16

559 76 3
                                    

Maaf jika membosankan.














Pagi menuju siang yang amat terik, tenggorokan yang mulai kering dan perut yang perlu isi ulang. Itulah yang kini dirasakan para murid yang tengah memenuhi seisi kantin sekolah. Dari ujung sampai ujung lain penuh dengan para remaja kelaparan.

Begitu juga dengan meja dekat lapangan yang telah dipenuhi oleh tiga siswa dan dua siswi dengan makanan dan juga minuman yang mereka pesanan. Dengan hikmat mereka memakan pesanan dan tak ada pembicaraan, sampai satu hal yang mengejutkan mereka.

Mata mereka terbelalak melihat air jus yang membasahi hampir keseluruhan badan gadis yang tengah asik makan dibangku pinggir jalan orang berlalu-lalang. Beberapa pasang mata tertuju pada sang pelaku yang membuat jus itu tumpah.

Terlihat segerombolan pemuda yang berdiri tegak disamping gadis yang telah menjadi korban mereka. Salah satu dari mereka, pimpinan dari mereka tersenyum kemenangan kearah gadis itu, tetapi gadis itu hanya diam dan melanjutkan makannya meskipun sedikit tercampur dengan air jus yang tumpah.

Merasa tak terima, salah satu temannya berdiri mengarahkan telunjuknya pada orang yang membuat temannya basah. " Maksud kamu kenapa ngelakuin itu, hah!?." Bentaknya yang hanya dibalas dengan senyuman sombong.

Dengan tenang gadis itu menarik tangan temannya agar kembali duduk. " Gak usah berlebih untuk urus dia Za, dia tidak sebanding." Ucap gadis itu.

Mendengar perkataan itu membuatnya terbakar amarah. " Iya, kita tidak sebanding, karena kau seorang pembunuh." Ucapnya menekankan akhir perkataannya.

Teman-teman gadis itu tidak bisa lagi menahan amarah mereka ketiga siswa itu serentak berdiri dari duduknya menatap pemuda itu dengan penuh amarah.

Perlahan gadis itu, Khala perlahan bangkit dari duduknya dan menatap acuh orang yang ada di hadapannya. " Jangan harap dengan siapa orang tua mu, kau bisa aman dari pembunuh."

Mendengar perkataan temanya, Eza, Daniel, Lutfi dan juga Cahaya yang ikut mereka, menunjukkan wajah khawatir jika hal yang tak terduga bisa dilakukan gadis itu jika sudah menyebut dirinya sendiri sebagai, pembunuh.

Khala yang ingin melanjutkan makannya terhenti ketika satu tarikan dan pukulan yang ia dapat dari pemuda tadi. Khala yang sudah tersulut emosi, membalas apa yang sudah mereka terima.

Begitu juga dengan ketiga sahabatnya yang ikut membantu Khala yang tengah dikeroyok. sedangkan Cahaya terdiam ia bingung apa yang harus ia lakukan, jika melerai pasti ia juga akan mendapatkan imbas dari perkelahian mereka.

Keadaan kantin kini sangat ricuh, tidak ada yang berani melerai mereka apalagi melerai Khala geng maka ia ikut dalam pertarungan itu. Perkelahian terhenti ketika suara teriakan terdengar jelas di telinga mereka, terutama para siswa yang berkelahi menghentikan pukulan mereka.

" Berhenti semuanya, berhenti." Ucap beberapa guru yang datang melerai keributan.

" Apa-apaan kalian ini berkelahi didalam lingkungan sekolah, mau jadi jagoan kalian." Bentak salah satu guru pria yang datang. " Setelah luka kalian di obati, datang keruang guru untuk menjelaskan kejadian ini." Ucapnya lagi dan membubarkan kerumunan.

Khala tanpa memperdulikan sekelilingnya, ia beranjak pergi dari sana menuju ruang guru.

_________________________



Setelah kejadian tadi Khala dan teman-temannya tetap mendapatkan skors  meski Cahaya sudah menjelaskan, bahwa mereka hanyalah korban dari pemukulan itu. Tapi ya, kau punya tahta kau punya kuasa, itu yang membuat orang yang memukuli mereka aman dari poin dan juga skors. Mereka masih diperuntungkan hanya diberi skors dari kepala sekolah pemanja anak itu.

Kini Khala telah sampai di rumah bundanya, ia dengan malas memasuki rumah, ia sungguh muak dengan ini. Sesampainya diruang tamu, ia sudah ditunggu seorang wanita paruh baya yang menatapnya dengan khawatir, hm mungkin itu hanya raut yang dibuat-buat, pikirannya.

Wanita itu menatap putrinya yang sangat acuh dengan keberadaannya. " Khaulah berhenti, Bunda mau bicara sama kamu." Ucapnya membuat sang putri memberhentikan langkahnya menuju kamar.

" Khaulah, Bunda mohon sama kamu, berhenti melakukan hal yang merugikan dan juga mengecewakan Bunda." Ucap Bu Zahra dengan nada tegas sedikit meninggi. " Sudah berapa kali Bund.......

Dengan emosi yang belum Meredam Khala berbalik mengeluarkan kata-kata dengan nada hampir membentak. " Peduli apa aku, hah!, peduli apa Bunda."

Bu Zahra hanya bisa membulatkan matanya ketika putrinya membentak. " Kamu bentak Bunda, ini Bunda Khaulah." Ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

" Bunda, apa kamu masih pantas disebut sebagai Bunda?." Ucap Khala dengan remeh. " Gak ada seorang Bunda yang rela menelantarkan anaknya disaat dia tidak tahu arah. Gak ada Bunda yang rela melihat anaknya perjalanan dengan lukanya sendiri.  Bukan Bunda jika ia sendiri yang membuat anaknya tidak lagi merasakan keamanan dalam ketakutan. Apakah kau seorang Bunda?. Apakah itu yang dilakukan seorang ibu?." Bentak Khala.

" Bunda ku telah hilang dengan orang yang ia cintai, menghilang ikut dengan semua hal yang pernah ada di hidup aku." Ucap Khala dengan rintihan air matanya. " Aku hanya hidup kesedihan kesunyian luka dan kesalahan yang aku buat sendiri. Itu memang pantas untuk ku, aku seorang pembunuh yang dijauhi semua orang."

Tak kuasa dengan rasa sakitnya Khala berlari menuju kamarnya, mengurung diri menjerit dalam lukanya terjebak dengan masa lalu kelamnya. Ia hanya bisa menangis tertunduk didepan pintu, menangis merutuki semua kesalahan yang tidak bisa ia pertanggung jawabkan.

" Aku pembunuh, aku pembunuh ayah, aku yang bunuh Chika. Semua hilang, hilang!." Teriakannya menggema di seluruh kamarnya, kamar yang selalu mengingatkan semua kebahagiaan yang telah hilang.

Di balik itu terekam jelas apa yang ia lihat, masalah itu bukan hanya sekedar masa lalu tapi itu juga alasan terpecahnya keluarga ini. Ada fakta baru yang ia tahu dari gadisnya, aku bukan hanya tempat untukmu pulang, tapi juga pulih.













Trima dan kasih.
👇✨👇

K H A U L A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang