16 • Dia Si Buah Kendondong

52 20 6
                                    

📌Tandai typo, revisi setelah end.

"Dasar, buah kedondong! Luar mulus, hati semrawut!"
Anna Srinavasha

Pak Tamrin mengawasi, memperhatikan kinerja setiap kelompok. Sebagai guru seni, kali ini beliau menugaskan kepada masing-masing kelompok yang terdiri atas 5 orang membuat make up karakter yang tiap kelompoknya menentukan temanya sendiri. Anna satu kelompok dengan Caca si pipi balon, Afgan, Fajril, dan Hito yang menjadi talent-nya dengan tema Chucky. Semuanya duduk berkelompok.

Anna mengolesi wajah Hito yang sawo matang agak berjerawat itu dengan cairan bening terlebih dahulu. Tugas gadis itu meriasi wajah Hito semirip mungkin dengan tokoh Chucky asli dan dibantu oleh Caca. Laki-laki itu sudah mengganti pakaiannya mirip seperti boneka Chucky. Tapi, ada yang lucu darinya. Anna terus menahan tawa tiap kali meratakan olesan concealer-nya.

"Parah lo, Na, ngetawain gua!" sewot Hito.

Anna pun melepaskan tawa renyahnya. "Maaf, gue gak tahan liat lo pake baju ketat begitu. Kayak beti," katanya ketika tahu kaus belang dan baju kodok alias jumpsuit yang dipakainya khusus wanita. Sedangkan postur tubuh Hito itu tinggi dan besar, tapi bisa-bisanya kostum itu muat di badannya, meski terlihat jelas kekecilan.

Tawa Anna itu terdengar oleh Zein yang sedang didandani seperti Joker. Laki-laki itu menoleh ke arahnya, tapi Oliv berpindah tempat menghalangi pandangannya.

"Yee ... kepaksa, demi hemat dana. Gua pinjem ke adek gua yang masih SD kelas 6," balas Hito dengan wajah pasrah.

Fajril pun menimpali, "Tapi makasih banget loh, To, lu udah mau jadi talent-nya di tugas ini."

"Bukan mau gua, waks! Lu semua yang ngorbanin gua! Kalian pikir gua ini kambing? Gedek banget!" sinis Hito sambil menunjuk Fajril yang sedang merekam video, mengarahkan kamera ponsel ke wajahnya.

"Kan cuman lo doang yang cocok, To, dan cuman lo doang yang bisa pake baju adek lo. Masa harus gue sama Fajril, yang bener aje?" celetuk Afgan yang ada di dekat Hito.

Tak butuh waktu 2 detik, Hito menampol wajah Afgan dan berhasil membuatnya kesakitan.

"Edan!" dengusnya.

"Oke, oke, gua ngalah demi nilai! Demi kalian! Gapapa gua nahan malu, sumpah gapapa!" Hito pasrah dan tersenyum paksa, dia susah sekali untuk diam.

"Ih, Hito! Diem! Jadi kecoret, nih!" sewot Caca yang sedang membuat sketsa titik tumpu coretan lukanya. Dia pun menghapus kesalahannya itu dengan tisu.

"Iya, To, diem! Lo itu ganteng banget, udah gitu lucu lagi," sambung Anna.

"Ah, elo, Na. Giliran lagi gini aja lo muji-muji gua, basi!" Hito merajuk, menatapnya sinis.

Anna makin tertawa, begitu juga Caca, Fajril, dan Afgan. Mereka dibuat terhibur oleh Hito, meskipun lelaki itu sedang tertekan untuk saat ini. Tak lama kemudian Hito terus menjerit heboh ketakutan karena akan dipakaikan softlens. Mereka tertawa. Afgan mencengkeram tangannya agar diam, selain itu dia membuat darah buatan dari pewarna makanan yang dicampur kecap dan membuat luka bohongan juga lainnya. Sedangkan Fajril, dia menndokumentasikan kegiatan dan dia juga yang mengedit hasilnya.

Dua siswi yang sekelompok dengan Oliv datang menghampiri meja kelompok Anna. Keduanya datang sambil bersedekap dada. Oliv dan teman laki-lakinya yang lain sedang merapikan kostum dan rambut Zein. Oliv melihat kedua temennya itu mendatangi Anna dan kelompoknya.

"Yakin bakal mirip Chucky dengan peralatan yang sedikit itu?" katanya meremehkan.

"Udah gitu murahan lagi alat make up-nya. Gue yakin, sih, kelompok ini paling jelek," tambahnya angkuh.

"Lah, gak jelas banget! Lu berdua ke sini cuma mau ngomong gitu doang?" ketus Hito.

"Kayak kelompok gue, dong, serba ada. Kelompok bermodal! Pasti kelompok kita yang paling keren, apalagi talent-nya Zein, pasti paling dilirik banyak orang," kata salah satu dari mereka.

"Gak masalah kita gak bermodal, yang penting bermoral!" ucap Anna dengan tegas.

"Bener banget!" Oliv tiba-tiba datang. Dia merangkul kedua temannya itu. "Dengerin gue! Kalian berdua gak boleh sombong, meskipun kenyataannya begitu. Emang mau, dicap jelek sama kelompok lain? Mending kita lanjut kerjain tugas masing-masing, biarin Anna dan teman-teman pinternya ini berkarya seadanya," lanjut gadis itu dengan lembut seperti sedang menasihati, tapi membubuhi sindiran halus di dalamnya.

Oliv pun berpindah dan mendekati Anna sembari melukis senyum ada maksud. Lalu, menunjukkan robekan kertas ke arah bawah, sengaja agar tak ketahuan siswa lain. Anna membaca tulisan di kertas itu.

LO UDAH REBUT VHAISA DAN PERHATIAN SEKOLAH INI.
MAKA GUE AKAN REBUT ZEIN DAN SEGALANYA YANG UDAH LO AMBIL DARI GUE!
ANNA MANIS, GUE BAKAL BONGKAR KEBUSUKAN LO!
JALANG!
LO LAGI HAMIL ANAK SIAPA SEKARANG? UDAH BERAPA ANAK?

Anna mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia langsung naik darah membaca tulisan ancaman itu. Tanpa terkendali dia mendorong Oliv hingga terjatuh membentur meja. Anna merasa tak terima dikata-katai buruk seperti itu. Semua itu fitnah! Anna bukan wanita murahan seperti itu.

"AAAKH!" jerit Oliv. Semua mata tertuju padanya. Dalam posisi menunduk terhalang kaki meja dan kursi, cepat-cepat Oliv menyembunyikan kertas itu ke saku seragam. Lalu, dia mengambil benda kecil dari sakunya dan meneteskan cairan merah agak kental ke hidung. Mirip sekali dengan darah aslinya.

"OLIV!"

Zein segera menghampiri dan membantunya bangun. Lelaki itu terkejut melihat banyak darah di hidungnya. Seluruh murid dibuat kaget serius menyaksikan pemandangan itu. Mereka semua tak percaya dengan kelakuan Anna barusan.

"ANNA! APA YANG KAMU LAKUKAN?!" sentak Pak Tamrin seketika membantu bangun Oliv yang penuh darah.

Kedua teman Oliv tak terima, teman yang selama ini dikenal paling eligible dan model sekolah itu perlakukan kasar olehnya. Mereka menyerang Anna secara brutal.

"Maksud lo apa?!"

"Lo udah bikin Oliv celaka!"

Mereka saling jambak rambut dan memberikan cakaran kepada Anna. Hito, Caca, Afgan, dan Fajril membalas serangan mereka, dan yang lain pun ikut saling membela Oliv atau pun kelompok Anna. Kelas XI-MIPA-2 jadi rusuh serusuh-rusuhnya. Pak Tamrin sampai kewalahan. Semuanya saling lempar air dan cairan make up. Kelas pun jadi berantakan.

Di tengah-tengah itu, Zein membawa Oliv keluar kelas. Dia mengobati Oliv di sana, di kursi tepi.

"Lo gapapa, kan? Ada yang sakit lagi, gak?" tanya Zein panik.

Zein melihat telapak tangan Oliv bagian bawah yang berbatasan dengan pergelangan menciptakan warna darah membiru pekat. "Ya ampun, Liv. Tangan lo sampe begini!" katanya khawatir.

Oliv pun langsung menariknya dan menyembunyikannya.

Bodoh banget! Ini, kan bekas percobaan make up tadi. Tapi, kayaknya Zein emang gak sadar hal ini tadi. Iyain aja, deh, monolog Oliv dalam hati.

"I-iya. Tapi, gapapa, kok." Tangannya bergerak mengelap kembali bekas daeah di hidungnya dengan tisu. "Zein, kita harus hentiin mereka!" Oliv kembali ke kelas, Zein pun menyusulnya.

Suara keributan itu menjadi-jadi. Tak ada cara lain lagi bagi Pak Tamrin, dia pun menabok satu per satu siswa-siswi yang terlibat.

"Cukup! Saya ingin kelas ini tertib seperti semula! Tolong patuhi kata saya!" sentak Pak Tamrin, amarahnya benar menyulut.

Pak Tamrin menunjuk Anna. "Dan untuk kamu, Anna, hari ini saya maafkan kamu dan bebas sanksi karena skor kamu yang tinggi itu. Sekarang, kamu minta maaf pada Oliv!" titahnya.

Mau tak mau Anna menurut agar tidak ada masalah lagi. Dia mengulurkan tangan dengan malas. Oliv menerimanya dengan gemetaran, seolah-olah memang dia yang benar-benar dilukai.

Dasar, buah kedondong! Luar mulus, hati semrawut!

[To be continue]
🦋🥀🦋

A/N:
Buitenzorg, 31 Mei '24 |©️tukangcerita_wrd

ANNAZEIN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang