22 • Biarkan Berhenti Berdetak

38 13 0
                                    

📌Tandai typo, revisi setelah end.
VOTE-KOMEN-SHARE sebagai support kepada author:)
Mari bertimbal balik^^

🥀🦋🥀

"Perih belum juga pulih, lelah masih terus singgah, luka malah makin terbuka, dan dada selalu mendapatkan rasa sakitnya."

🦋🥀🦋

Tangis Anna tumpah dalam hitungan detik. Komik yang dilihatnya memutar memori indah sebelum rusak datang. Lembar demi lembar, coretan cakap itu dijelaskan persis seperti kenyataannya dalam bentuk visual. Rasa rindu Anna terhadap adik kesayangannya menyeruak dalam dada, begitu juga pada Lisa. Dia berpisah dengan orang-orang berharganya secara tragis.

Begitu melihat masa lalu bersama Zein yang terkenang di dalamnya, Anna hanya bisa mengingat bahwa dulu mereka pernah bersama untuk ke sekian tahun lamanya. Jari-jemari kurusnya mengusap setiap guratan tinta yang mengisahkan dirinya dengan laki-laki yang sekarang justru terasa asing.

Anna membawa komik itu ke dalam dekapan. Gadis itu masih duduk di pembaringan UKS. Rean pergi untuk mengambil baju olahraga Anna di loker sebagai ganti seragam kotor yang dipakainya sekarang akibat ulah murid-murid yang menjadikan Anna sebagai bahan bully-an.

"Kak Lisa, Egan ...., kalian di mana? Aku kangen ....," ucapnya bermonolog.

Rean kembali membawakan baju olahraga Anna. Dia meminta agar Anna segera mengganti seragamnya yang kotor itu. Dia juga meminta bantuan kepada dua orang siswi anggota PMR untuk mengantar Anna ke toilet yang ada di dalam UKS untuk mengganti pakaian.

Tak butuh waktu lama, Anna keluar. Gadis itu mengajak Rean ke lorong perpustakaan yang sepi, dia ingin berbicara sesuatu padanya dengan nyaman di sana sebelum mata pelajaran pertama dimulai. Keduanya duduk di kursi tepi.

"Rean ...," panggil Anna tanpa melihat ke arahnya. Fokusnya tertuju pada komik yang dipegangnya, diusap-usap membersihkan sedikit noda di bagian tepinya.

"Hm?" Rean menaikkan sebelah alisnya.

"Lo dapat komik ini dari mana? Kok, lo tau Lergan? Apa Vhaisa juga cerita tentang itu?" tanyanya menoleh manatap mata teduh itu.

"Ya, Vhaisa cerita sedikit tentang itu," balas Rean diiringi anggukkan kecil. Pandangannya beralih menatap lantai. "Sebenarnya ...."

Anna menanti kalimat selanjutnya, tapi Rean malah terdiam lama.

"Sebenarnya apa, Rean? Tolong katakan!" Anna mulai terpancing oleh Rean yang menggantung ucapannya, apalagi itu menyangkut adiknya.

Rean menatap Anna kembali. "Sebenarnya gue udah ketemu sama Lergan. Dia juga cerita banyak tentang lo."

Anna terkejut. "Apa?! Lo ketemu Lergan di mana? Tolong kasih tau gue di mana dia sekarang?! Gue mau ketemu!" Anna menggoyangkan tubuh Rean tak sabaran.

Laki-laki itu menahan pergerakkan Anna. "Cukup! Tenang, ya! Dengerin gue dulu!" pintanya.

Anna pun menurut dengan napasnya yang tak teratur. Rean bersusah payah menarik napas. Mau tak mau dia harus mengatakan yang sebenarnya.

"Lergan udah meninggal, Na."

"APA?!" Saat itu juga ada kesusahan untuk bernapas.

Dengan berat hati Rean mengangguk. "Ya. Gue menemukan Lergan dan Pak Dion di jalan menuju desa tempat gue tinggal di malam hari. Mereka meninggal di tempat." Rean pun merogoh sesuatu di kantung celananya.

Tatapan Anna kosong seketika, gadis itu terhenyak lama. Seakan-akan jantungnya berhenti berdetak saat itu juga. Tak percaya dengan ucapan Rean barusan, hatinya bagai dilempari batu sekeras-kerasnya. Pipi kurusnya terus dibasahi air mata untuk ke sekian kalinya. Anna terus menggeleng membantah kabar itu.

ANNAZEIN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang