14. Opsi menulis

54 13 2
                                    

Berikan dukungan kalian buat Lara berupa vote dan komen ya Sunflower (⁠☆⁠▽⁠☆⁠). Oh ya. Satu lagi, jangan jadi Readers silent ya!

Alger dan Naomi saat ini tengah duduk di sofa yang saling berhadapan dengan sebuah meja sebagai batasannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alger dan Naomi saat ini tengah duduk di sofa yang saling berhadapan dengan sebuah meja sebagai batasannya. Naomi berdehem canggung, jari jemari lentiknya mematikan sweater yang dipakainya.

Alger menatap bingung tingkah Naomi, tapi yang ia tangkap saat ini adalah Naomi terlihat imut. Ia menahan dirinya agar tak tersenyum.
“Kenapa?”

Naomi mengulum bibirnya. Naomi ragu jadi ia hanya bisa mengatupkan kembali bibirnya. Alger tersenyum geli, ia kembali berucap pada Naomi untuk tidak ragu mengatakan sesuatu padanya. Naomi menghembuskan napasnya panjang.

hufftt

“Kak, boleh gue minta tolong?” Alger mengerutkan keningnya, namun sesaat kemudian ia mengangguk seraya mengijinkan.

“Bantuguemenuliskannaskahcerita,” ucap Naomi cepat, bahkan sedikit membuat Alger bingung dan tidak mengerti apa yang Naomi bicarakan padanya.

“pelan-pelan, Nao.”

“Bisa bantu gue menuliskan naskah cerita?” lirih Naomi.

Alger mengangguk paham, jadi hanya Karna hal itu? Kenapa Naomi sulit sekali mengatakannya? Heran Alger.

“Bisa. Sebentar akan saya ambilkan laptop dulu. Pakai laptop, kan?” Naomi mengangguk, Alger bergegas mengambil laptop Naomi yang berada di atas meja belajar Naomi.

“Mau menulis apa?” tanya Alger setelah kembali duduk dari mengambil laptop.

  Mata Alger memicing menatap tanggal terakhir Naomi update cerita terbarunya. 31 Maret, tepatnya sekitar 5 tahun yang lalu dia Hiatus. Bahkan beberapa Readers nya me-spam pesan dalam lapaknya.

“Miyra memaparkan dirinya ke sinar matahari dan menjadi terlihat lagi,” Alger mulai mengetik kata demi kata dalam laptop tersebut.

Alger menengok sekilas pada Naomi terlihat sedikit raut wajah sendu yang Naomi tampilkan.

“Setelah itu,  Miyra kembali bermain dengan teman-temannya. Tapi jauh di lubuk hatinya, Miyra masih merasa takut. Dia takut teman-temannya tidak akan menyambut nya seperti dulu.”

Alger menghentikan acara mengetiknya, dapat ia lihat setetes air mata Naomi jatuh di pipi. Tangannya terulur menghapus air mata tersebut lembut. Entah mengapa Alger merasa jika cerita ini berasal dari realita Naomi sendiri.

Alger bertanya pada Naomi apakah dia baik-baik saja, yang hanya dijawab dengan senyum kecil yang terlihat dipaksakan. Alger memaklumi itu, memangnya siapa dia bagi Naomi? Tak ada yang sepesial. Naomi meminta Alger untuk melanjutkan mengetik.

“Sinar matahari keesokan harinya menciptakan kembali bayangan Miyra. Miyra menyadari bahwa satu-satunya cara untuk mematahkan kutukan itu adalah dengan terus mengejar sinar matahari,” ujar Naomi menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa, matanya memejam.

“Boleh saya bertanya?” Naomi mengangguk kecil. “Kenapa kamu menulis hal yang menyedihkan, tidak, maksud saya mengapa kamu memilih menulis ini?”

“Lo tahu, kak? Beberapa orang menulis itu memiliki banyak alasan yang berbeda-beda. Ada yang menulis tentang patah hati, padahal dia sendiri yang pergi. Ada orang yang menulis tentang disakiti, padahal dia sendiri yang menyakiti. Ada yang menulis karna jatuh hati, padahal realitanya tokoh yang kita abadikan tak pernah jatuh hati pada kita. Ada juga yang menulis karna memang banyak imajinasinya, jadi dia memutuskan untuk menuangkan imajinasinya dalam bentuk karya,” jelas Naomi.

“Lalu kamu? Apa alasan kamu menulis ada di antara opsi tersebut?”

Naomi tersenyum tipis. “Tidak. Alasan gue menulis itu karna gue menyukai semua hal yang berkaitan dengan sastra. Menulis juga membuatku bisa menuangkan seluruh emosi yang ku pendam sendiri. Lo tahu, kak. Dengan menulis, dari situ gue bisa membuat tokoh yang kehidupannya menyerupai diri gue, dan dari situlah gue bisa hidup dan mati berkali-kali.”

“Dari banyaknya opsi, mengapa kamu memilih menulis? Padahal banyak hal yang bisa kamu lakukan untuk menuangkan emosimu.”

“Benar. Tapi hanya dengan menulis lah kita bisa membuat impian setiap kita menjadi kenyataan, meskipun realitanya itu hanyalah sebuah kebohongan.”

Alger berdecak kagum, dia dulu pernah bermimpi juga ingin menjadi penulis, tapi sayang Leron melarangnya. Katanya kita akan mendapatkan keuntungan dari menulis, justru kita akan selalu dibuat overthinking dan insecur atas tulisan dari penulis lain. Belum lagi ditambah tidak ada penerbit yang melirik naskah kita, bukankah itu tak ada untungnya? Sudah capek-capek merangkai kata, eh malah banyak Readers silent, belum lagi banyak naskah yang dianggurin.

Begitulah yang Leron katakan padanya, jadi dia hanya bisa menyetujuinya. Toh, apa yang Leron katakan itu semua benar adanya. Netra kelamnya menatap Naomi dengan intens.

'Semoga kita adalah kekal yang semestinya.' doa Alger dalam hati, berharap itu tidak salah, kan?

' doa Alger dalam hati, berharap itu tidak salah, kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


31 Mei 2024
Publish pukul 23.59 WIB

Last Picture [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang