Suara pintu kamar yang berderit pelan membuat Christy menolehkan kepala.
Azizi, yang akhirnya diperkenankan pulang oleh dokter setelah tiga hari menjalani rawat inap, muncul dengan wajah yang masih terlihat pasi. Langkah kaki pria itu masih tampak sempoyongan sambil sesekali memegangi perutnya, barangkali kesakitan.
Christy sebenarnya ingin sekali membantu Azizi berjalan sampai kasur, tetapi mengingat apa yang telah dilakukan oleh pria itu membuat Christy mengurungkan niat.
Beberapa jam lalu, teman-teman Azizi datang ke apartemen mereka. Tidak banyak jumlahnya, hanya sekitar empat sampai lima orang;tiga orang kawan satu band Azizi Asa, satu manajer lelaki tersebut, dan yang terakhir tentu saja Fiony Alveria Tantri yang belakangan Christy ketahui juga memiliki hubungan relatif baik dengan Vito Gautama, suami kakak sepupunya.
Christy tidak masalah dengan kedatangan teman-teman Azizi Asa, sama sekali tidak masalah. Ia menerima kedatangan manusia-manusia itu dengan tangan terbuka, tanpa tapi dan karena. Kekesalan Christy seratus persen disebabkan oleh Azizi Asa sendiri, yang secara sembarangan, menguncinya di dalam kamar.
Benar-benar dikunci secara harafiah, seolah-olah Christy adalah wanita simpanan yang diusahakan agar tidak diketahui oleh banyak orang keberadaannya.
Christy tidak tahu mengapa ia harus marah dan sebal dengan lelaki itu. Toh, ia juga menyadari dan menyetujuinya secara sadar bahwa sampai hari ini, tidak ada satu pun orang-orang di lingkungan kerja Azizi yang mengetahui pernikahan mereka, baik itu dari manajemen yang menaungi lelaki tersebut atau kalangan penggemar yang selalu memberikan Azizi puji dan puja.
Christy benar-benar tidak tahu, tetapi barangkali itu dipengaruhi oleh hormon karena tamu bulanannya akan datang sebentar lagi.
"Dingin banget."
Azizi menggumam kecil. Kasur mereka terdengar berkeriut pelan saat tubuh besar lelaki itu berusaha rebah di atasnya sambil memegang remot air conditioner dan berniat mengecilkan suhu ruangan.
Di meja kerjanya, ekor mata Christy diam-diam melirik Azizi. Suaminya masih terlihat menggigil kecil ketika harus berhadapan dengan suhu dingin di dalam ruangan, menandakan bahwa sebenarnya lelaki itu belum sehat benar.
Membuang napasnya yang terdengar lelah, Christy lantas mendorong mundur kursi yang dia duduki, pertanda bahwa ia mencoba untuk bangkit.
Lama-lama tidak tega juga melihat Azizi kedinginan semacam itu.
Ia naikkan kacamata yang selama menonton film tadi bertengger di atas hidungnya ke kepala, berjalan pelan menghampiri Azizi Asa. Ditatapnya dalam-dalam lelaki yang sudah berbaring itu menggunakan kedua bola mata sedangkan yang ditatap hanya mengerjap tanpa dosa, tidak tahu maksud tatapan Christy untuk apa.
"Kenapa?" tanya Azizi sambil menarik selimut berwarna abu-abu miliknya sampai sebatas dada, masih membalas tatapan mata Christy yang sedalam samudera.
"Gue bikinin teh mau enggak? Lo dingin 'kan?"
Kendati terdengar ketus, Azizi dapat melihat kepedulian Christy lewat tatapan matanya. Hal itu membuat Azizi menyunggingkan senyum kemudian mengubah posisi tidurnya menjadi miring ke arah Christy, mengalasi kepalanya menggunakan punggung tangan.
"Boleh, deh. Jangan yang panas-panas ya, tapi, biar bisa langsung gue minum. Anget aja."
Christy menjawabnya dengan dehaman pelan. Mengambil mug di atas nakas lantas berjalan ke arah luar kamar, membuatkan teh hangat sesuai yang Azizi minta.
Azizi sendiri memilih menatap punggung mungil Christy yang berangsur-angsur pergi sampai benar-benar hilang di balik pintu. Isi kepalanya berkelana ke mana-mana dan salah satunya berkelindan ke janji yang ia buat pada mendiang Marshanda Emilia.
![](https://img.wattpad.com/cover/353380268-288-k947133.jpg)