3. "Mangsa Baru"

65 11 1
                                    

"Hati-hati sayang ntar kena tangan kamu!"

"Iya, aku udah gede, Kay!"

"Udah gede tapi badan segede upil!"

"ARKEIN!"

"Kein, jangan mulai!"

Arkein menelan salivanya jengah dengan tingkah pasangan di hadapannya kini. Keberadaannya di antara kedua manusia itu hanya sebagai tukang kipas pemanggang, sementara Kaylee dan Ifani sibuk membolak-balik potongan daging sembari sesekali bersenda gurau.

"Ah, males gue!" Arkein meletakkan alat pengipas itu dengan hentakan kesal lalu mencomot asal daging yang sudah matang, belum sempat sepotong daging itu menyentuh rongga mulutnya, tangannya sudah ditepis terlebih dahulu oleh Ifani.

"Barengan napa?! Kita yang manggang aja belum nyicip!"

"Lo kira gue berdiri dari tadi di sini--"

"Kenapa malah ribut-ribut ini? Kein panggil Aretha ke atas!" Leonora menengahi keributan ketiga remaja di sana sembari membawa satu guci kaca minuman limun bersama beberapa pelayan yang membantu membawakan makanan ringan.

Di bawah langit malam dengan purnama yang menggantung sempurna, gemerlap kumpulan bintang-bintang yang dilukiskan sang pencipta malam ini mendukung pesta barbekyu keluarga kecil dengan penuh keriangan di halaman luas belakang vila itu. Rayuan manis dari bibir Kaylee, gelak tawa Ifani yang sesekali berganti menjadi rengekan karena Arkein yang senang sekali menggodanya, lembutnya tiap kalimat yang Leonora ajukan untuk menengahi keributan kecil itu, sementara Joan hanya terkekeh sesekali melihat beragam interaksi di sana.

Baru saja Arkein hendak melaksanakan perintah Ibunya, Aretha sudah terlebih dahulu menghampiri. Gadis itu melewati dirinya begitu saja, tampak acuh bahkan enggan sedikit pun menolehkan kepala.
Arkein tak berpikir bahwa Aretha benar-benar menganggap serius tentang permasalahan tadi siang, tampaknya ia keliru.

"Mama baru aja suruh Arkein panggil kamu," cetus Leonora ketika menyadari kehadiran Aretha di sana. Sudut bibir gadis itu tertarik ke atas menanggapinya.

"Aretha sini deh! Kein sini, bantu kipasin! Gak jadi nyamuk lagi kok 'kan ada Aretha!" seru Ifani pada kedua insan yang tampak terdiam bingung hendak melakukan apa.

Tanpa basa-basi, Aretha dan Arkein segera menghampiri pasangan itu.

Kedua manik Aretha sempat mencuri lirikan pada lelaki tinggi di sebelahnya yang tengah tampak jengah mengipasi pemanggangan itu agar baranya tetap menyala. Aretha pikir apakah ia terlalu sensitif menggertak Arkein hanya karena lelaki itu mengetahui masa lalunya. Sebenarnya bukan itu yang Aretha khawatirkan, namun ia yakin lelaki itu tak mungkin mengetahui tentang dirinya sejauh yang ia pikirkan, cerita kelam itu sudah ditutup rapat-rapat.

"Aretha gosong!" Ifani setengah memekik melihat sepotong daging yang Aretha panggang sudah melebihi kadar kematangan dibagian bawahnya, sementara bagian atas masih terlihat mentah.

"Astaga--aw!"

"Kenapa?" tanya Arkein, ia reflek melepaskan alat pengipas itu lalu beralih sepenuhnya pada gadis di sebelahnya yang tengah meringis kecil memegangi jari telunjuk.

"Kena bara api, ya?" tanya Kaylee memastikan.

"Enggak, ini tadi kesenggol panggangan."

"Buru-buru dibilas pake air, deh!" saran Ifani.

"Sini!" Arkein menarik pergelangan tangan Aretha, membuat gadis itu sempat terhuyung ke depan lalu melangkah stabil mengikuti lelaki di hadapannya menuju sebuah keran air, keduanya berjongkok di sana.

Aretha tak mengeluarkan sepatah kata ketika lelaki itu sibuk membasuh jari telunjuknya dengan air keran yang mengalir sembari mengusap dan memberikan tiupan perlahan. Aretha sempat dibuat terlena olehnya.

ARCANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang