📌Tandai typo, revisi setelah end.
Seperti biasa, minta apresiasinya dengan cara VOTE/KOMEN/SHARE. Sebagai timbal balik reader kepada author yang telah susah-payah menyajikan cerita ini.
Jadi, mohon pengertiannya, ya!
Minimal VOTE!🥀
"Pilu terus memelukku, membiarkan sendu terukir di wajahku, dan kenyataan pahit terus menggerogoti jiwaku."
-Anna Srinavasha
🦋"Mulai besok, kamu sudah bisa sekolah di SMA Araspati. Papa sudah daftarin kamu kemarin." Hartanto duduk di sofa samping putra tunggalnya seraya menyesap kopi.
Zein menoleh kaget. "What?! SMA mana?" Ia menjeda video game-nya.
"Itu, loh, SMA yang di seberang restoran milik temen Papa hari itu."
Zein mendecak kesal. "Kok, Papa gak bilang-bilang, sih?! Dadakan gini? Kenapa gak satu sekolah sama Jojo? Biar ada temennya," protes Zein.
"Papa sengaja pisahin kamu sama Jojo biar gak ketularan bolos dan bikin onar terus. Dia gak punya kemauan, bahkan sudah kena SP 2, Zein! Papa gak mau masa depan kamu berantakan!" ucapnya dengan tegas.
Tak lama kemudian, orang yang dibicarakan pun datang dengan seenaknya menyesap kopi Hartanto. Hal itu membuatnya menghela napas kasar. Kelakuan remaja di depannya ini selalu saja tak ada sopan-sopannya. Rambutnya berantakan, tapi wajahnya selalu ceria dan berpakaian rapi. Ya, rapi hanya untuk kali ini.
"Kenapa, Om? Lagi ngomongin aku, ya, Om?" Jojo duduk menaruh sebelah kakinya ke atas sofa. "Ah, elah. Kalo satu sekolah pun sama si kunyuk ini, aku gak bakal nularin, kok. Tenang aja. Palingan cuma ngajak-ngajak aja. " Dia menaik-turunkan dua alisnya pada Zein.
"Ngajak apaan? Nyari kutil kebo?" celetuk Zein.
"Kutil kebo, pala lu peang! Nih, kutil gue aja, nih!"
"Dih! Amit-amit!"
"Eh, Om. Asal Om tau aja, kalaupun aku di-DO dari sekolah. Aku bakal login nyamperin Zein. Selama ada duit, pasti bisa!" cerocosnya bersedekap dada. Memang angkuh si Jojo ini.
"Cih! Penyalahgunaan kekuasaan! Gak etik!" sindir Zein.
"Ssst! Cukup!" sela Hartanto, dia pun menatap Zein dengan serius. "Zein, Papa sangat bersyukur akhirnya kamu sama Mama mau tinggal sama Papa di sini. Lalu, apa kamu udah ngasih tau Anna soal ini?"
"Gak perlu, Pa," jawab Zein dengan nada dingin.
"Alah, gak perlu, gak perlu," ledek Jojo.
"Diem lo kembarannya Adudu!" sungut Zein hampir saja melempar ponselnya.
"Gila, sih, lo sensitif banget jadi laki. Idih, ngeri!" Jojo pun meninggalkan ayah dan anak itu dengan berlaga seolah-oleh ketakutan. "Weee ... ngeriii!"
Kalau saja tidak ada papanya di depannya ini, mungkin Zein akan melayangkan bogemannya pada Jojo. Sepupunya itu hanya bisa menaikkan darahnya saja. Entah kurang kerjaan atau memang hobinya begitu.
"Pa! Ngapain, sih, tampung dia di rumah ini? Nyebelin banget, tuh, anak satu!" protes Zein mengibas rambut dengan kasar. Wajahnya tampak frustrasi.
Hartanto malah terkekeh kecil. "Kamu ini lupa, ya? Rumah ini kan milik Papa dan Om Nandes. Lagipula, Om Nandes dan Tante Widi selama 5 bulan ini tinggal sementara di Kanada ngurusin bisnis baru dan ngisi seminar-seminar di sana. Masa Papa ngebiarin Jojo sendirian? Kan gak mungkin, dong. Papa gak sejahat itu, Zein," katanya.
"Terserah, deh!"
"Okelah. Intinya, persiapkan dirimu untuk besok." Hartanto menepuk pundak Zein. "Papa ke teras, ya!" Dia langsung pergi membawa buku tebal yang sebelumnya tergeletak di meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNAZEIN (TERBIT)
Ficção Adolescente⚠️FOLLOW & SUPPORT AUTHOR! Part masih lengkap. Terjebak friend zone memang sakit, tapi di lain itu ada hal yang lebih menyakitkan bagi Anna dan Zein. Apa? Pengkhianatan yang dibalut kenyamanan, kesalahpahaman yang enggan diluruskan, penyesalan yang...