YOGYAKARTA

57 5 0
                                    

Yogyakarta, sebuah daerah istimewa di indonesia, terhampar di bagian selatan Pulau jawa. Tempat ini berbatasan dengan Jawa Tengah di utara, timur, dan barat serta Samudra Hindia yang bergemuruh di sebelah Selatan. Dengan Luas wilayah sekitar 3.285,80 kilometer persegi, Yogyakarat memeluk penduduknya yang diperkirakan berjumlah 3.7 juta jiwa. Di Tengah keramaian dan keistimewaan ini, aku sering bertanya pada diriku sendiri, kenapa kita dipertemukan? Mungkin takdir memiliki rencana yang lebih besar, menjadikan setiap sudut kota ini sebagai saksi bisu dari kisah kita yang belum sepenuhnya terungkap.

Apakah kalian pernah mendengar kutipan 'Jangan jatuh cinta di kota orang' atau 'Jangan jatuh cinta di Yogyakarta'?

'Yogyakarta itu indah, tapi kata orang jangan pernah jatuh cinta di jogja.'

'Jogja terbuat dari rindu, pulang dan angkringan.'

'Jogja itu Istimewa jadi jangan jatuh cinta disini, cukup bawa luka biar jogja yang mengobatinya.'

'Jogja tempat mahasiswa melarikan diri dari pahitnya dunia.'

Pernah mendengar salah satu kutipan di atas?

Tidak ada yang lebih indah daripada jatuh cinta di tengah keindahan Yogyakarta. Meski kata orang, jangan pernah terjebak dalam pesona Jogja. Kota ini tercipta dari rindu, dari setiap sudutnya mengalun nostalgia pulang dan suasana hangat di angkringan. Jogja begitu istimewa, sehingga disarankan untuk tidak jatuh cinta di sini, biarkan Jogja yang mengobati luka. Di kota ini, mahasiswa bisa melarikan diri dari pahitnya dunia, menemukan kedamaian dalam setiap langkahnya.

Andai kita dapat memilih dengan siapa kita jatuh cinta di kota ini, pasti semua akan lebih mudah. Namun, sayangnya, setiap sudut Jogja penuh dengan kenangan, bahkan di setiap kemanapun selalu ada kenangan dengan dia. Mungkin itulah sebabnya ada lagu yang begitu menggambarkan perasaan ini, 'Sesuatu di Jogja'. Ternyata, Jogja memiliki daya tarik yang luar biasa, membuat hati kita seakan terbelenggu dalam pesonanya.

***

Ketika senja merayap pelan di langit Yogyakarta, memancarkan semburat jingga yang indah dibalik bayang-bayang Merapi, ponsel Nebula tiba-tiba berdering. Dia sedang duduk di atas kasurnya, menikmati serial Disney dengan sepotong cake cokelat di tangan. Angin sepoi-sepoi yang membawa aroma cake itu membuat suasana semakin nyaman.

Nebula mengangkat ponselnya dan melihat sebuah pesan masuk. Layar ponselnya memancarkan cahaya lembut yang membentuk bayangan pada wajahnya. Ia membuka pesan tersebut, dan sebaris kalimat dari Arsen muncul: "Selain cantik, hari ini udah ngapain aja?"

Nebula membalas pesan dengan cepat, "Tidur."

Arsen menanggapi dengan tertawa, "wkwk. Kapan nih main lagi?"

Nebula tersenyum, "wkwk. Kapan ya..."

Arsen tak menunggu lama, "Aku main ke kontrakanmu boleh ga?"

Nebula segera menjawab, "Tidaaak."

"Kenapa?" tanya Arsen, penasaran.

"Kamarku berantakan," jawab Nebula tanpa ragu.

Arsen tidak menyerah, "Gapapa loh, nanti aku beresin ahhaha."

Nebula hanya mengirim titik-titik sebagai balasan, merenung sejenak.

Arsen kembali mengetik, "Mau nonton ga?"

"Nonton apa?" balas Nebula dengan rasa ingin tahu.

"Horror, suka ga?" tanya Arsen.

"Tidaaak, aku penakut," jawab Nebula dengan cepat.

Arsen merenung, "hmm. Bentar..."

Nebula menunggu beberapa detik sebelum mengirim pesan lagi, "Lagi ga ada film yang bagus ya?"

Arsen tertawa lagi, "WKWK iyaa nih. Kalau nonton di kafe gitu... terganggu ga?"

Nebula berpikir sejenak sebelum membalas, "Tergantung kafenya..."

Arsen merasa lega, "Baiklaaaah."

Arsen mengetik cepat, "Hujan nih di sini."

Nebula tersenyum saat membaca pesan itu, "Aku suka hujan."

Arsen membalas dengan cepat, "Kenapa? Kan bikin galau."

"Enak buat tidur," jawab Nebula singkat, sambil melihat ke luar jendela.

Arsen tertawa dalam pesannya, "wkwk."

Nebula menguap dan mengetik, "Baiklah, aku mau tidur dulu."

Arsen, tak mau ketinggalan, segera membalas, "Beneran tidur?"

Nebula tersenyum, membayangkan wajah Arsen yang penasaran, sebelum meletakkan ponselnya dan menarik selimut. "Beneran," gumamnya pelan, mengizinkan hujan mengiringi tidurnya yang tenang.

Nebula terbangun pukul 19.37. Hari sudah gelap, dan ruangan itu hanya diterangi cahaya samar dari luar. Ia tertidur cukup lama, belum sempat menyalakan lampu rumahnya. Entah mengapa, adiknya juga tidak menyalakan lampu.

Nebula meraih ponselnya dan melihat pesan dari Arsen. "Iyaa," tulisnya.

Arsen membalas cepat, "wkwk udah bangun."

Nebula hanya menatap layar, tidak segera menjawab.

Arsen menambahkan, "Mimpi-in aku ga tadi?"

Nebula menggigit bibirnya, berpikir, sebelum akhirnya mengetik lagi, "..."

Sudah seminggu Arsen selalu mengirimkan pesan, menanyakan kegiatan Nebula, dan berusaha mencari kesempatan untuk mengajaknya keluar. Meski begitu, semuanya terasa sulit. Nebula selalu memiliki alasan, entah itu sibuk dengan aktivitasnya, merasa terlalu lelah, atau sekadar ingin menghabiskan waktu sendirian. Setiap kali Arsen mencoba mendekat, sepertinya ada tembok tak terlihat yang memisahkan mereka. Namun, Arsen tak pernah menyerah. Di setiap pesan yang dikirimnya, terselip harapan dan ketulusan, berharap suatu hari nanti Nebula akan membuka hatinya dan memberikan kesempatan untuk mereka bertemu.

Hari ini hari Rabu, hari di mana Nebula dan Arsen memiliki mata kuliah yang sama. Mata kuliah tersebut dilaksanakan secara luring, memaksa Nebula yang pemalas ini melangkahkan kakinya keluar dari rumahnya menuju kampus tercinta. Dengan langkah malas, Nebula berjalan sendirian memasuki kelas. Matanya langsung tertuju pada kursi di bagian belakang, tempat favoritnya untuk duduk sendirian.

Sementara itu, Arsen sudah ada di kelas tersebut juga, duduk di kursi kedua dari depan. Ia melihat Nebula masuk dan tersenyum kecil, namun tak beranjak dari tempat duduknya. Arsen tahu betul kebiasaan Nebula yang selalu memilih tempat di belakang, dan meski jarak mereka cukup jauh, Arsen merasa dekat hanya dengan melihat kehadirannya di kelas.

Nebula menaruh tasnya di meja dan duduk, memejamkan matanya tidak memperhatikan materi yang akan disampaikan. Namun, pikirannya tak bisa lepas dari bayangan Arsen yang selalu ada di sekitarnya, mengirim pesan-pesan yang tak pernah ia balas dengan serius. Di kelas yang sama, di ruang yang sama, mereka berada dalam dunia masing-masing, terpisah namun terhubung oleh perasaan yang belum sepenuhnya terungkap.

Pesan dari Arsen muncul lagi di layar ponsel Nebula.

Arsen: Jangan tidur.

Nebula tersenyum tipis dan membalas, "Ga tidur."

Arsen: Perhatikan.

Nebula menatap Arsen dari kejauhan, dan ternyata Arsen juga sedang menatapnya. Mereka saling bertukar pandang, seperti ada percakapan yang tak terucap di antara mereka.

Nebula: Kakak juga ga perhatiin.

Arsen: Capek.

Nebula hanya membalas dengan titik-titik, mencoba menahan senyum.

Arsen: Pulang kuliah mau nongkrong ga?

Nebula: Ngapain?

Arsen: Tidur juga gapapa, aku temenin.

Nebula terdiam sejenak, memikirkan ajakan Arsen.

Arsen: Aku nanti mau keluar sama temen-temen. Sekalian ngerjain tugas. Yuk ikut.

Nebula: Gamau.

Nebula merasa bingung dan tak tahu harus bagaimana.

Arsen: Baiklah. Nanti aku di Andeska ya.

Nebula menutup ponselnya, menatap ke depan kelas, namun pikirannya melayang. Dia tak bisa fokus pada kuliah, bayang-bayang Arsen selalu ada di benaknya. Meski bingung, ada sesuatu dalam cara Arsen mengajaknya yang membuat Nebula merasa diperhatikan dan dihargai. Dengan hati yang berdebar, Nebula menunggu kelanjutan dari hari ini.

TBC

Twee IngenieursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang