Suasana di lapangan outdoor tersebut terasa begitu sepi dan sunyi lantaran jam pulang sekolah sudah tiba tiga puluh menit yang lalu.Dan kini hanya menyisakan sepasang remaja tanggung yang duduk bersebelahan di pinggiran lapangan luas tersebut. Pandangan keduanya sama-sama mengarah kedepan dengan isi pikiran mereka masing-masing.
Sejak saat dimana Elgara menghampiri Alina, cowok yang menyandang sebagai ketua OSIS itu belum juga mengeluarkan suaranya begitupun dengan Alina. Keduanya sama-sama diselimuti rasa canggung sekaligus bingung ingin memulai obrolan dari mana.
Alina yang memang dasarnya tidak menyukai suasana hening seperti ini sedari tadi terus mencoba berpikir keras untuk mencari sebuah obrolan diantara dirinya dan juga Elgara tapi mengingat cowok itu sedang marah padanya, Alina mengurungkan niatnya untuk bersuara lebih dulu.
Sebenarnya Alina ingin sekali mengucap kata maaf dan akan mengakui kesalahannya didepan Elgara, namun entah kenapa lidahnya terasa begitu keluh sehingga kalimat yang sudah dia susun sejak tadi seketika buyar begitu saja.
Sedangkan Elgara sendiri yang memang dasarnya irit bicara pun terlihat acuh tak acuh dengan suasana seperti ini. Bagi cowok itu suasana seperti ini jauh baik dibandingkan dengan suasana bising dan ramai. Dalam kata lain, cowok bernama lengkap Elgara Devandra itu lebih menyukai suasana tenang dan sepi. Seperti kehidupannya.
Beberapa menit sudah berlalu, keduanya terlihat masih betah pada posisinya. Karena merasa bosan sekaligus kesal karena tidak ada satupun dari mereka yang sedikit menurunkan ego dan gengsi nya pada akhirnya mereka pun bersuara yang entah kenapa bisa berbarengan.
"El."
"Al."
Kompak mereka saling pandang hingga beberapa detik, dua pasang mata itu seakan terhanyut dalam tatapan keduanya yang sama-sama dalam.
"Maaf!"
"Maaf!"
Lagi, mereka berdua kompak bersuara.
Alina menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal karena lagi-lagi merasa canggung. Begitupun dengan Elgara yang langsung menolehkan kepalanya kedepan dengan asal.
"El, maafin gue, gue ngaku salah. Gue sadar selama ini gue udah dibutakan oleh dendam sama Geisha, gue iri El, sama dia, gue nggak rela dia bahagia diatas penderitaan gue. Gue berpikir dia juga harus merasakan apa yang gue rasakan, tapi cara gue yang salah. Gue bully dia habis-habisan dengan alasan yang nggak jelas, dan alasan gue bully dia bahakn ngancam dia ditoilet waktu itu karena dia deket sama lo, El." Alina menarik napasnya yang mulai menderu hebat. Dadanya pun tiba-tiba terasa sesak seperti terhimpit benda besar tak kasat mata.
Elgara benar-benar menfokuskan matanya pada Alina dengan terus diam seraya menyimak setiap kata yang gadis rapuh itu utarakan.
"Gue takut Geisha ambil semua perhatian lo dan lo lupain keberadaan gue, El. Gue takut kalo lo ninggalin gue kayak orang-orang yang gue sayang. Dan tanpa gue sadar gue suka sama lo, El, dan maaf El, gue udah lancang naruh perasaan ini ke lo, gue sendiri selama ini belum sadar akan hal ini, tapi semakin hari gue deket sama lo, rasa ini semakin membuncah dan susah buat gue halau, El. Sekali lagi gue minta maaf," ungkap Alina tentang perasaannya selama ini.
Elgara dibuat mematung dengan pengakuan Alina barusan. Pupil matanya sedikit melebar lantaran benar-benar terkejut.
"Ekhm." Ia berdehem pelan berusaha menghalau rasa canggung yang kembali terasa.
"Perasaan lo nggak salah, Al, karena sejatinya rasa cinta itu adalah hal yang sangat wajar dirasakan oleh setiap manusia termasuk lo sendiri." Elgara bersuara dengan anggapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REYGANSHA
Teen Fiction[ FOLLOW SEBELUM BACA AGAR PART BARU BISA MUNCUL] ** Sepenggal kisah tentang si pembully yang jatuh cinta dengan gadis yang sering ia bully. Dan ini juga tentang Reygan Jordanio yang hidupnya penuh dengan kepalsuan. Wajah yang terlihat tenang namun...