Bagian 15. Cinta yang Hadir dengan Selamat

713 109 58
                                    

Setelah malam itu, Azizi dan Christy seperti terjebak di dalam keheningan yang begitu panjang. Sejak malam pergi beranjak sampai pagi bertandang, tiada suara yang terdengar hangat dan mengudara. Hanya ada kedinginan-kedinginan yang membungkus atmosfer di sekitar Angelina Christy dan Azizi Asa, seolah-olah, di antara mereka berdua sedang dibangun sekat raksasa yang maha tinggi dan luar biasa besar.

Keputusan Christy terdengar sudah sangat bulat dan tidak ada yang dapat menawar-nawarnya lagi. Perceraian menjadi satu-satunya hal paling masuk akal di dalam kepala perempuan itu, kendati sejatinya cerita yang telah lama didamba di antara mereka berdua baru saja dimulai. Christy tidak dapat melihat bayangan masa depan bersama Azizi Banyubiru sejak hari di mana ia tahu kalau laki-laki itu masih menyimpan perasaan dan segudang cinta untuk mendiang wanita yang diperkenalkan bernama Marshanda Emilia.

Menurut Christy, tidak ada lagi yang perlu ditahan-tahan di dalam hubungan mereka. Tidak ada lagi yang perlu dan mampu diperjuangkan sebab pada akhirnya, selama Azizi masih terus menerus menolehkan kepala ke arah sesuatu yang sudah selesai dan usai, semuanya hanya akan berakhir sia-sia. Christy tidak mau menjadi cangkang-cangkang kosong yang menampung ketidakberdayaan Azizi melupakan mantan kekasihnya, tidak mau juga membangun rumah tangga bersama lelaki yang belum betul-betul beranjak dari semua keping ingatannya pada wanita lain. Berkaca dari rumah tangga Sarah dan Bima yang hancur lebur karena hal serupa, Christy rasa, lebih baik semua dicukupkan sekarang daripada makin banyak yang menderita akibat mereka nekat bersama-sama.

Azizi juga sudah kehabisan akal untuk membujuk Christy supaya mau bertahan. Dia selalu terbungkam telak setiap kali perempuan itu mengeluarkan alasan mengapa layak bagi mereka menjemput perpisahan. Dan bungkamnya Azizi, setidaknya menurut Angelina Christy, menunjukkan betapa sejatinya lelaki ini tidak memiliki cukup alasan mengapa keduanya tetap harus bersama-sama, selain bualan tentang sakralnya pernikahan yang tidak dapat dipermainkan.

Demi Tuhan, Christy sudah tidak peduli dengan bualan dan omong kosong yang dikeluarkan oleh Azizi Asa tentang sakralnya pernikahan. Azizi sendiri yang meludahi janji suci mereka.

Malam kemudian berakhir. Pelan-pelan gelapnya merangkak pergi, digantikan oleh terang mentari di kaki langit sebagai pertanda bahwa hari telah—dan akan terus—bergulir.

Tiga hari berjalan setelah malam yang panjang dan penuh keheningan itu mereka berdua lalui, Christy dan Azizi kembali menjadi sepasang orang asing yang saling memunggungi. Christy sudah tidak mau pulang ke apartemen milik Azizi, tidak membuka akses komunikasi sama sekali, bahkan begitu sulit untuk ditemui.

Pikiran liar Azizi kadang mendorongnya untuk menemui Christy langsung di kampus tempat perempuan itu mengajar. Di sana, dia tentu akan dapat dengan mudah menemukan keberadaan Christy, mengajaknya berbicara, dan kembali menawarkan masa depan seperti yang selama ini dia lukan kepada perempuannya. Namun, Azizi sadar, menemui Christy langsung ke kampus sama saja mencari mati. Alih-alih mendapatkan kesempatan untuk membuktikan janji-janjinya, Azizi yakin kalau Christy justru akan makin membencinya.

Mereka akan jadi tontonan orang-orang dan hubungan yang belum sempat mereka kabarkan kepada khalayak ini akan terbongkar dengan cara yang kurang baik. Bukan hanya namanya yang akan terseret, tetapi juga nama Christy dan reputasinya sebagai akademisi.

Azizi jadi seperti orang bodoh yang tidak dapat melakukan apa pun ketika pernikahan yang tengah ia dan istri jejaki ada di ujung jarum perpisahan. Padahal, bohong sekali kalau Azizi tidak sungguh-sungguh ingin memperjuangkan hubungannya dengan Christy. Rasa tidak ingin melepaskan perempuan itu, rasa ingin terus mendekapnya, menjaganya, membantu Christy meredakan satu demi satu badai di dalam kepala, muncul sejak malam mereka yang penuh gairah.

Cinta itu datang dengan selamat, tetapi sayang, terlambat.

"Gue cari dari tadi, ternyata di sini."

Evan masuk ke dalam ruangan yang biasa digunakan untuk melakukan rekaman. Di tangannya, ada dua atau tiga lembar kertas berwarna putih yang Azizi duga adalah jadwal pentas mereka yang sudah diperbarui oleh Noe, manajer mereka

KONSTELASI RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang