Chapter 10

8 0 0
                                    

Kini Eyra tengah berada di salah satu toko perlengkapan seni, gadis itu akan membeli beberapa cat untuk mengisi persedian art suppliesnya yang sudah menipis. Ketika tangannya hendak meraih cat, seseorang mengambil alih atensinya.

"Pilihlah cat ini, cat yang ingin kau beli berkualitas rendah. Itu hanya akan merugikan karyamu saja," sontak Eyra menoleh. Ia menutup mulutnya.

Artha?

"Eh p-pak."

"Apa kau mengerti?"

"O-oh iyaa terimakasih pak."

"Artha."

Eyra mengernyit, apa maksud pria itu.

"Tak usah memanggilku dengan embel-embel, pak."

Eyra mengangguk lalu pergi meninggalkan gadis itu begitu saja, membuatnya menarik nafas panjang.

"Wah dari awal ketemu pun dia memang irit dalam berbicara, apalagi sering ketemu dikelas, kalau bukan membahas tentang materi yah paling ngeroasting, dasar dosen," gumamnya.

"Tapi apa bisa seorang sepertinya disebut dosen, ini mah kegantengan," Eyra masih menggeleng tak percaya. Namun tangannya tetap memilih-milih barang yang hendak di belinya lagi.

Saat Eyra sudah selesai berbelanja, hujan turun dengan deras, ia pun terpaksa untuk menunggu di kursi dekat toko, namun yang tak diduga Artha pun masih berada di sana. Bau petrichor tercium begitu semerbak, Eyra berpikir keras apakah ia harus duduk atau berdiri saja, ia harus menjaga sopan santunnya bukan.

"Duduk saja," Eyra mengangguk lalu duduk.

Hujan terdengar begitu nyaring terlebih mereka hanya saling diam, hingga akhirnya Eyra memutuskan untuk membuka suaranya.

"Apa anda mengingat saya?" Artha mengangguk.

"Maafkan kelancangan saya waktu itu saat di taman, saya tidak mengetahui kalau anda akan menjadi dosen saya," ucapnya tulus.

Beneran deh kupikir kau juga seorang mahasiswa. Batinnya.

"Waktu itu saya memang belum menjadi dosen, lagi pula umur kita hanya terpaut dua tahun."

"Hah? Kok bisa? Kok tahu? Gimana gimana?"

"Pendidikan saya lebih cepat. Apa kau memang banyak bicara seperti ini?"

"Hah? ah, apa? eh, saya? Memangnya saya terlalu banyak bicara? Tapi kalau iya, memangnya kenapa?" Artha hanya menggeleng.

"Anda lulusan universitas apa kalau boleh tahu?"

"Glasgow School of Art"

"Itu dimana?"

"Di luar negri"

"Wowww"

Tanpa sepengetahuan Eyra, Artha tersenyum sangat kecil.

"Apa kita bisa berteman? Ohyah berarti benar umurmu memang 22 tahun? aku 20 soalnya."

"Ya."

"Ya untuk jawaban dari pertanyaan yang mana?"

"Keduanya."

"Tapi secepat-cepatnya juga, ini kecepetan bukan. Sangat tidak masuk akal jika kau sudah menjadi dosenku, terlebih jika aku melihat gelar dibelakang namamu," Eyra sontak menutup mulutnya, keceplosan dengan panggilan yang ia lontarkan begitu santai untuk berbicara dengan seorang dosen. Yah, panggilan Aku-Kau-Kamu itu memangnya pantas jika kita berbicara dengan dosen?

"Santai saja, kau juga ingin lulus lebih cepat bukan?" Artha yang menyadari kecerobohan Eyra, malah merasa senang.

"Belajarlah dengan giat, Eyra."

ResetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang