36. Demi Kesejahteraan

1K 77 8
                                    

"Tasya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tasya."

"Hm?"

"Yang lagi ngobrol sama Bunda tuh siapa?"

Wanita yang Dinda panggil Tasya itu menoleh ke arah sofa yang di mana Bibinya tengah mengobrol bersama seorang pria tua. Tasya juga tidak tahu. Pria itu tiba beberapa menit lalu bersama gurat khawatir yang tercetak pada wajahnya.

"Pindah, yuk."

Tasya mengerutkan kening saat Dinda berdiri sambil menarik alas yoganya. "Mau pindah ke mana? Udah paling bagus di sini bisa sambil lihat kolam."

"Aku mau deketan sama sofa biar bisa nguping obrolan Bunda."

"Gak bakal konsentrasi nanti. Yoga itu gunanya untuk merilekskan otot dan pikiran. Lagian mau di mana? Nanti Bapak-bapaknya malah gagal fokus kalo kita yang tank top-an ini yoga di deket sofa."

"Ya kamu bantu cari solusi supaya dia gak sampe gagal fokus. Yuk, buruan. Keburu ketinggalan informasi nih... Siapa tahu mereka lagi ngobrolin suami aku."

Sepupu jauh Yansha yang merangkap sebagai guru yoga itu dilarang membantah. Tidak ada lagi kesempatan untuknya bicara karena Dinda langsung pergi. Tasya pun menyusulnya dan bantu mencarikan tempat yang tidak dapat pria tua itu lihat.

Bunda melirik dua wanita muda yang kini berpindah ke belakang sofa. Dari ekspresinya, Bunda seakan-akan bertanya apa yang kalian lakukan? Tasya yang tidak punya pilihan pun hanya memasang wajah melas. Sulit sekali menolak keinginan Ibu hamil.

Bunda pun membuang muka dan kembali menatap tamunya, membiarkan Dinda dan Tasya melakukan apa pun yang mereka suka.

"Sudah berapa lama memangnya Andira tidak bisa di hubungi?"

"Sudah berbulan-bulan lamanya, Bu. Makanya saya sangat khawatir. Karena semarah-marahnya Andira sama Papanya, Andira tidak pernah mendiami Papanya sampai selama ini."

Bunda mendesah khawatir. Bunda juga sudah lama tidak mendengar kabar Andira. Terakhir bertemu adalah saat Andira datang kemari untuk berpamitan. Hari di mana Dinda juga datang untuk mempermalukannya.

"Saya khawatir Andira menyerah."

Alis Bunda mengerut.
"Maksud Bapak?"

"Terakhir kali Andira terima telepon, Andira mengeluh sudah tidak kuat. Andira sudah tidak punya kesempatan katanya."

"Mungkin ada hubungannya sama profesi dia sebagai chef," tebak Bunda, bermaksud menenangkan Pak Qodir yang semakin berpikiran buruk.

"Mungkin juga karena asmara. Sejak dulu, kehidupan percintaan Andira tidak pernah berhasil. Saya saja sebagai orangtuanya heran."

Gue juga heran, Pak. Bapak ini orangtuanya tapi Bapak gak kenal sama anak sendiri, batin Dinda yang tengah duduk bersila sambil melakukan pernapasan panjang.

Kasih Tak SampaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang