07 • Sandaran di Kala Sendirian

70 26 0
                                    

📌Tandai typo, revisi setelah end.
VOTE-KOMEN-SHARE itu gratis tis tis! :)
Minimal vote!
Sebagai timbal balik reader kepada author yang banyak kesulitan menuangkan cerita ini.

🦋
"Di saat aku sendirian, dia rela menjadi sandaran."
-Anna Srinavasha

"Ampuni dia atas tindakan khilafnya. Kuharap Engkau selalu menguatkan hatinya ketika dia dihadapkan dengan suatu permasalahan."
-Vhaisa Nurussyifa Wicaksana
🦋

"Ayash, kamu itu payah, masa gak bisa kejar aku," ucap seorang gadis mengenakan hijab pashimina biru langit dan setelan kaus panjang juga celana yang senada. Dia terus berlari di tepi jalan.

"Bukan begitu, Nona Vhaisa! Tunggu! Aku diperintah untuk menjagamu, bukan untuk main kejar-kejaran seperti ini!" balas perempuan dewasa berteriak padanya. Tampilannya formal dan tegas, karena dia seorang bodyguard. Rambut panjangnya diikat rapi dipadu dengan topi hitam di kepalanya.

"Ini bukan main-main, Ayash. Aku cuma lagi lari pagi!" Vhaisa tersenyum ceria, tungkainya kian menjauh.

"Tapi pelan-pelan, Nona. Nona baru saja keluar dari rumah sakit!"

"Justru ini biar sehat!"

"Nona! Mobil kita sudah tertinggal jauh di belakang!" Ayash terus mengejejarnya, dan dia berhasil mencekal tangan Vhaisa. Mereka pun berhenti.

"Aku gak peduli, Ayash! Ini kesempatan!" sanggah gadis itu, melepas cekalan tangan Ayash yang lumayan kuat.

Tapi, Ayash menahan tangannya. "Tunggu, Nona!" Dia menunjuk ke belakang agar Vhaisa bisa melihat apa yang dimaksudnya. "Lihat, mobil kita bahkan hampir tidak terlihat dari sini. Kita sudah berada di jembatan, ini terlalu jauh. Putar balik saja, yuk!" ajaknya setenang mungkin.

Gadis itu mencondongkan bibir bawahnya, menunduk karena tak tega melihat wajah Ayash yang kurang tidur. "Maaf telah merepotkanmu." Dia mengembuskan napas, pasrah.

"Tidak masalah. Lebih baik kita pulang sekarang, ya. Aku mohon, Nona, ini demi kesehatan Nona juga. Aku mengkhawatirkan itu." Ayash pun merangkulnya, dan kembali menuju mobil dengan langkah santai.

Mata Vhaisa menelisik alam yang indah dipandangnya. Sungai deras yang mengalir di bawah jembatan, dan langit biru yang terlukis jernih tanpa awan. Lalu-lalang kendaraan tidak begitu bising dan ramai. Angin menerpa, menggoyangkan pepohonan yang menambah kesejukkan hatinya.

Allah, kalaupun aku tidak bisa sembuh, aku hanya ingin terus mensyukuri setiap hal kecil yang Kau beri padaku, ucap Vhaisa dalam hati. Dia tersenyum hangat pada semesta.

Kemudian, dia menoleh ke arah lain. Tiba-tiba senyumannya sirna. Netranya menyorot pada sosok gadis berpakaian serba putih dengan rambut terurai menari-nari karena angin, sosok itu menaiki pagar besi jembatan di jauh sana.

"Ayash, aku harus mencegahnya!" Vhaisa langsung berlari cepat ke arah sosok itu.

"Nona, tunggu!" Ayash panik, mennyusulnya.

"Jangan! Jangan melakukan itu! Jangan!" gumam Vhaisa tak tenang. Gadis itu seakan benar-benar takut kehilangan. Dia kesal pada dirinya sendiri lantaran tidak mampu berlari lebih cepat.

Anna memejamkan mata, merasakan setiap embusan angin yang entah itu mendukungnya atau memberontak melakukan hal tersebut. Tubuhnya sudah berada di tepi luar pagar jembatan. Langkah ini menjadi pilihannya untuk melenyapkan diri. Gadis itu merasa tak ada gunanya lagi untuk hidup. Dia sudah tak memiliki apa-apa lagi selain raganya yang selalu didekapnya. Kini, hanya tinggal menjatuhkan tubuh kecil itu ke derasnya sungai yang mengalir.

ANNAZEIN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang