Perihal Kehilangan

15 6 1
                                    

"Gara.."

Anggara berdeham menjawab panggilan itu.

Sejak tadi pagi, lelaki itu masih setia menemani Moura yang berbaring lemas di atas brangkar rumah sakit.

"Pengen ketemu Kale.."

"Keadaan kamu masih belum stabil. Istirahat dulu, ya.."

Moura menghela napas lalu membuang muka ke lain arah. "Capek.."

"Kamu ngomong apa sih.." lirih Anggara.

Moura hanya diam tanpa merespon ucapan Anggara.

"Aku kangen sama keluarga aku.. mereka udah tau belum, ya, kalo aku lagi sakit?"

Anggara terdiam. Pasalnya ia tidak tahu dimana keberadaan keluarga Moura. Ia sudah sempat menanyakan informasi tentang keluarga gadis itu namun tidak ada apapun yang ia dapatkan.

Anggara juga sudah mengirim pesan kepada keluarga Moura lewat ponsel Moura namun hingga kini tidak ada satu pun yang membalas pesan tersebut.

"Mereka.. beneran ga mau ketemu aku lagi..?"

"Kalo iya, berarti ga ada lagi yang harus aku tunggu disini."

"Ra!" panggil Anggara sedikit membentak.

Lelaki itu tak mampu mendengar ucapan yang keluar dari mulut gadis malang itu. Hatinya terasa sangat hancur jika gadis itu mengucapkan hal yang buruk tentang dirinya sendiri.

Moura kembali menatap Anggara dan dilihatnya mata lelaki itu mulai berair. "Maaf.." ucap Moura.

"Jangan ngomong yang aneh aneh.."

Moura menggeleng, "Itu ga aneh, Gara.."

"Aku ga suka.." Anggara menundukkan kepalanya, tak ingin Moura melihat air matanya yang jatuh.

"Maaf.."

***

Dua minggu berlalu. Baik Calesthine maupun Moura, keduanya masih belum membaik. Calesthine masih belum terbangun dari komanya setelah 5 bulan lamanya, dan Moura masih belum bisa mendapatkan pendonor ginjal untuknya.

Jika dilihat bahkan sekarang kondisi Moura semakin memburuk. Ia mulai tidak nafsu makan dan lebih banyak bergadang di malam hari.

Anggara frustrasi dengan keadaan saat ini. Sahabatnya yang belum sadar dan kondisi kekasihnya yang semakin memburuk. Lelaki itu bahkan selalu meminum obat tidur supaya ia dapat berhenti memikirkan hal hal buruk tiap malam.

Kini Anggara memilih untuk berada di rumahnya. Kaluna meminta Anggara untuk pulang dan dirinya akan menggantikan Anggara untuk menjaga Moura. Anggara mengiyakan karena ia juga merasa kasihan dengan ibunya yang ia tinggal beberapa minggu ini karena selalu menginap di rumah sakit.

Jam kini menunjukkan pukul 01.27 dini hari. Anggara terlihat mengutak-atik laptopnya dengan air mata yang sudah kering di pipinya. Sesekali lelaki itu mengusap-usap matanya untuk menghilangkan rasa kantuk.

Setelah selesai dengan urusannya ia menatap sedih sesaat ke layar laptop lalu mematikan laptop itu dan mencabut sebuah flashdisk dari laptop. Lalu lelaki itu meletakkan flashdisk itu di laci meja belajarnya yang disana juga terdapat sebuah kotak berukuran sedang bersama foto dan beberapa kertas tertata rapi disana. Anggara kembali menutup laci tersebut.

Anggara berjalan menuju balkon kamarnya lalu duduk di sebuah kursi yang ada disana.

Anggara menatap langit dengan sedih. Tatapan penuh keraguan dan seperti berat untuk melepaskan sesuatu.

NO MATTER what they say, we'll keep going on [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang