9. Satu Hari Minim Interaksi

35 8 0
                                    

Sepotong roti lapis itu sudah tergigit beberapa menit lalu, kedua mata empunya tak menyudahi pandangan dari anak tangga hingga selasar lantai dua. Sosok yang Aretha harapkan muncul sejak ia mengisi kursi di meja makan itu tak kunjung hadir.

Bukannya dia juga ambil jadwal kuliah pagi?
Gadis itu membatin sembari melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit.

Universitias Aratula itu tergolong sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Mereka memiliki sistem pilihan waktu kuliah, pagi, petang hingga malam. Aretha, Ifani dan Arkein mengambil jadwal kuliah yang sama, di pagi hari.

"Aretha nanti berangkatnya sama Kakak, ya!" Kata ganti Kakak dalam perkataan Leonora itu tertuju pada Kaylee.

"Iya, Ma." Anggukan kepala Aretha kaku. Kemungkinan besar Arkein absen hari ini.

Tidak ada drama macet pagi ini, Aretha tiba di kampus tepat waktu. Sesuai dengan titah Leonora, Kaylee mengantarnya untuk pertama kali. Kebetulan kantor tempat si sulung bekerja tak jauh dari kampus Aratula.

Kaylee menjabat sebagai manajer perusahaan milik Rysh yang bergerak di dunia perfilman. Lelaki itu tidak mendapatkan hak istimewa apapun dari Hardin—ayah biologisnya, jadi ia bebas memilih masa depannya dibanding adiknya yang tertanda sebagai penerus Morgan.

"Thanks ya, Kak. Hati-hati!"

"Hati-hati, sayang!" Itu Ifani, gadis dengan rok jeans selutut dipadu kemeja biru muda itu sengaja menanti kedatangan Aretha.

Setelah Kaylee dan mobilnya berlalu, kedua gadis cantik itu segera memulai langkah menyusuri gedung fakultas Ekonomi dan Bisnis.

"Oh iya, Arkein gak kuliah?" tanya Ifani.

Aretha menggeleng. "Enggak kayaknya."

"Dih! Kemarin-kemarin aja dia nakutin gue, katanya kuliah itu seremlah, bikin setres. Eh malah dianya yang gak masuk di hari pertama." Ifani nyinyir dengan bibirnya yang sesekali maju membikin raut wajah meledek.

Aretha hanya tergelak melihat tingkah tunangan putra sulung Rysh itu.

"Eh, tapi kenapa dia absen? Setau gue Kein tuh rajin banget, walaupun tampangnya begitu, dia salah satu mahasiwa teladan, loh." Ifani tampaknya gemar berbicara banyak.

"Kalau mau muji tuh jangan setengah-setengah, memangnya tampang Kein kenapa?"

Aretha sengaja mengalihkan bicara agar topik percakapan mereka tidak tertuju pada pertanyaan Ifani perihal absennya Arkein hari ini. Mengingat kejadian malam kemarin membuat rasa bersalahnya kembali menguara.

"Arkein tuh tampang-tampang bad boy, tau! Nih, ya, gue ceritain. Dulu dia pernah ikut pertandingan bela diri gitu, spesifiknya gue lupa apa. Intinya dia menang, terus lawannya sampai dilariin ke rumah sakit."

"Serius? Terus gimana?" Aretha jadi tertarik untuk tau lebih banyak tentang putra bungsu Rysh itu.

"Ya, Papa Joan yang tanggung jawab, gak sampai berkasus, sih."

"Ooh, untung aja." Entah dasar apa perasaan Aretha melega. "Tapi aslinya dia nakal gak, Fan? Lo ngerti kan maksud gue, kayak pergaulan anak zaman sekarang bangetlah gitu."

"Bentar, kita duduk di situ, yuk! Mumpung masih lima belas menit lagi." Ifani belum menjawab pertanyaan Aretha, ia mengajak gadis itu menduduki salah satu kursi taman. Ada beberapa mahasiswa lain di sana yang kemungkinan juga menunggu.

"Oh, iya, pertanyaan lo tadi." Ifani membenarkan posisi duduknya. "Menurut gue soal kenakalan, fifty-fifty lah. Setau gue, Kein gak pernah pacaran, tau!"

ARCANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang