{08} Apa itu sakit? ❗

78 5 18
                                    


Chayra menata meja makan dengan cermat, memastikan setiap piring dan sendok tersusun rapi. Aroma masakan memenuhi ruangan, namun hatinya terasa kosong. Dia menatap pintu ruang kerja suaminya yaitu , Aksara yang terletak di dekat ruang tengah rumah. Di balik pintu itu, Aksara masih bersama kekasihnya.

Dengan hati yang berat, Chayra melangkah ke pintu dan mengetuk pelan. "Kak, makan malam sudah siap," panggilnya dengan suara bergetar. Dia tahu bahwa panggilannya mungkin tidak dihiraukan, namun dia tetap berharap. Hati Chayra terasa pedih setiap kali dia memikirkan kebersamaan Aksara dengan wanita lain, terlebih lagi di dalam rumah mereka sendiri.

Sambil menunggu jawaban, Chayra memejamkan mata, berusaha mengumpulkan kekuatan. Ia tahu bahwa dirinya harus tetap tegar meski situasi semakin sulit. Namun, setiap detik yang berlalu tanpa respons dari Aksara membuat luka di hatinya semakin dalam. Dia hanya bisa berharap bahwa suatu hari, keadaan akan berubah.

Chayra masih berdiri di depan pintu ruang kerja Aksara, hatinya berdebar-debar. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Aksara keluar bersama Putri, kekasihnya yang cantik dan terlihat dewasa itu. Chayra mencoba tersenyum meski hatinya terasa perih.

"Kak, makan malam sudah siap," kata Chayra dengan suara lembut, berusaha menyembunyikan kesedihannya.

Aksara mengangguk singkat. "Ayo kita makan," ujarnya sambil mengajak Putri dengan suara lembut.

Mereka berjalan menuju meja makan. Chayra duduk di salah satu sisi meja, sementara Aksara dan Putri duduk bersebelahan. Ketika mereka mulai makan, Aksara dan Putri terlibat dalam percakapan yang hangat dan penuh tawa, seakan-akan Chayra tidak ada di sana.

"Aku suka sekali masakanmu, Chayra. Kamu benar-benar pandai memasak" puji Putri dengan senyum manis.

"Terima kasih, mba. Chayra senang kamu suka," balas Chayra dengan suara pelan.

"Kok mba sih. Panggil aja aku putri yah" ucap Putri dengan suara lembut membuat Chayra tersenyum dan berfikir bahwa Aksara memang tidak salah memilih wanita selembut Putri.

Chayra mencoba tetap tenang, menyuapkan makanan ke mulutnya tanpa selera. Setiap kali Putri dan Aksara berbicara, hatinya terasa semakin hancur. Namun, dia tetap menjawab dengan singkat setiap kali diajak bicara.

"Chayra, bisa ambilkan air putih?" tanya Aksara tanpa menatapnya.

"Ya, kak," jawab Chayra singkat, lalu berdiri untuk mengambilkan air.

Saat Chayra kembali ke meja dan meletakkan gelas di depan Aksara, Putri melanjutkan ceritanya. "Jadi, aku punya ide untuk proyek kita selanjutnya mas. Aku pikir itu akan sangat sukses."

Aksara tersenyum penuh antusias. "Wah, aku tidak sabar mendengarnya lebih detail, dek. Kamu memang selalu punya ide-ide brilian."

Chayra hanya bisa duduk di sana, mendengarkan percakapan mereka tanpa bisa benar-benar ikut serta. Dia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri, namun dia berusaha tegar, menahan air mata yang hampir tumpah. Makan malam itu terasa begitu panjang dan menyakitkan baginya, tapi dia tetap bertahan.

Setelah makan malam selesai, Putri memandang Chayra dengan senyum tulus. "Chayra, boleh ngga aku bantuin kamu membersihkan meja makan dan mencuci piring? Aku mau membantu juga, masa makan enaknya doang."

Chayra terkejut sejenak, namun ia mengangguk. "Tentu, mba eh kak Putri. Terima kasih."

"Loh sekarang kak. Emang usia kamu berapa" tanya putri

"Baru 18 mau ke 19 mba" jawab Chayra membuat Putri terkejut

"Wow!!! Yaudah ngga papah kamu panggil aku kak juga" jawab putri yang awalnya terkejut dengan usia Chayra.

"Muka Chayra kelihatan tua yah kak" tanya Chayra dengan suara sedikit pelan

"Astaga! Ngga kok. Justru aku kira kamu masih 17 tahun loh. Orang masih cantik sama imut gini kok" jawab Putri

"Tapi muka Chayra bruntusan. Jadi kelihatannya tua dan jelek" ucap Chayra sambil tersenyum getir

"Chayra ... Chayra ... Dengarkan kaka yah. Kamu itu cantik banget. Siapa yang bilang kamu jelek dan tua, hummm. Itu tandanya mereka ngga bisa membedakan mana cantik dari luar dan mana yang cantik dari dalam" jawab Putri membuat Chayra terenyuh dengan ucapan Putri.

"Yaudah, sekarang kita lanjutkan beres-beresnya yah" ajak putri membuat Chayra menaggguk setuju. Sedangkan, Aksara yang ingin mengambil air minum pun tidak jadi saat mendengar dua wanita itu saling berbincang.

Mereka berdua mulai membersihkan meja, mengumpulkan piring dan gelas. Sementara Aksara kembali duduk di ruang tamu, mengamati mereka dari kejauhan. Putri berusaha memecahkan keheningan dengan berbicara.

"Jujur, masakanmu enak banget, Chayra. Kapan-kapan Aku belajar dari kamu, boleh yah" kata Putri sambil tersenyum.

Chayra hanya tersenyum tipis. "Terima kasih, kak Putri. Chayra senang kaka suka."

Setelah meja bersih, mereka menuju dapur untuk mencuci piring. Suasana di antara mereka canggung, namun Putri tetap berusaha bersikap ramah. Ketika pekerjaan beres-beres selesai, Putri mendekati Aksara yang sedang duduk di sofa.

"Mas, aku pikir sebaiknya malam ini kamu tidur sama Chayra saja. Aku bisa tidur di kamar tamu," ujar Putri dengan nada lembut.

Aksara terlihat ragu sejenak, lalu menghela napas. "Dek, lebih baik aku tidur di tempat khusus ruang kerja aja. Chayra bisa tidur di kamarnya dan kamu di kamar tamu."

Chayra merasa lega mendengar keputusan Aksara meskipun ia tahu bahwa ini bukanlah solusi yang ideal. Putri tampak sedikit kecewa, namun ia mengangguk memahami.

"Baiklah, kalau itu keputusanmu," kata Putri.

Malam itu, Chayra masuk ke kamarnya sendiri, merasakan campuran perasaan lega dan kesedihan. Putri menuju kamar tamu sementara Aksara menetap di ruang kerjanya. Meskipun Aksara tidak tidur bersamanya, Chayra merasa sedikit lebih tenang, berharap bahwa suatu hari, situasi yang menyakitkan ini akan berubah. Di dalam hatinya, ia masih berharap bisa kembali merasakan kebahagiaan seperti dulu ketika bersama Putri.

Berbagi Suami [THE END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang