05 • Setelah Ini Apa Lagi?

92 44 2
                                    

📌Tandai typo, revisi setelah end.
VOTE-KOMEN-SHARE!

"Kisah ini sudah terjalin sekian tahun lamanya. Tapi, apakah dia tega memilih alur yang berantakan seperti ini?"
Zein Revalgarn Lesmana

Waktu telah membawa mereka ke penghujung hari yang mulai tenggelam. Pak Dion begitu sabar menghadapi Anna yang keras kepala ingin bertemu dengan Zein. Gadis itu jiga sempat kumat lagi traumanya sehingga menghebohkan para pembeli di rumah makan. Anna pingsan cukup lama. Lergan semakin dibuat tak enak hati karena menambah repot Pak Dion. Namun, Pak Dion sangat memaklumi kondisi mereka.

Sebenarnya bukan berarti Pak Dion tak peduli pada mereka, hanya saja keterbatasan ekonomi dan keluarganya yang cukup banyak sehingga tak bisa menampung kakak beradik itu. Dengan terpaksa dia membawa Anna dan Lergan ke panti asuhan agar hidup lebih aman dan terurus.

Mobil dugul yang dikendarai tiba-tiba berhenti, dan mesin kembali dihidupkan beberapa kali. Namun, mesin mobil tak kunjung hidup juga. Jalanan sudah mulai memasuki area pedesaan. Sayangnya, jalan yang dilewati sepi dan tak ada tempat bengkel di sekitar. Mereka pun turun.

"Astagfirullah. Ada-ada aja, nih, mobil tua!" Pak Dion membuang napas kasar, ketika melihat mesinnya yang bermasalah.

"Mesinnya kenapa, Pak?" tanya Lergan.

"Bapak juga gak tau. Mungkin ini karena mobil ini sudah tua, dan baru kali ini Bapak sulit benerinnya," jawab Pak Dion terus mencoba memperbaiki apa yang salah pada mesin itu.

Anna celingak-celinguk. Benar-benar tidak ada tempat bengkel ataupun orang yang bisa untuk diminta pertolongan. Kenudian, Pak Dion menyuruh Anna untuk memutar kunci dan menghidupkannya. Tetap saja tidak berhasil.

Akhirnya, Pak Dion mencoba mencari pertolongan, menelepon temannya yang bekerja sebagai montir. Harapannya pupus karena pulsa dan internet kuotanya habis.

Ya Tuhan, apalagi ini? Kenapa semesta tak berpihak pada kami? gerutu Lergan dalam hati. Ia mengisap rambutnya kasar. Sangat geram dengan keadaan.

"Mau bagaimana lagi, mau tak mau kita harus mendorong mobil ini sampai ke tempat bengkel di depan sana," kata Pak Dion menghela napas beras, lalu membenarkan kopiah yang dipakainya.

"Tempatnya jauh, gak, Pak?" tanya Anna lemah. Gadis itu benar-benar sudah lelah. Entah itu segi fisik maupun batin.

"Lumayan, sih. Kira-kira sekitar lima belas menitan. Maafin Bapak, ya, ternyata perjalanan ini tidaklah mulus." Pak Dion merasa bersalah. Dia juga tak tega melihat Anna dan Lergan. Betapa sakit hatinya jika hal ini terjadi pada anak-anaknya.

"Yaudah, gapapa, Pak. Aku sama Lergan dorong di belakang, dan Pak Dion di depan biar nanti kalau bisa nyala, Bapak langsung naik," saran Anna.

Pak Dion terkekeh kecil. "Baru aja Bapak mau bilang gitu. Keduluan, deh."

Tawa kecil itu menular pada mereka yang sudah siap di posisi belakang. Begitu juga Pak Dion yang sedia mendorong. Laki-laki baya itu memberi aba-aba. "Bismillah. Satu, dua, tiga!"

Perlahan mobil itu bergerak. Untungnya, jalanan datar dan lurus tidak menanjak. Jadi, cukup mudah untuk melajukannya. Beberapa menit telah berlalu. Anna dan Lergan mengusap peluh di pelipis. Lama-lama agak melelahkan dan menguras tenaga. Akhirnya, mereka berhenti sebentar. Cahaya alam kian menghilang dan langit memamerkan lukisan jingganya.

Anna merasakan sesuatu yang aneh. Aura jalan yang menjadi tempat pemberhentiannya kini mengundang rasa takut. Dia dan Lergan melirik sekitar. Pohon-pohon rindang tinggi yang dedaunannya menutupi langit memancarkan suara ngeri dari setiap goncangan angin. Ada pula tempat-tempat seperti ruko terbengkalai dan sisanya tutup.

ANNAZEIN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang