga di alam sana. Gadis itu mengulang ingatannya, demi melihat kembali bayangan mama dan papanya sebelum dikuburkan.
"Ma ... Pa ...," ucapnya lirih.
Lergan. Dia sama sekali tak mengindahkan isakan tangis Anna. Wajahnya tanpa ekspresi meratapi dua kuburan di hadapannya. Hanya bisa duduk bertekuk lutut menyentuh tanah merah dengan mata yang memerah pula.
Di saat semua orang telah pergi, seorang laki-laki paruh baya kurus nan kulitnya berwarna sawo matang masih setia di samping mereka. Dia pun jongkok di sisi Lergan, mengusap-usap pundak yang luruh itu. Namanya Pak Dion. Dia yang menolong Leana dan Razan ke rumah sakit.
"Dek, ikhlaskan, ya! Sekarang, hanya doa dari kalianlah yang bisa mengalir kepada Mama dan Papa kalian."
Lergan tetap masih diam. Lain halnya dengan Anna yang mengangguk dan mengusap air matanya.
"Ingat, semua makhluk di dunia ini pasti akan kembali kepada-Nya. Hanya bagaimana dan waktunya saja tidak tahu. Sabar, ya, kita doakan saja semoga orang tua kalian diberikan tempat yang baik di sisi-Nya," lanjut Pak Dion dengan suaranya yang tenang.
"Aamiin," gumam Anna berusaha menerima semua ini.
"Kalian masih mau di sini atau pulang? Bapak akan tunggu dan antar kalian."
"Pulang aja, Pak," sahut Anna, suaranya lemah. Tangannya meraih bahu Lergan. "Gan ... pulang, yuk!" ajaknya.
Tanpa merespons Lergan bangun sendiri, masih dengan pandangannya yang fokus mengarah undakan tanah. Bahkan, matanya bertahan cukup lama tanpa berkedip. Anna dan Pak Dion ikut bangun, lalu dengan berat hati meninggalkan Razan dan Leana yang sudah berbeda alam.
Rasanya berat untuk melanjutkan langkah ini. Tapi, lebih berat lagi menahan air mata ini agar tidak jatuh. Aku tidak ingin menyakiti kalian di sana, batin Lergan.
🥀🦋🥀
Mobil dugul putih Pak Dion tiba di depan rumah Anna. Mereka dikejutkan dengan beberapa orang berjas rapi dan sisanya berseragam seperti aparat atau entah apalah itu. Mereka mengetuk-ngetuk pintu tak sabaran. Ada apa lagi ini? Siapa mereka?
Pak Dion turun lebih dulu, Anna dan Lergan pun mengikuti. Mereka menghadap kepada orang-orang tak dikenal tersebut. Dilihat dari wajahnya, mereka sangat serius walau tidak seseram wajah-wajah asing yang menangkap Lisa kemarin.
"Permisi, ada apa ini? Siapa kalian?" tanya Pak Dion.
"Saya sedang mencari Razan. Di mana dia? Saya ingin menemuinya!" Suara pria berjas hitam berkacamata itu begitu tegas lantang. Terdapat tahi lalat kecil di dagunya. Usianya seperti lebih tua dari Razan, mungkin seumuran dengan Pak Dion.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNAZEIN (TERBIT)
Novela Juvenil⚠️FOLLOW & SUPPORT AUTHOR! Part masih lengkap. Terjebak friend zone memang sakit, tapi di lain itu ada hal yang lebih menyakitkan bagi Anna dan Zein. Apa? Pengkhianatan yang dibalut kenyamanan, kesalahpahaman yang enggan diluruskan, penyesalan yang...