Suatu hal yang cukup mengejutkan untuk Aretha, ketika mengetahui bahwa ternyata Arkein terlahir kembar. Lelaki itu tidak bercerita banyak, ia hanya mengaku memiliki saudara kembar dengan nama Arkiel yang telah tiada sekiranya tiga tahun silam.
Dan penyebabnya...karena kasus pembunuhan yang belum terpecahkan sampai hari ini. Katanya.
Ketika mobil itu telah memasuki kawasan perkarangan rumah, mereka disambut oleh banyak pasang mata. Belum pasti alasannya apa, para anggota keluarga Rysh masih berkumpul di area utama.
Setelah Aretha dan Arkein keluar dari mobil, ucapan penuh kekhawatiran dari Leonora yang pertama kali mereka terima.
"Kalian dari mana saja? Dihubungin berkali-kali gak ada yang respon!"
"Kenapa sampai bisa tertinggal jauh dari mobil Papa, Kein?"
Arkein menelan salivanya sejenak sebelum memberikan jawaban. "Maaf, Pa, Ma. Tadi kita telat karena ada masalah sama mobil."
"Masalah? Gue selalu ngurusin mobil lo, kok, bahkan pas lo tinggal ke Jerman." Tersirat rasa ketidakpercayaan pada Kaylee.
Aretha berdiri di samping Arkein sedari tadi, ia yang jelas mengetahui kejadian sebenarnya tampak heran dengan jawaban Arkein. Bukankah kejadian sebelumnya berbahaya? Mengapa lelaki ini nekat berbohong?
"Kok lo...bohong, sih," tegur Aretha sembari menyenggol pelan lengan Arkein. Lelaki itu secepat kilat menatap Aretha dengan pupil mata membesar dan bibir yang separuh terbuka seolah hendak mengisyaratkan sesuatu.
"Bohong?" Leonora memperjelas ucapan Aretha. Tentu dengan satu kata itu berhasil menarik seluruh atensi manusia di sana.
"Bohong bagaimana, Aretha?" tanya Joan datar namun terkesan mencekam.
Ah, sialan. Batin Arkein menggerutu, ia benar-benar kurang berkomunikasi dengan Aretha tentang rencana kebohongannya ini.
"Kita telat karena dijegat geng motor, Pa dan mereka hampir nyerang Arkein." Aretha memilih untuk jujur.
Mendengar pengakuan itu, Joan memejamkan matanya sembari menarik nafas dalam untuk amarahnya yang tertahan.
"Masih ingin berbohong, Arkein?" tanya pria dewasa itu dengan tatapan menghunus pada putra tirinya.
Arkein mengangkat kepalanya sejenak untuk menatap Joan yang sedikit lebih tinggi darinya. Ia belum ingin mengatakan sesuatu.
"Siapa?" tanya Joan sekali lagi.
"Cello, Pa." Satu nama yang Arkein sebutkan sukses membuat bara api dalam dada Joan kian membara seketika. Namun, pria itu masih menahannya.
"Kamu masih berurusan dengan berandalan itu? Kein, dia sudah Papa penjarakan dan secara resmi di-blacklist dari kampus manapun sejak dua tahun lalu. Semuanya sudah clear." Joan masih menjaga agar nada suaranya tidak meninggi.
Arkein terkekeh meremehkan. "Apa menurut Papa itu semua cukup? Bahkan pembunuh Arkiel sampai sekarang masih berkeliaran di luar sana."
"Arkein, cukup! Papa mohon! Semua orang tau Arkiel meninggal dalam keadaan seperti apa!"
Nafas Arkein sesak. Pelupuk matanya kini terasa berat karena harus menahan cairan bening itu agar tak lolos begitu saja karena emosinya yang tak terkendali. Inilah yang menjadi alasan mengapa Arkein sulit menemukan hal bagus untuk kembali ke rumah ini.
Bayang-bayang saudara kembarnya akan terus menguasai kepala, bagaimana sakitnya dua tahun lalu semua orang mempercayai Arkiel lenyap karena bunuh diri, padahal Arkein lah satu-satunya yang menerima kalimat terakhir dari lelaki itu sebelum benar-benar pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCANE
Teen FictionAretha Eugenia, masa remaja yang ia pikir akan dihabiskan dengan hal-hal monoton, berhasil terpatahkan ketika Leonora--nyonya besar keluarga terpandang Rysh sekaligus sahabat mendiang Ibunya memutuskan untuk mengambil sepenuhnya tanggung jawab atas...