"Aretha!"
Suara seseorang mencegah Aretha yang hendak membuka pintu kamarnya. Ketika gadis itu berbalik posisi, ia mendapati Arkein berada tepat di hadapannya.
"Eh, gimana? Lo udah ngobrol sama Papa?" tanya Aretha antusias.
Sebelumnya, setelah makan malam usai, Joan meminta Arkein untuk berbicara empat mata dengannya di ruang kerja. Kini tampaknya pembincangan yang serius itu sudah berakhir.
Melihat raut wajah Arkein yang bahagia, Aretha harap Joan benar-benar merubah keputusannya.
"Liat!" Arkein menunjukkan tangannya yang tengah menggenggam sebuah gantungan kunci mobil.
"Ih? Serius?!" Aretha memekik tertahan.
"Bener, kan? Gue bisa bujukin Papa." Gadis itu tersenyum angkuh yang dibuat-buat.
"Iyaaa, Arethaa!" Tangan Arkein terangkat untuk mengusak poni tipis gadis itu.
"Anyway, lo gapapa?" Arkein ingin memastikan keadaan Aretha mengingat gadis itu sempat ribut dengan Grazela.
"Gue baik-baik aja, memang kenapa-ooh, gara-gara cewek lo itu?"
"Sembarangan kalau ngomong!"
"Aduh!! Sakit tau!" Aretha mengaduh ketika Arkein mencubit puncak hidungnya.
"Kein! Jangan suka gangguin adiknya, dong!" Keduanya menoleh ke arah bawah tangga, Leonora berada di sana tengah hendak menuju dapur sembari menatap pada mereka.
Emang boleh se-adik itu?
Mereka hanya terkekeh singkat menanggapi wanita itu.
"Sejauh ini baru lo yang bisa ngadepin kegilaan dia." Arkein melanjutkan pembicaraan mereka.
"Gue yakin, yang lain pasti juga pengen ngelawan Grazela," balas Aretha.
"Tapi mereka gak seberani lo."
"Mereka gak takut sama orangnya, tapi sama kekuasaannya." Aretha seakan-akan membantah ucapan lelaki itu.
Untuk yang satu ini Arkein mengangguk setuju. Grazela itu putri bungsu donatur terbesar di Aratula. Banyak mahasiswa Aratula yang memberi gelar gadis itu sebagai pemegang fakultas FEB. Apalagi kalau bukan karena uang dan kekuasaan. Terlebih lagi gadis itu licik dalam memanfaatkan segalanya yang menjadi miliknya.
"By the way ngomongin Grazela, gue denger dia naksir lo udah dua tahun. Kenapa gak lo pacarin? Dia cantik, loh!" Aretha terus terang untuk itu.
"Cantik kalau gak nyambung buat apa?"
"Definisi nyambung menurut lo itu gimana?" tanya gadis itu serius.
"Kayak lo."
Aretha menghela nafas, jengah. "Gue serius!"
"Lo kira gue main-main?"
"Naksir ya lo sama gue?" Gadis itu mengukir senyum usil.
"Iya, kenapa?" Meskipun detak jantungnya menjadi tak terkendali ketika melontarkan kalimat itu, Arkein tetap berusaha terlihat tenang. Sangking tenangnya membuat Aretha merasa jengkel, padahal niatnya hanya untuk mengguraui lelaki itu.
Aretha termangu beberapa waktu, tak menyangka kalimat itu akan keluar dari bibir Arkein, entah sungguh-sungguh atau sekadar bercanda. Lelaki ini terlalu gemar untuk menggodanya.
"Gak usah ngaco, deh! Lo kenal gue baru seminggu, mana bisa naksir secepat itu."
"Siapa bilang gue baru kenal lo seminggu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCANE
أدب المراهقينAretha Eugenia, masa remaja yang ia pikir akan dihabiskan dengan hal-hal monoton, berhasil terpatahkan ketika Leonora--nyonya besar keluarga terpandang Rysh sekaligus sahabat mendiang Ibunya memutuskan untuk mengambil sepenuhnya tanggung jawab atas...