17. Sebenarnya Kita Ini Bagaimana?

24 7 0
                                    

"Loh? Kamu lembur, Kay?" Nyonya besar keluarga Rysh yang tengah sibuk menyiapkan sarapan didampingi oleh para pelayan itu terhenti ketika melihat sang putra sulung baru mendatangi meja makan dengan pakaian kerja yang tampak agak berantakan.

Arkein yang sedari tadi menduduki kursi meja makan ikut menoleh. Ia dan Kaylee melakukan kontak mata. Isi kepala keduanya kini bersamaan mengingat kejadian tadi malam, Kaylee memergoki Arkein keluar dari kamar Aretha dengan bagian atas kemeja yang terbuka. Meski tak mengintrogasi, namun tatapan si sulung tampak menaruh curiga.

Sebaliknya, Arkein sempat menanyakan tujuan sang Kakak hendak keluar tengah malam, Kaylee mengatakan ia akan menjemput Ifani yang tengah dalam keadaan mabuk usai Diamond Party kemarin. Dan pagi ini, lelaki itu baru saja pulang. Bagaimana bisa otak kotor Arkein tak membalas menaruh curiga.

"Gak usah cepu lo!" Meski tak bersuara, Arkein dapat memahami gerakan bibir Kaylee.

"Iya, Ma, Kay lembur," bohong lelaki itu sembari mengisi kursi kosong di sebelah adiknya.

"Kan weekend, kok lembur?" tanya Leonora kembali sembari menyerahkan sepiring roti lapis pada putra sulungnya.

Kaylee menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "I-iya, soalnya kemarin ada kerjaan yang tertunda,"

"Gila! Pagi-pagi udah nabung dosa." Arkein berbisik pelan dengan nada meledek, hanya Kaylee yang dapat mendengarnya.

"Lo kira kelakuan lo ke Aretha tadi malem gak termasuk dosa?" balas si sulung. Kalau dipikir-pikir kakak beradik itu sudah lama tidak berdebat.

"Gue ngelakuin apa? Otak lo tuh di-laundry !"

"Status Aretha resmi sebagai adik kita, Kein. Jadi gak usah macem-macem!" nada bisikan Kaylee terdengar serius kini.

Arkein memutar bola matanya tak acuh. "Selama gak sedarah berarti gak masalah."

Kaylee menoleh dengan pupil mata membesar pada Arkein, lalu ia menggeleng heran tanpa menjawab sepatah kata apapun demi mencegah Leonora mencurigai pembicaraan mereka.

"Mama masak apa?" Kaylee beralih menanyakan kesibukan Leonora yang tak kunjung usai dari meja kompor.

Wanita itu menoleh sejenak. "Ini Mama bikin sup buat Aretha, tadi Mama denger dia muntah-muntah."

Aktivitas makan Arkein terganggu, ia berhenti mengunyah sepotong roti lapis itu sembari menatap pada punggung Leonora.
"Aretha sakit, Ma?" tanyanya.

Kepala wanita dewasa itu kembali tergerak. "Kayaknya gak enak badan. Lain kali adiknya diawasi dong, Kein. Kan sudah Mama bilang Aretha gak pernah minum alkohol sama sekali." Leonora tak melepas tatap dari putra bungsunya itu.

Kepala lelaki itu tertunduk dipenuhi rasa bersalah. "Maaf, Ma. Kein-"

"Bukan salah Kein, kok, Ma." Seluruh pemilik kepala di sana menoleh pada gadis yang baru saja tiba di kawasan ruang makan.

Aretha mengisi kursi kosong berhadapan dengan Arkein dan Kaylee. Gadis itu sudah tampak lebih segar. "Kein kan juga punya dunianya sendiri, gak melulu harus sama Aretha." Ia melanjutkan bicara dengan mata yang sesekali melirik pada lelaki di hadapannya.

"Ya sudah kalau begitu jangan diulangi lagi di lain waktu. Nih, Mama bikinin sup buat Aretha!" Wanita itu meletakkan semangkuk sup jagung hangat di bagian meja milik Aretha.

"Makasih, Ma."

Ruang makan itu dikuasai keheningan, hanya suara dentingan sendok makan beradu bersama piring keramik di sana. Empu tiap isi kepala lenyap dalam pikiran masing-masing. Aretha salah satunya, ia masih terpaku dengan kejadian malam tadi. Gadis itu ragu yang telinganya rekam dengan jelas hanya sekadar mimpi atau kenyataan. Bolehkah Aretha berharap semua yang Arkein katakan itu sungguhan?

ARCANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang