Feel free to ask for the typo(s)
Happy reading!✧✧✧
Jujur saja, Yibo tidak membutuhkan waktu sebanyak itu untuk berpikir. Sejak kata saya hamil terlontar dari labium Zhan, dia sudah mengantongi sebuah jawab. Yibo merasa dia adalah pria paling bahagia saat ini. Jantungnya bertalu cepat sebab antusias, perutnya juga terasa dihinggapi oleh ribuan kupu-kupu hingga membuatnya bingung melakukan apa selain meminta waktu.
Yibo ingin bersembunyi. Dia sedikit malu menunjukkan keantusiasannya di depan yang termuda secara gamblang.
Bentangan awan hampir tidak terlihat di sepanjang angkasa yang biru. Hanya ada mentari dengan sorot yang terik ketika bayangan Yibo tepat di bawah tubuh saat dia menginjak rooftop rumah sakit. Sengat panas menyentuh ubun-ubun Yibo, tapi dia abai. Kakinya sudah lebih dulu melayang di atas lantai, dia melompat seperti orang gila dengan teriakan yang melengking.
Bunyi nyaring mengudara saat sepatu pantofel Yibo menghentak bidang datar beberapa kali. Pertemuan antara dua benda itu menyalurkan kesenangan yang luar biasa pada pembuluh darah sepanjang tubuhnya. “Xiao Zhan, I love you!” Sekali lagi, Yibo berteriak. Mengabaikan tatap jika saja ada orang lain di atap itu. Namun, untungnya hanya presensi Yibo yang ada di sana, sehingga dia tidak perlu dikira gila oleh orang lain.
Setelah lelah dengan lompatannya, Yibo mendadak menumpukan lutut dengan kepala menengadah ke langit luas. Kelopaknya sedikit menyipit karena silau, bahkan pandangannya sedikit buram sebab ada sekumpulan air mata pada sudut. Manik Yibo berkaca-kaca saat membayangkan Xiao Zhan dengan perut yang besar menggemaskan. Air mata itu akhirnya luruh saat Yibo bersujud di bawah teriknya matahari.
“Dear God, aku tidak tahu apa jasa yang telah aku berikan pada kehidupan yang lalu hingga Kau mengaruniakan sebuah kehidupan di perut Xiao Zhan,” Yibo menghirup udara dengan rakus, mengisi rongga dadanya yang sesak akan bahagia. “Tapi, izinkan aku berjanji. Aku akan menjaganya seumur hidupku. Mengasihi, menyayangi, dan mencintainya dengan segenap jiwaku. Terima kasih atas takdirmu yang begitu indah.”
Kening Yibo mendarat di atas lantai yang kotor ketika dia bersujud tiga kali. Berulang mengucap terima kasih dengan linang air mata yang membasahi pipi. Dia tidak bisa membendung rasa itu, Yibo merasa bahwa dadanya akan meledak oleh kepakkan sayap kupu-kupu. “I love you, Xiao Zhan.” Dia mengulang, merapalkan pada udara dan membiarkan langit menjadi saksi.
Yibo mengusap sudut mata setelah tangisnya usai. Dia kembali menghirup udara dengan rakus selagi memantapkan diri untuk kembali ke bawah. Dalam perjalanan, senyum Yibo tidak juga surut. Bibirnya rekah seolah ada musim semi di sana. Wajah Yibo adalah gambaran bunga yang bermekaran dengan semerbak harum memabukkan. Berhasil mencuri pandang dari lalu lalang orang di sepanjang sudut rumah sakit.
Tapi, kemudian senyumnya hilang, digantikan oleh rasa khawatir luar biasa saat tidak mendapati eksistensi Xiao Zhan pada bed beberapa waktu lalu. Yibo kalang kabut, mencari kesana kemari untuk tidak mendapati yang termuda. Dia dengan panik bertanya pada perawat, “Pria yang ada di bed itu ke mana? Tidak masih lemah, tidak boleh keluar.”
Perawat yang mendengar mengerutkan dahi, menatap Yibo dan bed yang dimaksud bergantian. “Atas nama siapa, Bapak?” Pada akhirnya, tanya itu terurai, dan Yibo tidak kalah cepat menyebutkan nama Xiao Zhan. Kemudian perawat itu meminta waktu, mengecek di database rumah sakit dengan Yibo yang menunggu panik. “Pasien Xiao sudah dipindahkan ke ruang VIP 038.”
Merasa lega, Yibo mengucapkan terima kasih. Dia lekas berlari meninggalkan unit gawat darurat, mencari lift terdekat dan menemukannya di tengah lalu lalang manusia. Baru saja perasaannya campur aduk. Memikirkan kemungkinan bahwa Zhan lebih dulu keluar rumah sakit karena dia tinggalkan. Yibo yang merasa was-was kembali merutuki diri, dia tidak tahu di mana letak VIP 038 saat pintu lift terbuka pada lantai lima.
Mengedarkan pandang, Yibo mencari staff rumah sakit. Dia menoleh kesana kemari dengan tidak sabar. Lalu dengan tidak sengaja menarik lengan salah satu petugas kesehatan yang tengah bertugas. “VIP 038 di mana?”
“Lantai tujuh, Pak.”
Dua lantai lagi, pikir Yibo. Dia hanya mengangguk, sebelum kembali masuk ke dalam lift dan berlari sedikit kencang saat tiba di lantai tujuan.
Ruang rawat inap Zhan ada di ujung koridor yang sedikit sepi. Hanya ada lalu lalang beberapa petugas kesehatan di lantai itu. Interiornya mewah dan didominasi oleh perpaduan warna putih gading serta khaki. Ada pintu sedikit besar di setiap ruang. Yibo berdiri di ambang itu ketika detak jantungnya semakin membara. Semakin tidak membantu dengan napas yang tergesa karena berlari.
Setelah termenung dengan kecamuk pikirannya, Yibo menggeser pintu. Tungkainya dibawa masuk, sebelum berhenti ketika mendapati presensi Xiao Zhan di atas bed. Pemuda itu tengah berbaring, masih dengan tiang infus yang berdiri di sisi. Wajahnya tidak sepucat tadi, tapi Yibo masih bisa melihat gurat lelah di sana.
“Bapak.” Panggil Zhan merdu, menyambut kedatangan Yibo dengan senyum kecil. “Kenapa kemari?” Pertanyaan bodoh itu lolos dari labium Zhan tanpa aba-aba. Dia merutuki diri secepatnya.
Yibo tidak juga menjawab, dia memangkas jarak untuk mendekat. Netra mereka masih saling beradu tatap, begitu jernih hingga bayangannya mampu terpantulkan dengan jelas. “Apa aku perlu alasan ketika ingin bertemu buah hatiku?” Jawabannya terlontar begitu saja ketika Yibo telah menumpukan diri di tepi bed. Dia membalas senyum Zhan beberapa saat lalu, sebab pemuda itu sudah membuang tatap dengan telinga yang memerah.
Ada gelak tawa menggemaskan yang tidak terlalu keras. Yibo cukup terhibur atas hal itu. “Kamu tanggung jawabku, Xiao Zhan.” Jemari lembut Yibo mendarat di atas telapak Zhan. Dia memberikan elusan dan kembali menyita atensi yang termuda. “Mari kita saling jujur satu sama lain. Aku tidak ingin ada kesalahpahaman lagi setelah ini.”
Zhan menggigit bibir, menatap lekat netra Yibo dan mencari keraguan di dalam sana. “Bapak ingin apa?” Tanyanya ketika tidak menemukan selain ketulusan di mata yang lebih tua.
“Kamu ingin apa?”
Bibir Zhan mengerucut, dia kemudian mendecih. “Kebiasaan, kalau ditanya bukannya dijawab malah bertanya balik.”
Yibo tergelak lagi. Dia mengecup punggung tangan Zhan setelahnya. “Aku ingin kita menikah.” Akunya. “Kali ini serius. Aku ingin menikah denganmu dan membesarkan anak kita.”
Tubuh Zhan menegang beberapa saat ketika telapak Yibo mendarat di atas perut ratanya. Selesai dengan telapak, Yibo memberikan elusan di sana. Membelai perut Zhan di balik fabrik kain dengan lembut. Tersenyum secara tiba-tiba saat membayangkan ada bayi mungil di dalamnya.
“Aku menginginkannya, Zhan.” Yibo kembali merangkai kata. Lebih lembut dari beberapa waktu lalu. Bahkan sorot matanya seolah tengah memuja dengan damba ketika menatap Zhan yang juga terdiam. “Jangan pernah berpikir untuk merawatnya sendirian. Aku akan bertanggung jawab kepadamu dan dia. Jadi, sekarang maumu apa?”
“Saya…” Zhan kembali menggigit bibir, masih menatap Yibo dengan lekat. Berulang kali Zhan mencari keraguan di sana, berulang kali juga dia tidak menemukannya. Yibo mungkin bisa dipercaya, tapi Zhan masih terlalu takut untuk membuka suara.
Kelopaknya tidak mengedip, masih memindai garis wajah Yibo saat yang tertua mendaratkan kecup pada bibir tanpa aba-aba. Barulah Zhan berkedip berulang kali, cukup terkejut dengan perlakuan yang tiba-tiba itu.
“Kamu kebiasaan,” Yibo terkekeh gemas, lalu bergantian mengecup masing-masing jari Zhan. “Jika berpikir selalu menggigit sesuatu. Padahal itu hal buruk. Sebagai gantinya, gigit bibirku saja jika ingin.”
[]✧✧✧
HEHEHE. Aku ngerasa vibes Yibo sama Zhan di sini beda setelah aku lama absen. Kalau iya, maaf, yaa. Feel karakter yang lama udah ilang, anggap aja ini mereka sedikit berubah karena bawaan bayi. Mwaah
KAMU SEDANG MEMBACA
Redamancy ✧ YiZhan
Fanfiction[END | Season 2] Yibo pikir Sang Pencipta itu akan selalu baik pada seluruh umatnya. Sebab dia selalu hidup di tengah banyaknya keberuntungan dan kehabagiaan. Apapun yang dimaunya, Yibo selalu bisa menggenggamnya. Seketika dia tersadar saat dipertem...