Sesuai dengan janji yang keduanya buat petang kemarin, Arkein kini membawa Aretha ke sebuah tempat seperti kumpulan bukit-bukit kecil. Terdapat hamparan rerumputan hijau sepanjang mata memandang. Di kawasan ini banyak para pedagang kaki lima dan beberapa orang melakukan piknik di akhir pekan, menjadi tanda tanya bagi Aretha mengapa Arkein memilih mengunjungi tempat ini sendirian.
Dengan tangan yang saling menggenggam, lelaki itu menggiring sang jelita menuju area yang agak jauh dari khalayak ramai. Lalu keduanya duduk di atas rerumputan yang sebelumnya dibentang kain putih untuk menjadi alas.
Nuansa jingga setelah teriknya mentari itu memberi pamit pada langit biru yang kian lenyap, menyuguhkan pemandangan indah dari tempat mereka duduk. Arkein sengaja memilih waktu petang untuk mengajak Aretha keluar di hari paling akhir pekan ini.
"Kenapa lo sering ke sini sendirian?" Pertanyaan itu muncul dari Aretha.
"Semacam mencari ketenangan, gue suka ke sini setiap pulang dari Jerman."
Aretha mengangguk-angguk mengerti. Di sudut lain kawasan ini yang jauh dari khalayak ramai memang layak menjadi tempat untuk menenangkan diri. Hembusan angin yang membelai tiap wajah seakan membawa pergi pikiran yang dihantui masalah meski hanya sejenak.
"Kak Kein, ya?" Sepasang insan itu reflek menoleh, keduanya mendapati anak lelaki kecil dengan pakaian orang dewasa yang lusuh dan kebesaran—tengah mengalungi tas kanvas yang berisi dagangannya, mulai dari minuman ringan sampai air mineral.
Arkein tersenyum. "Masih inget Kakak?" tanyanya.
"Masih, dong! Ini siapa? Pacar Kakak?" Pertanyaan anak lelaki itu tertuju pada Aretha.
Arkein menoleh pada Aretha sejenak, keduanya saling melempar senyum. "Sebentar lagi mungkin iya." Setelah melayangkan kalimat itu, Arkein menerima senggolan pelan dari lengan Aretha padanya.
"Apa sih?" protes Aretha tertahan.
Arkein hanya terkekeh kecil melihat wajah gadis cantik di sampingnya yang semudah itu memerah.
"Kakak mau dua air mineral, kembaliannya buat kamu aja." Setelahnya, Arkein menyerahkan selembaran lima puluh ribuan pada anak lelaki itu.
Dengan antusias, si anak lelaki segera mengeluarkan dua botol air mineral dari tas kanvas bawaannya lantas menyerahkan pada Arkein. Ia bersemangat menggapai uang lima puluh ribuan itu.
"Ini buat aku semuanya kak?" tanyanya sekali lagi memastikan.
Arkein mengangguk. Membuat anak lelaki itu memekik bahagia. "Yeay! Makasih banyak, Kak! Aku pamit dulu, ya!" katanya, lantas segera berlari kecil meninggalkan sepasang insan itu di sana.
Lelaki itu tak melepas tatap dari punggung kecil yang menampung banyak beban itu. Untuk dirinya yang tumbuh besar dengan kemewahan, uang selembar bernilai lima puluh ribu itu sungguh bukan apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCANE
Teen FictionAretha Eugenia, masa remaja yang ia pikir akan dihabiskan dengan hal-hal monoton, berhasil terpatahkan ketika Leonora--nyonya besar keluarga terpandang Rysh sekaligus sahabat mendiang Ibunya memutuskan untuk mengambil sepenuhnya tanggung jawab atas...