📌Tandai typo, revisi setelah end.
Langsung aja VOTE!^^⭐"Saat itu juga, aku benci diriku sendiri."
—Anna SrinavashaSebuah testpack yang masih terbungkus Anna tatap begitu lama dengan posisi berbaring di kasur menghadap ke tembok. Vhaisa yang memberikan itu di toilet sekolah setelah selesai pemotretan. Dia sengaja menyuruh Ayash untuk membelikannya benda itu dengan dalih untuk tugas pembuatan film pendek, dan saat itu juga Ayash menyerahkan benda itu padanya di gerbang sekolah.
Anna tak langsung mencobanya di toilet sekolah, karena dia belum siap melihat hasilnya. Meskipun kemungkinan besar dugaannya selama ini benar. Pikirannya terpecah-pecah. Apa yang harus dirinya lakukan setelah ini? Orang-orang pasti akan mengucilkan, mengejek bahkan membencinya. Bagaimana kalau hasilnya positif? Siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini? Lalu, bagaimana nasib dirinya bersama janin yang sedang dikandungnya nanti?
"Jangan! Jangan!" ucapnya refleks dengan suara cukup tinggi.
"Anna? Kamu belum tidur?" Suara Jesi mengejutkannya. Dia terbangun lantaran suara Anna mengusik kenyamanannya.
Anna sontak menyembunyikan testpack-nya ke dalam selimut, lalu menoleh. "Ng-nggak, a-aku kayaknya mimpi buruk." Dia pun melepas selimut dan bangkit dari posisinya. "Aku mau BAB, ya," lanjut Anna kikuk menuju kamar mandi yang tak jauh dari kamarnya sambil menyembunyikan testpack itu di balik pakaiannya.
Jesi pun memejamkan mata kembali, tapi usahanya tak berhasil. Dia jadi sulit untuk tidur lagi. Segala posisi dan cara tidak membuatnya terlelap. Lama-kelamaan Jessi ingin buang air kecil.
"Duuh, malah pengen pipis segala. Males banget ke kamar mandinya," ucap Jessi mendecak berjalan gontai.
Setibanya di tempat yang ditujuinya, Jessi jadi kepikiran Anna yang belum kembali. Dari beberapa kamar mandi yang ada, Jessi menebak-nebak kamar mandi yang terdengar percikan air itu Anna di dalamnya.
"Ah, di sini aja, deh, sebelah si Anna. Biar gak terlalu serem." Jessi memilih kamar mandi yang kosong, dan tepat di sampingnya diisi oleh Anna.
Anna pun keluar. Kehadiran Jessi di sisinya membuatnya terlonjak. "Astagfirullah, Jessi!" ucapnya. Benda penentu positif-negatif kehamilan itu terjatuh. Cepat-cepat Anna memungutnya, menyembunyikannya di balik baju.
"Eh, apaan itu?" Jessi mengerutkan dahi.
Anna menggeleng berusaha menyembunyikan kepanikannya. "Bukan apa-apa. Ka-kamu ngapain ke sini, Jessi?" tanyanya mengalihkan.
"Mau pipis, lah, masa mau jajan!" jawabnya melengking. "Kukira kamu masih lama di dalam, aku baru mau masuk. Tungguin aku, ya, Na, please!" mohonnya.
"Kamu harus berani, Jes. Aku duluan!"
Anna tak menghiraukannya lagi. Dia secepatnya kembali ke tempat tidurnya, berbaring menenggelamkan diri pada selimut. Mata yang membendung air mata, menatap lelah pada tampilan testpack yang menyatakan hasil positif.
Lama-lama gadis itu menangis. Dia menindihi benda itu dengan bantal. Menahan sesak dan menangis dalam diam. Tubuhnya bergetar hebat.
Ya Allah, aku harus gimana sekarang? Kenapa Kau menitipkan ruh kecil di dalam perutku? Kenapa Kau menghantamku dengan cara seperti ini? Bukan ini yang kumau, Ya Tuhanku. Aku benci orang yang melakukan itu padaku! Aku benci diriku sendiri! Aku capek, capek! batin Anna seraya memukuli kepalanya sendiri. Bahkan, dia takut menghadapi hari esok hingga beberpa hari ke depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNAZEIN (TERBIT)
Fiksi Remaja⚠️FOLLOW & SUPPORT AUTHOR! Part masih lengkap. Terjebak friend zone memang sakit, tapi di lain itu ada hal yang lebih menyakitkan bagi Anna dan Zein. Apa? Pengkhianatan yang dibalut kenyamanan, kesalahpahaman yang enggan diluruskan, penyesalan yang...