Bagian 25. Rekonsiliasi Resolusi

1K 203 31
                                    

Seminggu kemudian di sepanjang ruas Jalan Ampera Raya.

Dua sejoli itu duduk di dalam mobil setelah berhasil menembus kerumunan wartawan yang mengantre di depan gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak pukul setengah delapan pagi—beberapa jam lebih awal daripada jadwal ketibaan Azizi Asa dan Angelina Christy dalam rangka memenuhi panggilan sidang mediasi.

Setelah hampir tiga puluh menit berada di dalam atmosfer yang sama setelah menyelesaikan serangkaian proses mediasi dengan kesepakatan damai, tetap tidak ada kata yang keluar dari lembab bibir mereka berdua. Keheninganlah yang merongrong keduanya sampai hampir aus semuanya.

Bukan tanpa sebab, Azizi agaknya masih cukup ragu untuk terlalu banyak mengajak bicara sang istri setelah berminggu-minggu mereka banyak larut di dalam sulut kemelut yang tiada putus. Christy pun masih dilanda mual luar biasa hingga rasa-rasanya dia hanya sanggup memejamkan mata sekarang-sekarang ini. Christy tidak tahu apakah ini wajar, tetapi sungguh kehadiran Azizi memperparah rasa mual yang dia alami sejak kemarin-kemarin. Perempuan itu sampai harus menyemprotkan setengah dari parfumnya ke tubuh seorang Azizi Asa hanya agar aroma tubuh sang suami tidak begitu mengganggu indera pembaunya.

"Kalau mampir mall dulu, kamu masih kuat enggak?" Azizi bertanya ketika mereka sampai di perempatan jalan yang berlampu merah. Sedikit mengalihkan tatap ke arah Angelina Christy yang menyandarkan kepala ke kaca jendela mobil. "Enggak, ya?"

"Ngapain?"

"Beli parfum kamu. Tadi habis 'kan buat nyemprot aku?"

Christy memijit pelipisnya yang mendadak berdentum sebelum menjawab pertanyaan Azizi Asa. "Enggak usah. Gue masih ada satu di apart."

"Serius?"

Christy berdeham. "Hu'um."

Melihat Christy meringis sambil memegangi kepala, Azizi tidak tahan untuk tidak memanjangkan tangan dan menyentuh bahu mungil perempuan tersebut. Tatapannya berubah khawatir, penuh akan kecemasan yang menggantung. "Njel, are you okay? Pusing banget? Tambah mual? Aku kebanyakan ngomong ya, dan bikin kamu makin enggak nyaman?"

Christy menutup mulut. Perutnya benar-benar bergolak seolah sedang ada molen raksasa yang mengaduk-aduk semua isi lambung. Dan kemudian, tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia keluar dari mobil. Berlari ketepian jalan raya dan memuntahkan isi perutnya di parit kecil.

Rasa perih langsung merayapi perutnya bersama sensasi panas yang membakar sampai ulu hati. Rasanya jauh lebih menyakitkan daripada saat ia diserang asam lambung kronis untuk pertama kalinya beberapa tahun lalu hingga ia tidak dapat menahan air mata yang merembes melalui ujung kelopak mata.

"Ke rumah sakit aja, yuk! Dingin banget badan kamu." Azizi, seperti sebelum-sebelumnya, sudah sigap berdiri di belakang punggung Christy. Satu tangannya menggenggam rambut sang istri yang ia kumpulkan di belakang kepala, sedangkan yang lainnya lagi dia gunakan untuk memijit tengkuk tersebut.

Christy berjongkok beberapa saat kemudian. Kepalanya dia benamkan di antara lipatan kedua tangan yang ia letakkan di atas lutut, seolah-olah sudah habis semua tenaganya pagi ini hingga hanya untuk mengiyakan ataupun menolak ajakan Azizi, dia merasa tak cukup mampu.

"Njel?"

Christy mengangkat wajahnya yang sudah pias kemudian berdiri pelan. Menarik napas pelan-pelan dan mengangguk. "Ayo."

"Bisa jalan sendiri?"

"Bisa, kok."

Mereka masuk ke dalam Mazda berwarna hitam milik Azizi yang agaknya sudah memicu amarah dan lirikan sinis dari pengguna jalan lain karena ia berhentikan begitu saja di pinggiran jalan.

KONSTELASI RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang