Aga bangun dari tidurnya ketika pukul 5 pagi. Dia melihat ayahnya dan kakaknya yang masih tertidur. Dia pun membangunkan keduanya, setelahnya mengambil air wudhu di kamar mandi yang ada di dalam ruang rawat lalu solat terlebih dahulu.
Kata ayahnya, Zigas sudah sempat sadar tadi malam. Aga bersyukur akan hal itu.
Ketika matahari sudah terbit, ayah dan kakaknya izin pulang seklaigus mengambil baju Aga. Kebetulan sekarang hari Sabtu artinya sekolah libur, jadi Aga bisa menjaga Zigas.
Saat sedang memainkan hpnya, Rido merasakan pergerakan dari abangnya itu.
"Dek," panggil Zigas kepada Aga.
"Eh abang udah bangun, mau minum bang?" Tanya Aga.
Zigas hanya menganggukkan kepalanya.
Aga mengambil air minum di atas nakas dan menyodorkannya kepada Zigas. Setelah minum, dia berterima kasih kepada adiknya itu.
"Kok lo bisa drop sih Bang?"
"Dikira gue superman kali yak, gak bisa sakit dek."
"Ihh bukan gitu Bang, perasaan kemaren lo baik-baik aja dah."
"Ahh biasa lah kecapekan gue, ambilin hp dong dek," suruh Zigas kepada adiknya.
Aga mengambil hp Zigas yang sedang di charger.
"Nihh, jangan kebanyakan main hp Bang!"
"Iya iyaa, bocil diem aja deh."
Aga yang dipanggil bocil hanya mencebikkan bibirnya kesal. Padahal dirinya selalu khawatir jika Zigas drop. Namun yang dikhawatirkan adalah sosok Zigas yang begitu menyebalkan. Gimana Aga gak emosi coba?
"Ehh dek pijitin kaki gue dong, gak kasihan lo sama babang tampan ini?"
"Huekk," respon Aga, namun tak ayal dia mulai memijit kecil kaki sang abang.
Zigas yang melihat hanya tertawa.
"Ayah sama Kak Yasa mana, Dek."
"Pulang, sekalian ngambilin baju gue."
Setelah itu mereka membicarakan banyak hal random.
"Cklek," suara pintu yang terbuka membuat mereka mengalihkan perhatiannya ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang. Ternyata ada sosok Wildan yang sudah rapi dengan jas kantornya.
"Ini ya dek, pakaian kamu. Gimana bang, ada yang sakit?"
"Engga ada kok yah, mau berangkat kerja?"
"Iya, maaf ayah ada meeting. Ayah usahain pulang cepet. Kakak kamu juga shif pagi."
"Gausah buru-buru yah, kan ada Aga yang jagain."
"Yaudah ayah kerja dulu ya adek, abang,"
"Iya, yah," jawab keduanya kompak.
***
Zigas sudah tertidur lagi. Sekarang Aga dilanda bosan. Dia memutuskan untuk keluar dan berjalan-jalan di area lorong rumah sakit. Sekarang belum waktunya jam besuk, jadi dia hanya berpapasan dengan tenaga kesehatan saja.
Saat berada di perempatan lorong, Aga tidak sengaja menabrak seseorang.
"Bruk."
"Ah maafkan saya," ujar orang yang menabrak sambil membantu Aga yang masih terduduk di lantai.
Aga meraih uluran tangan tersebut.
"Saya juga minta maaf om, saya juga gak liat jalan," ujar Aga menatap seorang pria paruh baya yang masih sibuk mengecek apakah ada luka di tubuhnya. Lalu ketika wajah mereja berpapasan, mata seseorang itu membulat.
"Aga?!! Ini bener kamu sayang. Daddy kangen banget sama kamu. Ini Daddy Nak," ujar orang itu dengan mata berkaca-kaca. Untuk sesaat, Aga tertegun dengan mata itu. Akan tetapi setelah disadarkan dengan fakta bahwa mereka baru saja bertemu, membuat Aga takut. Dia lalu berlari dengan sekuat tenaga menuju kamar Zigas. Dia menoleh ke arah belakang dan sudah tak meneukan orang itu. Aga takut dia orang jahat. Namun, Aga sadar dengan satu hal bahwa pria paruh baya tadi mengenal namanya?
Tapi dia tidak pernah melihat sosok itu. Apalagi panggilannya sebelumnya adalah Rido, bukan Aga. Pikiran Aga sekarang dipenuhi oleh sosok tersebut.
Rido duduk di sofa, lalu seiring berjalannya waktu, matanya mulai terpejam. Pun dengan pikiran mengenai siapa sebenarnya orang tadi. Mengapa hatinya merasa gelisah. Apakah ini adalah perasaan yang wajar ketika bertemu dengan orang asing. Aga hanya merasa dia mempunyai ikatan dengan orang yang ditemuinya. Matanya memang terpejam, namun pikirannya terlalu berisik. Sampai akhirnya rasa kantuk mulai datang menyerang. Membuat guratan di dahinya hilang. Aga tidur dengan nyenyak.
***
Aga terbangun karena suara bising di sekitarnya. Dia membuka mata, ternyata ada teman abangnya yang datang menjenguk. Dia mendudukkan dirinya sembari mengucek matanya.
"Ehh udah bangun lo cil," ujar Gama.
Aga yang nyawanya masih belum terkumpul hanya melihat Gama dengan muka bantalnya.
"Lo tidurnya nyenyak banget sii, kita udah daritadi tau gak sii disini. Nihh gue punya foto mau gak," rentetan kalimat Gama membuat Aga memutarkan bola matanya malas. Teman abangnya yang satu ini 11 12 sama Bumi sumpah. Berisik! Namun tak ayal Aga melihat foto yang ditunjukkan oleh Gama. Dia melihat di foto itu adalah dirinya yang sedang tertidur dengan bibir terbuka.
"Heh hapus fotonya!"
"Lohh ini kan hp gue jadi terserah gue lahh."
"Bang Gamaa, hapus gak!"
"Gak mauu."
Deon dan Zigas yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Pasti selalu seperti itu setiap mereka bertemu.
Lihat saja sekarang mereka sudah berebut hp. Perbedaan tinggi badan keduanya membuat Aga kesulitan meraih hp yang diangkat tinggi- tinggi oleh Gama.
Aga lalu beralih ke arah Deon dan Zigas yang ikut menertawakannya. Padahal fotonya sangat- sangat memalukan. Bagaimana nanti jika Gama malah post itu di sosial medianya. Bukan sekali dua kali Gama selalu memfoto aibnya. Dia sama saja dengan Zigas yang suka menyimpan aibnya. Aga kan malu!!
"Bang Deon, itu dong temennya suruh balik ke penangkaran."
"Dikira gue buaya cil?!"
"Loh bukannya iya yaa?!"
Sampai akhirnya suara Deon terdengar.
"Gama hapus fotonya!"
"Yah lo mah gak asik Yon, udahlah nih gue hapus. Udah kan cil?"
Aga yang melihat fotonya dihapus hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Makasih Bang Deon yang ganteng gak kaya Bang Gama."
"Kalo gue gimana dek," Zigas menyahut.
"Iyaa Bang Zigas juga ganteng. Intinya semuanya ganteng kecuali Bang Gama."
"Idihh," sahut Gama.
"Gas jangan lupa kirim balik fotonya!"
"Siapp bro," sahut Zigas.
Aga yang tak sengaja melihat foto tadi malah beralih ke hp Zigas??
"Abangg!!"
Jangan lupa vote dan komen!
KAMU SEDANG MEMBACA
XERAGRA
Fiksi Remajakelanjutan dari book Rido Namanya XERAGRA RIDO MARGANTARA Panggilannya adalah Aga. Umurnya 16 tahun dan sudah menduduki bangku terakhir SMA. Remaja dengan sikap dinginnya. Baginya masa lalu adalah hal yang selalu ingin dihindarinya. Dia memutuskan u...