13 • Saingan?

62 21 0
                                    

📌Tandai typo, revisi setelah end.
Langsung VOTE aja. Lagi pengen nangis.

"Saking dalamnya patah hati ini, aku melakukan hal yang kubenci, yaitu meninggikan suaraku di depannya."
—Zein Revalgarn Lesmana

Suara cempreng Ruby tanpa henti berselancar di telinga Oliv, Thania dan Salsa. Seperti tak ada jeda dalam bicaranya. Mereka sedang menuruni tangga. Gadis berambut panjang keriting lucu itu tak memberi kesempatan ketiga sahabatnya untuk bicara. Tangannya memegang gagang permen lolipop—dia pecinta lolipop. Dia terus membicarakan salah satu anggota ekskul badminton yang terkenal dengan tampang dan posturnya tinggi yang baru kembali masuk sekolah setelah mengikuti pertandingan sengit di Kalimantan Barat. Ruby juga memuji cara bermainnya yang keren.

"Kalian, tuh, harusnya ngefans juga. Rean itu perfect boy, paket komplit. Udah, mah, baik dan ganteng. Terus, murah senyum dan lemah lembut. Dia juga pinter. Pokoknya gak bisa diungkapin pake kata-kata, deh. Ih, dia tuh multitalent, serba bisa. Akademik dan non-akademik, semua dia bisa—"

"Ih, Ruby!" sewot Thania langsung membekap mulutnya. "Bisa, gak, sih mulut lo gak kayak kaleng rombeng?! Capek dengernya, tau! Rean mulu yang di bahas, gak level!" lanjutnya geram.

"Heh, gue tuh heran sama lo, By." Salsa ikut campur sambil mengunyah keripik kentang camilannya, tangan kanan dan kirinya penuh dengan snack. "Mata lo itu sakit apa minus apa gimana? Mandang orang miskin kayak Rean sampe segitunya." Mulutnya penuh dengan makanan. "Inget, dia itu dari keluarga gak jelas, nyokap dan bokapnya gak jelas siapa. You know?!"

Oliv yang bersedekap dada mengembuskan napas kasar, jengah melihat kelakuan Salsa. "Makan yang bener, Sa. Telen dulu, baru ngomong!" tegurnya.

"Iya, Liv, maaf," respons Salsa cengengesan.

Oliv mendeham. Ruby pun melepas dengan kasar bekapan dari Thania, si cantik paling glamourius di antara mereka.

"Thania, ih! Nyebelin tau!" sungut Ruby.

"Lagian, sih, lo cerewet banget jadi orang. Dari tadi Oliv mau ngomong, tapi lo gak peka-peka!" sinis Thania padanya.

"Iya, sih! Dasar kaleng rombeng!" tambah Salsa. Lalu, dia meraup keripiknya dan mengunyah dengan suara renyah.

Kriuk kriuk kriuk.

Ruby manyun. "Sorry. Lagian, lo kenapa gak potong aja omongan gue?" katanya menatap Oliv. Dia pun mengemut lolipopnya.

"Buat apa omongan dipotong? Bukankah lebih baik membiarkan siswi paling istimewa kayak lo berbicara?" balas Oliv tersenyum padanya.

Thania, Salsa, dan Ruby tau kalau kalimatnya itu bermaksud menyindir.

"Tuh, denger!" ketus Salsa. Satu bungkus keripik kentangnya habis, dia membuang bungkus pelastiknya ke tong sampah ttak jauh dari mereka.

"Bener, tuh! Meskipun topik lo itu gak menarik, tapi tetep didengerin!" sambung Thania bersedekap dada menatapnya sinis.

Lagi-lagi Ruby cemberut. Gadis berambut keriting cantik itu meminta maaf pada Oliv dan memberinya permen. Tapi, Oliv menolak, lalu merangkul dan memaafkannya. Mereka pun sudah melewati undakan anak tangga, tujuannya ke kantin.

"Jadi, lo mau ngomong apa, my best girl?" tanya Ruby menggandeng tangan Oliv.

Oliv tersenyum mendengar panggilan itu. Tangannya mencubit pipi Ruby dengan gemas. "Ih, lucu banget manggil gue gitu," katanya. Ruby pun nyengir.

"Lo mau cerita apa, Liv?" tanya Thania sembari telunjuknya memainkan rambut cokelat bergelombangnya, dia penasaran.

Ekspresi Oliv mulai serius. Salsa semakin mendekat di samping kiri Ruby yang masih melingkarkan tangannya di lengan Oliv.

ANNAZEIN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang