Azizi mencengkeram roda kemudi mobil yang ia kendarai sampai buku-buku jarinya memutih.
Dia mengemudikan mobil secara serampangan dan ugal-ugalan, mengabaikan rambu lalu lintas dan pengendara jalan lain, serta umpatan-umpatan kasar yang barangkali sudah dilontarkan pada orang-orang di dalam mobil mereka untuk Azizi Asa yang sedang dikuasai emosi dan rasa frustasi.
Lima belas menit lalu, Christy mengusirnya dari rumah Sarah Aishwara dengan pipi yang berlinang air mata. Suaranya parau, tetapi melengking tinggi ketika menghardik Azizi supaya pergi dari dalam kamarnya yang berantakan dan penuh dengan sisa-sisa keputusasaan.
Azizi hampir berkeras kepala untuk tetap tinggal, tidak memperdulikan hardikan Christy, atau sumpah serapah yang dilayangkan sang istri. Namun, ketika Sarah Aishwara juga ikut turun tangan dan memintanya pergi—setidaknya untuk kali ini—Azizi tak lagi mampu membantah dan dengan terpaksa bergegas pergi. Biar bagaimanapun, apa yang Sarah katakan tidak dapat ia ingkari bahwa Christy butuh waktu untuk menenangkan diri.
Azizi mencoba memahami bahwa semua hal yang terjadi sejak siang tadi terlalu tiba-tiba bagi seorang Angelina Christy yang asing dengan dunia yang digeluti oleh Azizi.
Christy yang tertutup dengan semua kisah hidupnya, mati-matian menjaga privasi keluarga serta semua hal yang menyangkut kehidupan pribadi, tiba-tiba mendapat banyak sekali acungan telunjuk dan atensi dari publik yang sebagian lainnya juga berisi intimidasi.
Mereka membanding-bandingkan Christy dengan mendiang Marshanda Emilia, Fiony Alveria, dan beberapa wanita lain yang kerap diisukan dekat dengan Azizi Asa. Sebagai yang sudah lebih dahulu malang melintang di jagat industri hiburan, Azizi selalu mahfum bahwa ini bukan sesuatu yang mudah diterima, apalagi untuk Christy yang tak pernah suka kehidupannya diusik oleh orang-orang asing tak dikenal.
Pikiran Azizi melayang ke alat tes kehamilan yang ia temukan di dalam kamar mandi beberapa jam lalu ketika dia akan menemui Christy.
Ada dua garis berwarna merah yang terlihat sangat jelas di sana sebagai penanda bahwa sekarang, di dalam diri perempuannya yang penuh nestapa, ada nyawa lain yang sedang berusaha berbagi kehidupan dengannya.
Azizi merasakan campuran kehangatan, ketidakpercayaan, tetapi juga kebingungan. Di tengah karut-marut hubungan mereka berdua, kariernya yang terancam hancur akibat kecerobohan yang dilakukannya sendiri, serta situasi yang benar-benar sedang tidak berpihak pada dia dan Christy, Azizi tidak yakin apakah mereka berdua mampu menjalani semuanya semudah dan sehangat orang-orang di luar sana.
Azizi memikirkan bagaimana sulitnya Christy. Tekanan yang besar ini tidak dapat dia biarkan, dia harus membuat sebuah keputusan. Setidaknya untuk janin di dalam diri istrinya yang barangkali masih berwujud gumpalan tak bernyawa, untuk tanggung jawabnya sebagai seorang ayah, dan... ya, mungkin suami dari perempuan yang berkali-kali dia buat terjerembab dalam jurang nestapa. Namun, bagaimana caranya?
Otak Azizi masih berpikir keras sampai akhirnya sebuah panggilan masuk ke ponselnya di atas kursi penumpang. Tanpa menoleh ke arah kursi tersebut, Azizi menggapai benda pipih tersebut, menggeser dial teleponnya, dan membiarkan panggilan tersebut tersambung di udara.
"Halo?"
"Di mana lo?"
Suara itu terdengar ketus dan penuh amarah. Azizi bisa merasakannya bahkan hanya dari cara perempuan tersebut mengatur napas.
"Di jalan, Chik."
"Brengsek ya, lo, Zi! Anjing tahu, enggak? Bisa-bisanya lo ngebiarin manajemen ngeluarin statement kaya gitu di depan publik. Lo pikir adik gue apaan? Dia enggak semurahan itu sampai harus ngemis-ngemis atensi sama cowok kaya lo."
![](https://img.wattpad.com/cover/353380268-288-k947133.jpg)