Langit oranye kemerahan telah berubah warna menjadi gelap malam, bintang-bintang bermunculan, berkulauan di atas seperti butiran berlian yang tersebar dalam hitamnya malam.
Tempat itu semakin malam semakin ramai, lampu-lampu telah dinyalakan, menciptakan suasana hangat dan nyaman. Di luar, lampu kendaraan dan lampu-lampu dari area sekitar menambah gemerlap malam seturan.
Suara obrolan di tempat ini semakin terdengar riuh, diselingi dengan tawa yang lebih santai dan percakapan yang lebih intim. Teman-teman Arsen mulai berdatangan saling menyapa satu dengan yang lain, melakukan tos dan lain sebagainya.
Nebula, dengan tanpa ragu, kembali pada posisinya, menyandarkan diri pada Arsen. Baterai ponselnya habis, membuatnya bosan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia hanya menatap apa yang dikerjakan oleh Arsen, mencoba mencari hiburan.
"Kenapa HP kakak-kakak iPhone semua sih," keluh Nebula tiba-tiba.
Arsen tertawa mendengar keluhannya. "Ahahahah, salah sendiri gak bawa charger."
Nebula mengerucutkan bibirnya, merasa sedikit jengkel. "Kenapa aku Samsung sendiri anjiiiir," tambahnya, separuh bercanda.
Arsen hanya tersenyum, kemudian menepuk bahu Nebula dengan lembut. "Besok bawa charger, ya. Biar gak kesal sendiri."
Nebula hanya mengangguk, masih menyandarkan kepalanya di pundak Arsen, merasa nyaman meski ponselnya mati. Melihat Nebula yang tampak bosan, Arsen merasa kasihan dan mengulurkan ponselnya kepada gadis yang sedang manja kepadanya itu. Nebula menerimanya matanya berbinar bahagia.
"Ihhhh baiknya..." katanya dengan senyum lebar. "Maaciiih, kakakku."
Arsen mendekatkan wajahnya ke telinga Nebula, berbisik dengan nada menggoda. "Seharusnya makasih, Arsen sayang."
"Enggak mau," jawab Nebula sambil tertawa kecil, merasa canggung.
"Kenapa kamu selalu panggil aku kakak? Usia kita kan pasti enggak jauh beda, sayang," protes Arsen, matanya sedikit menyipit karena penasaran.
"Tetap aja kakak lebih tua, hahaha," balas Nebula dengan tawa riang, matanya berbinar.
"Hmmm... nyebelin," kata Arsen sambil mengerucutkan bibirnya, pura-pura kesal.
Arsen tersenyum, merasa senang bisa membuat Nebula tersenyum lagi. Mereka melanjutkan kebersamaan mereka, dengan Nebula yang sekarang sibuk dengan ponsel Arsen, sementara Arsen tetap fokus pada tugasnya, tapi dengan perasaan yang lebih hangat.
"Jangan buka yang aneh-aneh ya," ujar Arsen dengan nada menggoda, alisnya sedikit terangkat.
"Aneh-aneh apa?" tanya Nebula sambil mengangkat alis, penasaran.
"Hmm... apa ya..." Arsen tersenyum miisterius.
"Ih, nggak ikhlas ya pinjamin hp-nya. Nih, nggak usah pinjamin aku," kata Nebula dengan nada kesal, mengembalikan ponselnya dengan sedikit hentakan.
"Oke," jawab Arsen sambil mengangkat bahu, menunjukkan sikap acuh.
"Kok Kakak nggak membujuk aku?" Nebula mengerutkan keningnya, merasa bingung dan sedikit kesal. Dia kan hanya berpura-pura ngambek.
Arsen tertawa terbahak-bahak. "Ahahaha," suaranya memenuhi ruangan.
Arsen menyimpan ponselnya di saku dengan gerakan santai.
"Kakak beneran nggak jadi pinjamin hp-nya ke aku?" tanya Nebula, memandang Arsen dengan mata besar dan ekspresi memelas.
"Bilang dulu, 'Arsen sayang, pinjamin hp-nya dong,'" jawab Arsen sambil tersenyum nakal, matanya berbinar-binar penuh godaan.
"Kakak, pinjamin Nebula hp-nya ya," kata Nebula, mengikuti instruksi dengan wajah merajuk, bibirnya sedikit mengerucut.
"Haha. Iya nih, sayang. Pakai aja," ujar Arsen, mengulurkan ponselnya sambil tersenyum menggoda.
"Makasih, Kakak," balas Nebula dengan senyum manis, matanya bersinar bahagia.
Arsen kembali melanjutkan aktivitasnya dengan perasaan puas, sesekali melirik ke arah Nebula dengan tatapan penuh godaan, merasa senang melihat Nebula senang.
Jari lentik Nebula menjelajahi ponsel Arsen. Ia membuka ikon TikTok, menonton video kucing dan hewan-hewan lucu. Tanpa sadar, Arsen memperhatikan aktivitas gadis itu dari sudut matanya. Arsen merasa gemas melihat gadis yang usia-nya sudah di angka dua puluhan namun masih menyukai hal-hal kekanakan seperti itu.
Terbuat dari apa otak Nebula saat masih dalam kandungan? Kira-kira, mamanya ngidam apa ya? Pikir Arsen, sambil tersenyum geli.
***
Nebula merasa bosan setelah menggulir TikTok selama sekitar satu jam sambil sesekali melirik Arsen yang sibuk dengan pekerjaan kantornya. Ia bingung apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ingin membaca webtoon, tapi ponsel Arsen tidak memiliki aplikasi itu.
Nebula mendekatkan wajahnya ke telinga Arsen yang sedang fokus dengan diskusinya. "Boleh download Webtoon nggak?"
"Boleh," jawab Arsen singkat tanpa mengalihkan perhatiannya.
Nebula menyerahkan ponselnya kepada Arsen. Dengan cekatan, Arsen mendownload aplikasi Webtoon untuk Nebula dan mendaftarkan emailnya. Setelah selesai, ia memberikan ponselnya kembali kepada Nebula.
"Terima kasih, Kak," kata Nebula dengan senyum lebar, lalu segera membuka aplikasi Webtoon yang baru diunduh itu.
***
Arsen duduk di meja itu, sepenuhnya tenggelam dalam pekerjaannya. Layar laptop di depannya dipenuhi angka-angka perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) dan gambar-gambar AUTOCAD yang harus dia hitung volumenya. Jemarinya menari cepat diatas keyboard, mengisi sel-sel spreadsheet dengan ketelitian tinggi. Disebelahnya ada gadis-nya, yang sedang menyenderkan diri dipundaknya sambil memainkan ponsel miliknya.
Sesekali, Arsen menyesap kopi yang sudah mulai mencair esnya, sementara matanya tetap fokus pada layar laptop di depannya. Dahi Arsen berkerut, menandakan konsentrasinya yang mendalam. Meskipun begitu, dia tidak sepenuhnya tenggelam dalam pekerjaannya. Arsen sesekali melirik ke arah Nebula yang tertidur di pundaknya, ekspresi cemas tergambar jelas di wajahnya.
"Malam semakin larut, Nebula. Kamu belum makan apa-apa sejak tadi siang," ucap Arsen dengan suara lembut, mencoba membangunkan Nebula.
"Guten Morgen," sahut Nebula dengan suara lembut, masih setengah sadar.
"Apa yang ingin kau makan, Nebula? Kamu belum makan sejak tadi siang," Arsen mencoba memperhatikan kebutuhan Nebula dengan penuh perhatian.
"Aku tidak lapar," sahut Nebula dengan lesu, tetapi Arsen tahu betapa pentingnya untuknya untuk makan.
"Kamu harus makan. Nanti kamu sakit. Apa yang kamu makan di bandara tadi siang?" tanya Arsen, mencoba mencari tahu apa yang mungkin diinginkan Nebula.
"KFC," jawab Nebula singkat.
"Baiklah, aku akan pesankan KFC untukmu," Arsen mencoba menawarkan bantuan dengan lembut.
"Tidak usah," tolak Nebula.
"Ayo, kamu harus makan. Apa yang kamu inginkan, MCD? KFC? BURGER KING? AW?" Arsen mengambil ponsel Nebula dengan tegas, membuka aplikasi, dan mengetikkan 'MCD' pada kolom pencarian.
"Ga usah kakak," tolak Nebula dengan lembut.
"Pilih atau aku yang pilih," tegaskan Arsen, matanya penuh perhatian pada Nebula, ingin memastikan kebutuhan makanannya terpenuhi.
Nebula akhirnya menerima ponsel itu dan memilih chicken nugget dan apple pie. Setelah memilih, ia mengembalikan ponsel itu kepada Arsen.
"Kok ga ada nasinya?" tanya Arsen melihat apa yang dipilih gadis itu.
"Ayo, kamu harus makan nasi, Nebula," Arsen berusaha meyakinkannya dengan ekspresi tegas namun penuh perhatian.
Nebula hanya diam dan cemberut, tidak mau makan nasi.
Arsen menghela nafas, kemudian mengalah. "Baiklah," katanya akhirnya, 'Ini lebih baik dibandingkan Nebula tidak makan sama sekali.' Pikirnya.
Nebula memaksakan dirinya untuk makan chicken nugget dan apple pie dengan senyum bahagia, karena Arsen sudah membelikannya. Meskipun sedang bersenda gurau dengan teman-temannya, Arsen tetap melirik ke arah Nebula dengan senyum hangat sebelum melanjutkan obrolannya. Dia selalu memperhatikan Nebula, tahu kapan gadis itu membutuhkan waktu sendiri untuk mengisi energinya, dan selalu memberikan jarak yang tepat agar Nebula merasa nyaman.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Twee Ingenieurs
Storie d'amoreNebula Niscala Sanykala, seorang mahasiswi magister Teknik Sipil di Yogyakarta yang introvert dan penyendiri, harus menghadapi tantangan sosial saat harus menjalani kuliah offline. Meski merasa tidak nyaman dengan interaksi sosial, Nebula berusaha b...