18 • Cemburu dan Secercah Rahasia

49 16 0
                                    

📌Tandai typo, revisi setelah end.
VOTE VOTE VOTE!⭐

"Kalau kamu aja bisa cemburu, kenapa aku enggak? Justru aku lebih percaya dia yang asing tapi tulus ketimbang saudaraku sendiri yang memprioritaskan laki-lakinya!"
-Vhaisa Nurussyifa Wicaksana

"Oke, Melitha, Aidhen, kalian geser lebih merapat. Pegang pialanya lebih ke atas, tegak lurus, lalu tatap pialanya dan jangan lupa tahan senyum memikat selebar-lebarnya. Satu, dua, tiga!" kata fotografer yabg disebut Kak Rama, namanya tertera di wearpack hitam yang dipakainya. Dia mengintruksikan bagaimana Aidhen dan Melitha harus berpose. Aidhen mengenakan kostum pramuka lengkap yang tertera prestasi peraih garuda, lalu Melitha berseragam kebanggaan ciri khas sekolah termasuk jasnya.

Pancaran cahaya kamera mengedip di Ruang Studio ArasKreatif. Ada beberapa rekan tim kreatif yang terlibat dan mereka mengerjakan jobdesk masing-masing di setiap divisinya.

"Sekali lagi. Sekarang, coba Melitha pakai beberapa medali emasnya, lalu piala itu Aidhen yang pegang." Kak Rama mencontohkan dan memperbaiki pose mereka, lalu mulai menjepretkan kameranya. "Oke, sip! Satu, dua, tiga!"

Lagi-lagi cahaya kamera menyilaukan Aidhen dan Melitha, tapi itu tidak lebih dari lampu-lampu terang yang berada di dekat mereka. Anna, Rean, Zein, dan Oliv menunggu bergiliran. Anna dan Rean kini menggunakan seragam batik lengkap, sedangkan Zein dan Oliv mengenakan kaus olahraga sekolah dan sambil memegang bola basket dan raket badminton.

Anna yang sedang duduk dan wajahnya sudah diberi polesan make up oleh penata rias, sesekali melihat ke arah Oliv yang berdiri berdampingan dengan Zein, kecantikan gadis itu perlu Anna akui, ditambah lagi dia memakai bandu karet krim yang sudah menjadi ciri khasnya. Sorot matanya tak lepas pula dari penampilan Zein yang begitu macho, ditambah lagi alis tebal, hidung mancung, dan tatapan matanya yang tajam seperti elang.

"Mereka perfect couple banget, ya, Re?"

Rean yang duduk di sampingnya menatapnya. Dia pun melihat arah pandang Anna ke mana. Oliv dan Zein yang sedang tertawa entah membicarakan apa.

"Mungkin," jawab Rean tak peduli dengan bagaimana kedekatan Oliv dan Zein.

Sebuah tangan menutupi pandangan Anna sehingga gelaplah yang bisa dia lihat sekarang. Dia terhenyak. Ah, iya, Anna lupa bahwa di sebelahnya juga ada Vhaisa.

"Jangan diliatin terus! Rawan penyakit!" ucap Vhaisa tegas, tak lama kemudian dia menepiskan tangannya dari hadapan Anna.

Vhaisa. Sesuai komitmen pada dirinya sendiri, dia benar-benar melakukannya. Dia sampai memohon-mohon kepada wali kelasnya agar diperbolehkan ikut dispensasi pemotretan dengan alasan dia dibutuhkan dalam sesi pemotretan itu, padahal tujuan tersembunyinya memantau Anna. Vhaisa takut Anna bersikap di luar kendali atau pun jatuh sakit lagi, dan dia merasa harus berada di dekatnya.

Selanjutnya, giliran Oliv dan Zein yang difoto. Kak Rama mengintruksikan posenya lagi. Dia memuji kecocokan dan kekompakan keduanya yang menjadi pasangan pemotretan kali ini.

"Zein, Oliv, coba kalian saling membelakangi dan punggungnya harus saling menempel. Pegang bola basket dan raketnya masing-masing seperti ini." Kak Rama membenarkan pose mereka. "Matanya saling melirik, tarik senyuman. Tahan, satu, dua, tiga!" Kak Rama berhasil mendapatkan fotonya dengan baik, hasilnya mendapat pujian dari beberapa rekannya.

Dari sudut mata, Oliv sepertinya memang sengaja memancingnya. Dia berlaga menunjukkan kedekatannya dengan Zein. Anna pun tersenyum getir.

Sebelum lo pun, lebih dulu gue, batinnya.

ANNAZEIN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang