ANDESKA

52 6 0
                                    

Nebula duduk di mejanya, di bawah cahaya lampu yang redup. Laptop menyala dengan segelas kopi susu. Matanya tertuju pada sebuah video penjelasan didepannya, wajahnya menandakan tanda konsentrasi tinggi. Di luar, seturan yang ramai dengan berbagai kendaraan berlalu Lalang dan kondisi tempat itu yang semakin ramai saat malam.

Arsen duduk di kursi berseberangan, manatap gadis itu dengan penuh perhatian. Gadis yang beberapa jam yang lalu bermalas-malasan kini akhirnya mulai serius dalam mengerjakan tugasnya. Arsen bangkit dari duduknya dengan Langkah perlahan, ia berjalan mendekati Nebula, memperhatikan video yang ditonton gadis itu.

"Serius banget kali ini," sapa Arsen menggoda.

Nebula mengangkat wajahnya, dengan ekspresi cemberut. "Sebenarnya aku malas, tapi ini harus diselesaikan," jawabnya dengan nada tegas,

Arsen duduk di sebelahnya, menatap layar laptop. "Aku tadi pagi janji mau ngajarin kamu kan," katanya sambil menatap perhitungan yang di buat Nebula.

Nebula tersenyum nakal, "Beneran, ihhhh baiknya kakakku," balas Nebula menggoda dan ceria.

"Kenapa panggil kakak?" balas Arsen cepat. "Kita seumuran woy..."

"Oh ya tau dari mana?" tanya Nebula, alisnya terangkat.

"Ya minimal gap umur kita ga beda jauh kayak yang lain," jelas Arsen sambil menghela napas.

"Emang kakak tahun berapa?" tanya Nebula lagi, penasaran.

"2000," jawab Arsen. "Kamu?"

"Rahasia," jawab Nebula ceria dengan senyum nakalnya sambil tertawa. Membuat Arsen kesal dengan tingkah kekanakan bocil itu.

"Tapi kakak lebih tua, jadi Nebula tetap panggil kakak" lanjutnya dengan nada pasti.

"Ih nyebelin," balas Arsen kesal.

"Emang kakak mau dipanggil apa?"

"Ayang..." jawab Arsen menggoda nya.

Nebula terdiam, lalu tertawa keras. "Ahahahhah.... Gamauuuuu," jawabnya sambil memegang perutnya karena tertawa.

Arsen hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis, menyadari bahwa gadis di depannya memang tak pernah kehabisan cara untuk membuatnya kesal dan tertawa di saat yang sama.

Kedua manusia tersebut kemudian melanjutkan menyelesaikan tugas Nebula. Arsen dengan sabar menjelaskan setiap Langkah yang perlu diambil, sementara Nebula mengikuti dengan seksama, mencatat setiap detail penting kemudian memasukan formula ke dalam excelnya.

"Yeayyyy selesaiii," seru Nebula riang saat mereka akhirnya menyelesaikn tugas tersebut.

Arsen menatap gadisnya itu yang bahagia menyelesaikan tugasnya, merasa bangga dengan usaha yang telah mereka lakukan Bersama. "Ini pertama kali aku nyelesaian tugas bukan minus satu jam sebelum deadline," tambah Nebula dengan tawa kecil.

"AHAHHAHAH," Arsen tertawa mendengar pengakuan jujur Nebula. Sedangkan Lanny dan Angel yang mendengar itu mengejeknya.

"Good job Nebula, Nebula pintar sekali" katanya dengan nada tulus, menepuk bahu gadis itu dengan bangga.

Nebula tersenyum lebar, merasa puas dan sedikit lebih percaya diri. Dengan bantuan Arsen, ia merasa mampu mengatasi tantangan apapun yang ada di depannya.

"Yuk pesen makanan," ajak Arsen.

"Gamau," jawab Nebula singkat.

"Kenapa?" tanya Arsen, heran.

"Lagi ga nafsu makan aja," jawab Nebula, matanya kembali tertuju pada layar laptop.

"Harus makan, Nebula, nanti sakit," Arsen mencoba meyakinkan.

"Ga usah, kakak," tolak Nebula dengan tegas.

"Hmmm," Arsen menghela napas, lalu bangkit berdiri. "Aku pesen makanan sama teman-teman, ya."

***

Arsen kembali dengan membawa pesanannya, matanya tertuju pada gadis itu yang asyik bermain ponsel dengan senyuman kecil di wajahnya. Sepertinya, ia sedang membalas pesan dari teman-temannya. Arsen merasa tertarik untuk mengenal gadis itu lebih dalam, namun selalu ada tembok tak terlihat yang sulit ditembus. Gadis itu selalu menariknya, setiap kali gadis itu berada di sekitarnya, ia tidak dapat mengalihkan pandangannya seperti ada magnet yang membuat matanya tak bisa berhenti menatapnya. Otaknya terus menganalisis mengapa gadis itu selalu melakukan sesuatu yang unik baginya. Gadis itu juga membingungkan, terkadang ia sangat dingin dan tidak peduli dengan sekitarnya, namun terkadang ia hangat dan ramah, menggodanya seolah ingin mempermainkan hatinya. Menganalisa gadis ini lebih sulit dibandingkan menganalisa keamanan struktur gedung lima lantai.

Bagi Arsen, moto hidupnya adalah "Dreams, Faith, and Realize Them." Ia tidak pernah mudah menyerah terhadap sesuatu yang ia inginkan. Saat ini, keinginannya tertuju pada Nebula. Dengan tekad yang kuat, ia bertekad untuk mendekati Nebula secara perlahan namun pasti.

Arsen duduk kembali bersama teman-temannya, memberikan Nebula ruang sendiri di pojokan itu. Ia paham gadis introvert itu membutuhkan waktu sendiri setelah menghabiskan waktu dengannya.

Beberapa pengamen jalanan memasuki tempat itu. Penampilannya sedikit menyeramkan bagi Nebula. Mereka membawa gitar akustik yang terlihat usang tergantung di pundaknya. Pakaiannya tampak lusuh serba hitam dari atas sampai bawah, telinga mereka dipenuhi tindikan, tato terlihat di berbagai tempat di tubuh mereka, serta rambut yang berantakan.

Nebula tahu bahwa dia tidak boleh menilai seseorang dari tampilan fisik atau luarnya, akan tetapi dia tidak dapat membohongi dirinya sendiri bahwa ia takut.

"Selamat sore semuanya, maaf menggangu. Saya mau nyanyi buat kalian. Semoga kalian suka, ya," ucap seorang pengamen.

Pengamen itu mulai memainkan gitarnya dan menyanyikan lagu dengan suara yang lembut, sementara seorang rekannya berkeliling meminta-minta uang.

Nebula tidak memiliki uang tunai dan ia juga takut kepada orang-orang ini. Dengan panik, ia berdiri dan segera berjalan menuju kursi di seberangnya, tempat Arsen dan teman-temannya makan. Nebula duduk di sebelah Arsen, menyembunyikan tubuhnya yang kecil di samping lelaki itu. Kepalanya ia sandarkan di pundak Arsen, seolah meminta perlindungan. Bahu Arsen terasa tegang di bawah sentuhan Nebula, entah kenapa. Arsen dan teman-temannya memberikan uang receh kepada pengamen jalanan itu.

Setelah sekitar satu menit berlalu, pengamen tersebut selesai dengan lagunya, mengucapkan terima kasih, dan pamit pergi. Lanny melihat Nebula yang duduk di sebelah Arsen, dengan dagunya bersandar di bahu Arsen.

"Kenapa kalian gak jadian aja sih?" ucap Lanny.

Nebula hanya mengangkat alisnya bingung, sementara Arsen diam saja, mengabaikan perkataan Lanny.

"Nebula udah ada cowok," jawab Arsen kemudian.

"Iya? Nebula udah ada cowok?" tanya Angel kepada Nebula.

Nebula bingung dari mana Arsen mendapatkan kesimpulan itu. "Hah? Enggak sih," jawab Nebula bingung.

"Di Kalimantan gak ada doi?" tanya Angel lagi.

"Enggak ada sih," jawab Nebula.

"Yaudah, sama Arsen aja gimana?" tawar Angel menggoda.

Nebula hanya tersenyum nakal mendengar hal itu. Ia pikir itu hanya bercanda. "Emang iya?" candanya. Nebula menatap wajah Arsen yang berusaha fokus pada tugasnya.

"Kakak suka ya sama aku?" ucap Nebula bercanda. "Suka ya?"

"Ahahahah," Nebula tertawa sambil memasang wajah manis dan tersenyum menggoda ke arah Arsen.

Arsen menatap gadis itu dengan gemas. Tanpa sadar, Arsen mengulurkan tangannya dan menyentuh wajah Nebula dengan satu tangan, lalu mencubit kedua pipi gadis itu dengan lembut.

Nebula kaget dan langsung menarik wajahnya menjauh dari Arsen, membuat tangan lelaki itu terlepas.

"Kamu kalau gini terus, aku pacarin loh," ucap Arsen sambil tersenyum jahil.

Nebula terkejut dan segera menarik diri menjauh dari lelaki itu. "Maaf, maaf," katanya gugup, wajahnya memerah.

TBC

Twee IngenieursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang