Hari semakin larut, sekarang sudah pukul 12 malam. Di luar, angin malam berhembus pelan, menambah dinginnya suasana. Di tempat itu, Nebula tertidur kembali di kursi panjang setelah makan. Arsen dan teman-temannya masih bercanda dan menghabiskan waktu bersama.
"Sen, lu belum pulang?" salah satu temannya bertanya, nada suaranya penuh keheranan.
"Pulang sana, udah malam," sambung temannya yang lain, sambil melirik jam di dinding.
"Hati-hati, banyak klitih," tambah yang lainnya dengan nada serius, memperingatkan tentang bahaya di jalan.
"Iya, iya," jawab Arsen santai, malah pergi untuk memesan kopi lagi. Nebula, yang mulai terbangun dari tidurnya, mendengar percakapan itu dengan mata setengah terbuka. Rumah Arsen memang paling jauh di antara mereka, jadi biasanya dia pulang lebih dulu dibandingkan yang lain. Melihat Arsen datang dengan kopinya, Nebula bertanya-tanya apakah lelaki ini benar-benar akan bertahan di tempat ini sampai pagi.
"Morning, Nebula," sapa Arsen dengan senyum iseng.
"Kakak minum kopi malam-malam?" tanya Nebula, matanya masih setengah terpejam.
"Iya, mau aja," jawab Arsen dengan nada santai.
"Kakak kok belum pulang? Kan rumah kakak jauh," lanjut Nebula, keheranan.
"Iya, soalnya nungguin Nebula tidur," kata Arsen sambil tersenyum lembut, berharap Nebula tidak merasa terganggu.
"Ihhh, iya?" Nebula sedikit terkejut, tapi hatinya merasa hangat mendengar perhatian Arsen.
"Iyaa, Bubu," jawab Arsen, masih dengan nada bercanda, berusaha mencairkan suasana.
"Kalau gitu, yuk pulang," kata Nebula sambil bangkit perlahan dari kursi panjang, matanya mulai terbuka lebar.
"Beneran?" Arsen memastikan, sedikit tak percaya.
"Iyaa, yuk," jawab Nebula dengan mantap.
"Kamu mau kuantar?" tanya Arsen lagi, kali ini lebih serius.
"Iyaa, boleh," jawab Nebula sambil tersenyum lembut.
"Beneran?" Arsen bertanya lagi, memastikan.
"Iyaa," jawab Nebula sekali lagi, lebih yakin.
"Oke, bentar habisin kopi dulu," kata Arsen sambil duduk di samping Nebula, menyesap kopinya dengan santai. Dia tahu seharusnya dia sudah pulang, tapi pikiran meninggalkan Nebula sendirian membuatnya tetap tinggal.
Nebula tersenyum lembut, hatinya hangat melihat perhatian Arsen. Ia memainkan ponselnya sambil menyandarkan diri pada Arsen. Lelaki itu memainkan ponselnya sambil menyesap kopinya lagi.
Arsen terkekeh, menyelesaikan tegukan terakhir kopinya. "Yuk, aku antar pulang." Dengan penuh perhatian, Arsen berpamitan pada teman-temannya sedangkan Nebula mengikutinya dan bersama-sama mereka meninggalkan tempat itu, siap menghadapi dinginnya malam dalam perjalanan pulang.
***
Setelah sampai di rumah, Nebula tidak bisa tidur lagi. Dia merasa sangat bahagia malam ini; entah kenapa, kebersamaan dengan Arsen ternyata begitu menyenangkan. Arsen yang tahu Nebula sendirian di rumah, masih sempat menanyakan keadaannya.
"Are you okay being home alone??" tanya Arsen dengan nada khawatir.
"Of course, I'm fine being home alone.," jawab Nebula sambil tersenyum.
"Yakin gak takut?" tanya Arsen lagi, memastikan.
"Enggak, Kakak," jawab Nebula dengan tegas.
"Let me know if you are scared," Arsen mengingatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twee Ingenieurs
RomanceNebula Niscala Sanykala, seorang mahasiswi magister Teknik Sipil di Yogyakarta yang introvert dan penyendiri, harus menghadapi tantangan sosial saat harus menjalani kuliah offline. Meski merasa tidak nyaman dengan interaksi sosial, Nebula berusaha b...