Mata yang awalnya terpejam kini perlahan terbuka, Eyra berdiri di pinggir jalan. Malam itu terasa mencekam, Eyra mendapati sosok Eyra SMP sedang berdiri mematung didekat gedung pencakar langit, tak lama gadis itu berlari masuk ke dalam gedung. Eyra SMP kelelahan mengikuti sosok laki-laki bertopi hitam, namun ia terus melanjutkan langkahnya, sampai Eyra ikut berhenti ketika keduanya sampai di lantai paling atas. Eyra SMP bersembunyi.
"Ck! Alan.. Alan.. tinggal loncat saja apa susahnya sih, apa kau butuh bantuanku?" Alan sontak membalikkan tubuhnya, menatap pemilik suara yang secara tidak langsung menyuruhnya untuk mati saat ini juga.
Alan? Apakah ini detik-detik sebelum Alan meninggal? batin Eyra.
Alan memang berfikir seperti itu, tetapi manusia mana yang kejam mendorong keinginan buruknya? Ternyata ada yang mengikutinya sejak tadi, atau kekacauan ini memang ulahnya? Sungguh Alan tidak tahu, ia hanyalah siswa smp biasa yang masih sangat lugu.
"Kenapa? Terkejut? Bagaimana rasanya dihancurkan oleh ayahmu sendiri? Sakit? Uluh.. uluh.. kasihannya Alan," anak laki-laki itu tertawa seraya memasukkan tangannya ke dalam saku, menatap Alan remeh.
"Mana teman yang selalu kau agung-agungkan itu? Oh iya, bukannya ada tambahan personil yah? Hm.. apakah kau memang tidak sepenting itu untuk mereka? Sepertinya iya. Ku bilang juga apa Alan, lebih baik kau bergabung denganku saja," tangan kanannya kini menepuk pundak Alan akrab, membuat Alan merasa semakin jengah dan muak.
"Jangan sok-sokan jadi pahlawan, kalau melindungi keluargamu sediri saja kau tidak bisa. Alanta Magesta," lantas anak itu berbisik.
"Ini baru permulaan, besok mungkin Agress, atau.. Aksa saja? Biar permainan kita segera berakhir," Alan menajamkan pandangannya dan mendorong keras bahu lawan bicaranya saat ini.
"Jangan berani-beraninya kau menyentuh teman-temanku."
Eyra yang jelas tidak akan diketahui kehadirannya mendekati kedua remaja SMP yang sedang beradu mulut. Eyra dapat melihat dengan jelas wajah anak SMP yang menggunakan topi hitam, namun Eyra tak pernah merasa mengenal laki-laki itu.
"Teman-temanmu yang mana? Apakah mereka masih bisa disebut teman disaat seperti ini saja mereka tidak ada untukmu. Jangan munafik, Alan!"
"Mereka tidak perlu tahu apa yang aku alami."
"Namanya teman itu harus tau, Alan. Dan mereka juga harus merasakan apa yang kau rasakan."
"Tida-
Anak bertopi hitam itu mendorong Alan yang sudah lemas karena kehabisan banyak darah. Eyra menutup mulutnya tak percaya.
"Selamat tinggal Alanta Magesta!" ia tersenyum kemenangan menatap keputus asaan sang pemilik nama.
J-jaa-dii Alan.. di b-bunuh?!
Eyra menggeram marah. Ia melayangkan pukulan bertubi-tubi pada anak itu, namun semua terasa sia-sia. Ia seperti memukul angin, Eyra pun seketika luruh, ia menangis karena melupakan hal ini. Ia menangis karena tidak mencegah kejadian itu, padahal Eyra SMP ada di sana, namun dipojokkan anak itu terlihat begitu lemas, bahkan ia sudah tak sadarkan diri di tempat persembunyiannya.
●●●
Eyra terbangun di sebuah ruangan asing bernuansa putih, telinganya menangkap suara yang terdengar familiar, lantas gadis itu pun berdiri berjalan penasaran mendekati sumber suara dari balik pintu yang asing.
"Bu.. izin masuk sebentar saja," seorang gadis tengah memohon.
"Biarkan dia istirahat dulu, kehadiranmu bisa mengganggunya."
"Tidak bu, tidak. Aku janji, dia itu sahabatku, aku tidak akan membiarkannya sendirian bu.."
"Hem.. baiklah, asal kau jangan berisik, karena di dalam bukan hanya sahabatmu yang sakit."
"Baiklah bu, terimakasih Ibu Rita yang sangat cantik," lalu ia pun segera membuka pintu dan disana lah Eyra bisa melihat siapa pemilik suara itu.
H-ha..nna?
Eyra mengikuti kemana gadis itu melangkah, dan damn!
"Panas," Hana menyentuh kening seorang gadis yang tengah terbaring diatas brangkar uks. Eyra dapat mengenalinya, gadis itu adalah Eyra yang sudah tumbuh menjadi anak SMA.
Tidak, tidak. Sahabat? Maksudnya kita pernah bersahabat?
"Ini semua karena kau yang tidak mendengar nasehatku, Ra. Berakhir seperti ini kan, ah.. kau itu harus banyak istirahat," Hana menarik selimut sampe menutupi dada, gadis SMA itu masih memejamkan mata.
Hana pergi ke westafel lalu mengisi baskom kecil dengan air, ia juga mengambil sapu tangan dari laci uks. Kemudian ia pun mulai mengompres Eyra SMA dengan sapu tangan itu.
Setelah satu jam lamanya, Eyra SMA menggeliat, matanya perlahan terbuka.
"Ra? Kau baik-baik saja kan?" Hana bertanya khawatir melihat Eyra yang sedikit meringis.
"Hana? Sejak kapan kau disini?"
"Sudahlah itu tidak penting, kau ingin minum?" Eyra mengangguk lalu menerima gelas yang Hana berikan.
"Terimakasih bu.." sontak ketiga gadis itu menoleh ke arah pintu, dan muncul lah seorang pemuda. Kedatangannya membuat Hana berdecak kesal.
"Mau apa kau kesini?" tanya Hana, Eyra SMA menyentuh tangan Hana, mengisyaratkan agar gadis itu tidak berisik.
"Tentu aku ingin menjenguk Eyra, mengapa kau terlihat begitu kesal dengan kehadiranku?"
"Jelas aku kesal! Ini semua sebab kau, Dera. Kau adalah ketua organisasi itu, ketua dari para babu sekolah, mengapa kau melimpahkan tugas mu kepada sahabatku. Dia ini manusia, bukan robot boy! Tugas mu ya tugas mu, jangan menyuruh orang lain mengerjakannya, sahabatku sudah sangat lelah, dan kau! Hanya menambah bebannya saja, ck!" akhrinya ia bisa mengeluhkan kesahnya sejak lama.
"Han.."
"Tidak Ra. Orang seppertinya memang harus diberi pemahaman, jangan seenak jidat, dia harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya."
"Baiklah.. Ra, maafkan aku yah. Karena beberapa tugasku yang aku serahkan kepadamu, malah membuatmu kelelahan seperti ini."
"Yah, kau memang harus menyadari itu," Hana lagi-lagi tidak mau hanya diam.
Jadi Hana adalah satu-satunya temanku itu ketika di SMA? Lalu mengapa dia seakan tidak mengenaliku ketika diperkuliahan, bahkan mencoba mengingatkanku juga tidak.
Eyra berdiri tidak jauh dari mereka, ia tersenyum, menyaksikan betapa kerennya Hana membela Eyra dan membuat ketua osis itu sadar akan kesalahannya. Tak lama Eyra merasa dirinya tertarik ke belakang, punggungnya menabrak tembok yang sedikit terasa keras.
Next~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Reset [TAMAT]
FantasíaBagaimana rasanya ketika kamu bangun dari tidurmu, semua kenangan yang menyakitkan lenyap seketika, bukan kecelakaan bukan kebetulan, namun ini sebuah keajaiban. Kamu kembali hidup tanpa bayang-bayang masa lalu yang kelam. Namun kosong, seakan bayi...