Bagian 09. Why Can't We for Once?

1.1K 171 27
                                    

Christy membuang napasnya dengan begitu malas ketika menyadari bahwa hari ini dia kedatangan tamu bulanan sungguhan. Padahal, besok dia harus pergi ke Kupang untuk memberikan keterangan ahli terkait kasus korupsi yang didakwakan kepada masyarakat hukum adat di kawasan Manggarai Timur.

Bukan tanpa sebab Christy merasa malas—dan sedikit sedih—saat tahu tamu bulanannya datang menjelang hari sidang. Seperti yang sudah-sudah, hari pertama sampai kedua menstruasi biasanya tubuh dan perasaannya tidak akan dapat diajak bekerja sama, entah karena rasa pegal di pinggang sampai pinggul, nyeri perut yang luar biasa, juga suasana hatinya yang mendadak berubah-ubah sesukanya—hal-hal kecil yang menurut Christy amat sangat tidak mendukung kelancaran sidang dari dalam dirinya sendiri.

Namun, apa boleh buat? Christy juga tidak dapat mencegah supaya menstruasinya datang sedikit lambat, setidaknya sampai sidang pemeriksaan terlaksana. Dia hanya dapat berdoa semoga kali ini, tubuhnya tidak setidakkaruan itu menghadapi hari pertama dan kedua menstruasi.

Setelah mengganti celana, Christy berniat untuk melanjutkan tidurnya yang terusik pada pukul setengah satu dini hari. Tubuhnya, kalau boleh jujur, masih cukup lelah dan kurang fit setelah diajak menginap di rumah sakit guna menunggu Azizi tiga hari lamanya.

Menutup pintu kamar mandi, Christy justru menemukan Azizi sudah berdiri sambil menghadap pantry. Harum aroma bumbu-bumbuan yang ditumis pria itu membuat Christy ingin sekali mendekati sang suami sambil bertanya apa yang sedang dimasak Azizi pada pukul setengah satu pagi. Namun, mengingat kejadian sore tadi, Christy jadi malas sendiri.

Memutar langkahnya ke arah kanan, ia memilih mengabaikan Azizi dan semua kesibukannya di balik pantry. Lebih baik ia melanjutkan tidurnya dan mengumpulkan energi untuk besok pagi. Kapan lagi juga 'kan Christy bisa tidur di bawah pukul tiga dini hari?

Menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sampai sebatas dagu, Christy kemudian berusaha memejamkan mata. Masuk kembali ke dunia mimpi yang sempat ditinggalkannya. Namun sayang, bermenit-menit berlalu, kantuknya tak kunjung datang juga. Entah karena harum aroma tumis-tumisan bumbu dari arah dapur yang membuat perutnya menjadi keroncongan atau karena sistem di dalam tubuhnya yang telanjur mendeteksi bahwa Christy sudah tidur beberapa saat lalu sehingga tidak dapat semudah itu lagi untuk memejamkan mata.

Christy ingin sekali menyingkap selimut, tetapi derap kaki yang terdengar di telinga membuat Christy urung melakukannya. Ia memilih menarik selimutnya semakin tinggi, berharap Azizi-yang dia yakini adalah pemilik derap tersebut—membacanya sebagai gestur tak mau dibangunkan. Namun sayang, permohonan yang Christy gumamkan kepada Tuhan sepertinya belum dapat Ia kabulkan. Azizi tetap mendekat ke arah Christy dan pelan-pelan sekali duduk di balik punggungnya.

Christy dapat merasa tangan Azizi menyentuh bahunya. Teramat lembut dan pelan, senada dengan nada bicara yang pria itu susulkan untuk membangunkan Christy kemudian.

"Angel, bangun, yuk. Gue baru kelar masak perkedel kentang sama telur ceplok bumbu serai kaya kemarin. Kita makan bareng. Lo belum makan 'kan seharian?" ujar Azizi. Suaranya terdengar halus dan lembut sampai-sampai Christy merasa bahwa suara Azizi bisa saja hilang ditelan bunyi air conditioner di kamar mereka yang berdengung.

Christy, seperti tekad awalnya tadi, berusaha mengacuhkan Azizi. Ia pejamkan matanya seerat mungkin, berusaha meyakinkan sang suami bahwa ia telah larut di dalam alam mimpi dan tidak dapat diganggu untuk alasan apa pun serta bagaimanapun.

Hormon bulanannya sedang menolak berinteraksi dengan si Azizi Azizi ini setelah semua yang terjadi sore tadi.

"Angel, bangun, dong. Kalau lo enggak mau makan karena punya jam malam, seenggaknya temenin gue makan. Gue enggak biasa makan sendirian."

KONSTELASI RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang