Christy menutup laptop yang ia gunakan sebagai media mengajar tepat pada pukul lima lebih empat puluh sore hari, tentu dengan perasaan lelah yang luar biasa hebatnya.
Baru sempat menyantap nasi sekali pada pukul setengah tujuh pagi, menjadi alasan mengapa kepala Christy dihantam denyut-denyut menyakitkan sedari tadi. Perutnya terasa perih, barangkali karena terlalu banyak mereguk minuman berkafein seharian ini. Tolong jangan salahkan Christy, salahkan saja mengapa otaknya hanya dapat berfungsi dengan cukup baik setelah menyesap gelas-gelas kopi.
Menghela napas, Christy perlahan bangkit dari kursi yang tadi ia duduki, mengambil MacBook berwarna abu-abu yang menemaninya mengajar hampir tiga tahun ini kemudian menyelipkannya di sebelah badan. Di tengah rasa lelahnya, Christy hanya berharap hari ini dia tidak diganggu oleh mahasiswa-mahasiswanya secara tiba-tiba, untuk alasan apa pun dan bagaimanapun. Ia ingin segera kembali ke ruangannya, memastikan tak ada satu pun barang yang tertinggal, kemudian bergegas pulang dan mengistirahatkan semua rasa lelah yang bersemayam di sekujur badan.
Langkah kaki Christy terlihat begitu gontai menuruni undak-undakan gedung IV-gedung tempatnya mengajar sedari pukul delapan pagi-dan naik lagi ke undak-undakan kecil yang menghubungkan pelataran fakultas dengan gedung A. Beberapa sapaan mahasiswa mampir di telinga, tapi sumpah demi apa pun, Christy sedang tidak memiliki energi untuk membalas sapaan itu.
Menekan tombol elevator di gedung A yang menjadi gedung tempat ruang-ruang dosen berada, Christy kemudian masuk ke dalam sana. Namun, sebelum jarinya yang lentik menyentuh tombol agar pintu itu tertutup, seorang rekan dosen berlari dengan cukup tergesa-gesa, seolah menyuruh Christy agar menunggunya tiba di sana.
"Mbak Christy, tunggu!"
Christy praktis mengurungkan niat untuk menutup elevator itu. Kakinya secara refleks mundur sebanyak satu langkah, memberikan ruang bagi dosen senior di fakultasnya agar dapat ikut masuk ke dalam kubikel.
"Untung belum telat. Nunggu lama lagi nanti." Satu hela napas penuh kelegaan muncul dari hidung dan mulut dosen wanita itu, sebelum kemudian menatap Christy dengan senyum yang mengembang lebar. "Makasih, ya, Mbak, enggak buru-buru nutup pintunya. Agak sebel, nih, saya. Dosen sebanyak ini, tapi lift gedung A cuma dua. Mana yang satu rusak enggak bener-bener dari kemarin."
Christy, selelah-lelahnya ia hari ini, jika yang mengajak berbicara adalah seniornya, tentu tetap akan berusaha memberikan tanggapan sebaik mungkin. Wajah lelah yang tadi ia tunjukkan pada setiap sapa yang keluar dari mulut mahasiswanya, ia biarkan menguap begitu saja di hadapan Bu Ayana, dosen dari Departemen Hukum Agraria, sekaligus dosennya sewaktu menempuh strata satu kala itu.
"Sama-sama, Bu Ayana." Menganggukkan kepala, kemudian menambahkan, "Baru selesai mengajar juga, Bu?"
Ayana mengangguk. "Iya, Mbak. Baru selesai ngajar kelas konsentrasi ini makanya sampai sore banget. Mbak Christy juga?"
"Iya, baru selesai mengajar, tapi bukan kelas konsentrasi, melainkan Hukum dan Teknologi tadi di gedung IV."
Bu Ayana menggumam, mengangguk-anggukkan kepala tanpa pemahaman. "Ah, iya. Masih dapat beban mengajar mata kuliah umum, ya."
Christy tersenyum, menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga. "Begitulah, Bu. Namanya dosen muda, Bu Ayana pasti lebih paham."
Keduanya kemudian tertawa bersama, memenuhi seisi elevator yang longgar itu dengan suara renyah mereka.
"Dinikmati saja, ya, Mbak. Hitung-hitung buat tambah-tambah jam mengajar," ujar Bu Ayana mengusap bahu Christy yang mungil itu.
Detik berikutnya, denting elevator membuyarkan obrolan mereka. Pintu kubikel pun terbuka, pertanda bahwa salah satu di antara mereka telah tiba di lantai tujuan.
![](https://img.wattpad.com/cover/353380268-288-k947133.jpg)