8. Arkiel Kenapa?

30 7 0
                                    

Kembali pada masa di mana semua kekejaman itu bermula. Tiga tahun lalu, ketika si kembar menduduki kelas tiga sekolah menengah atas. Arkein menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya di Jerman karena hak asuhnya berada di tangan Ayah kandungnya, sedangkan Arkiel bersama Mama tetap berada di negara tercinta.

Di jam istirahat, kafetaria selalu ramai. Nyaris seluruh siswa berebut meja-meja di sana untuk menghabiskan waktu makan siang mereka. Keriuhan memenuhi ruangan terbuka itu, mulai dari mereka yang asik bersenda gurau serta teriakan tak sabar dari mereka yang tengah mengantri memesan makanan.

Suara sekotak susu yang terlempar dari genggaman seseorang yang duduk di sudut kafetaria karena dorongan keras dari orang lain, berhasil menarik atensi mereka di sekitarnya. Beberapa mata menangkapnya, namun setelah melihat siapa pelakunya, para remaja di sana memilih untuk lebih baik tak ikut campur.

Anak lelaki yang nyaris tersungkur itu dengan tangan tertarih dan tubuh gemetar ingin menggapai sekotak susu coklat pemberian sang Ibu yang kemasannya sedikit bocor karena terpental.

Namun, belum sempat menggapainya, kaki seorang siswa dengan sengaja menginjak minuman kemasan itu sehingga isinya bertebaran di lantai.

"Yahhh! Udah gak bisa diminum lagi! Tapi kalau lo mau minum dari lantai gapapa sih, HAHAHAH!"

Gelak tawa dari tiga orang siswa lelaki itu sungguh memekakkan telinga Arkiel. Karena gejala bawaannya, ia tak sepenuhnya mengerti dengan gaya bahasa pemilik nama Cello itu.

"K-kalian m-mau apa?" Suara Arkiel selalu gemetar.

"Wiih! Pinter juga ternyata lo!" sarkas Kenta sembari terkekeh meremehkan.

"Bocah autis, sini dengerin gue!" Cello menarik kasar kerah belakang almameter yang dikenakan Arkiel agar lelaki itu kembali duduk di kursi, lalu mereka bertiga mengelilinginya.

Arkiel menundukkan kepalanya dengan tangan yang menyatu saling menggenggam di atas pahanya. Sesekali ia menegakkan kepala menatap ketiga lelaki di hadapannya dengan grogi.

Cello mengeluarkan ponsel dari kantong celana seragamnya, lalu melemparnya di atas meja tepat di depan Arkiel. Layar monitor gawai itu menunjukkan foto seorang siswi cantik mengenakan seragam yang sama dengan mereka.

"Lo tau cewek ini 'kan?"

"I-iya, aku tahu."

"Pinter!" Cello mengusak kasar surai kelam milik Arkiel. "Dengerin perintah gue baik-baik! Kalau lo berhasil ngelakuin ini, gue gak akan buang bekal lo lagi."

"K-kamu serius tidak akan melakukan itu lagi?"

FYI. Para penderita sindrom Asperger sering kesulitan memahami ironi, sarkasme, dan penggunaan bahasa slang, apalagi memahami mimik muka/ekspresi orang lain, dan cenderung berbahasa dengan gaya formal. Sumber: Wikipedia

"Asalkan lo lakuin sesuai dengan apa yang gue suruh. Gimana pun caranya lo harus dapetin foto cewek ini seperti foto-foto yang gue tunjukkin, nih perhatiin!" Cello menunjukkan banyak contoh gambar m*sum di layar ponselnya. Mulai dari foto siswi di toilet yang di ambil diam-diam, sampai potret perempuan yang tengah berganti pakaian.

"Lo harus dapetin foto cewek ini persis kayak gini, tapi gak boleh sampai ketahuan. Paham, gak!" Cello menjambak surai Arkiel agar melihat layar ponselnya dengan jelas.

"P-paham."

Arkiel melakukan perintah itu dengan harapan jika ia berhasil, lelaki bajingan itu tidak akan mengganggu bekal buatan Mama yang selalu ia bawa ke sekolah. Semenjak Cello gemar mengganggunya beberapa bulan terakhir, bekal yang Arkiel bawa tidak pernah habis karena ia makan, melainkan dibuang oleh Cello dan teman-temannya entah apa tujuan mereka.

ARCANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang