18

599 72 2
                                    

Maaf jika membosankan.














Pagi hari membuat semua makhluk disibukkan dengan kegiatan mereka. Seperti mempersiapkan sarapan sebelum menjalani aktivitas mereka.

Sama halnya dengan dua manusia ini sudah disibukkan dengan masakan yang akan mereka hidangkan. Memotong menumis bergulat hebat dengan masakan mereka.

Hampir setengah jam mereka melakoni aksi mereka, kini makanan yang terlihat begitu nikmat sudah tertata rapi di atas meja makan, sekarang hanya menunggu makhluk yang belum keluar dari sarangnya.

Tak lama kemudian munculah seorang dari balik pintu kamar, kaos putih dan celana pendek hitam melekat pada gadis itu, dengan tangan yang menenteng kunci motor.

Icha segera menghampiri gadis yang sudah di penghujung pintu keluar rumah, ia menarik tangan itu agar menghentikan langkah. " Kita sarapan dulu." Ucapnya.

Khala menatap Icha, ia kira gadis ini telah pulang karena saat ia terbangun sudah tidak ada makhluk penghuni hatinya. Ia menoleh kearah meja makan, disana sudah ada wanita paruh baya yang sudah duduk di salah satu kursi meja makan.

Terlihat wanita itu memancarkan kehangatan dari senyumannya, senyuman yang sudah lama tidak pernah ia lihat. Ia kembali menatap kembali gadis didepannya, gadis itu ikut tersenyum dan menariknya menuju meja makan yang sudah lama tidak ia tempati.

Icha menempatkan gadisnya dihadapan bundanya dan ia memposisikan diri disamping Khala.

" Sarapan dulu ya, sayang. Bunda sudah masak makan kesukaan kamu." Ucap Bu Zahra dengan penuh hati-hati.

Khala hanya tertegun dalam duduknya, sayang. Sudah lama ia tidak mendengar kata-kata manis yang keluar dengan lembut dari mulut Bundanya. Ia menatap deretan makanan yang sudah lama tidak ia lihat, makanan yang akan selalu hadir di pagi harinya. Ia juga menatap kursi kosong di ujung meja, bayangan senyuman yang hangat seakan nyata menyapanya seperti pagi sebelumnya.

Icha tak melepas pandangannya dari sorot mata yang sayu. Dirinya seakan merasakannya apa yang saat ini dipikirkan gadis ini, seakan ia ikut dalam bayang-bayang yang kembali menyerang gadisnya. Ia memegang tangan disampingnya menyalurkan keyakinan agar gadis itu bisa perlahan menerima dan kembali pada hangat yang tidak lagi bisa dirasa.

Khala mengalihkan pandangannya pada gadis yang menggenggamnya, gadis itu tersenyum padanya dan memberi anggukan kecil padanya. Ia juga melihat wanita yang tidak lepas dengan senyuman yang ditujukan untuk dirinya.

Bu Zahra tersenyum dengan luka dibaliknya, ia mengerti apa yang kini dirasakan putrinya. Merasa kehangatan yang kini telah dingin, kehangatan yang akan ia bangun kembali. Ia akan memulai dari hal kecil yang akan membawa putrinya datang dalam pelukannya. Meskipun ragu selalu datang di setiap halaman yang akan ia lakukan, tapi demi luka yang tak mau ia buat dalam lagi, ia akan lakukan.

" Kamu mau makan apa?, sayang!." Tanya Bu Zahra dengan tangan yang sudah memegang piring yang sudah ia isi dengan nasi.

Jantung Khala seakan berhenti mendengar kata itu, tubuhnya seakan lemah mendengar nada bicara yang begitu halus masuk ke telinganya. " Terserah." Dengan sedikit terbata-bata saat pengucapannya, ia ingin memanggil wanita itu dengan sebutan Bunda tapi seakan tenggorokannya menutup agar kata-kata itu tidak bisa keluar.

Bu Zahra hanya tersenyum mendengar perkataan putrinya, ia memaklumi kegugupan yang dirasakan putrinya. Ia pun mengambilkan lauk kesukaan putrinya dan memberikannya pada Khala dan diterima.

Icha juga memaklumi kecanggungan yang hadir diantara mereka, sarapan bersama sudah menjadi awal yang bagus dari keduanya.

Mereka menikmati sarapan dengan kesunyian yang menyertai mereka, hanya ada dentingan alat makan yang terdengar dalam ruangan itu.

Merasa makanannya sudah habis, Khala berdiri dari duduknya ingin pergi dari sana namun ditahan oleh gadis disampingnya. Ia kembali duduk menuruti kemauan gadis yang telah menarik tangannya agar kembali duduk.

Setelah kegiatan sarapan mereka selesai, Bu Zahra mencoba menegakkan duduknya dan juga kata-kata yang akan ia ucapkan.

" Khaulah, maaf jika selama ini Bunda terlalu keras memperlakukan kamu, tapi Bunda gak mau kamu terlalu jauh nak." Ucapnya dengan hati-hati.

" Bunda tau betapa besarnya rasa kecewa kamu sama bunda, tapi bunda mohon kembali nak." Sungguh ia tidak berdaya dengan semua ini.

" Kamu memang benar, seharusnya Bunda tidak mementingkan kesedihan yang Bunda rasakan. Seharusnya Bunda menyadari bahwa kesedihan itu bukan hanya datang pada Bunda, tapi juga pada putri Bunda.

" Kamu juga benar, bukan seorang ibu yang tega menelantarkan anaknya disaat dia kehilangan arah, tidak memiliki seseorang yang menuntunnya untuk bangkit dari keterpurukan yang ia rasakan.

" Seorang ibu tidak akan tega melihat darah dagingnya sendiri berjalan tertatih penuh luka, tanpa pelukan tanpa rengkuhan yang ia dapatkan.

" Bunda memang pantas menerimanya, menerima kenyataan bahwa dirinya sendiri yang membuatnya kehilangan putri kesayangannya. Bunda pantas mendapatkannya, Bunda pantas merasakan itu."

Isakan tangis tak lagi bisa terbendung, air matanya terus mengalir membawa kecewa yang selama ini ia sesali.

Khala beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri orang yang telah menundukkan kepalanya. Ia berlutut dan bersimpuh pada orang yang telah menghadirkannya ke dunia ini. Ia memegang kedua tangan yang pernah menggendongnya, merawatnya, membesarkannya hingga sekarang. Ia mencium tangan itu penuh kasih, menciumnya dalam.

" Berhenti Bunda, aku tidak mau semua ini berkelanjutan. Aku tidak mau Bunda ku terus menangis." Ucap Khala ikut tenggelam dalam kesedihan.

" Akan ku kembalikan Bunda mau itu, ia akan selalu ada untuk kamu. Menjadi tempat ternyaman mu, tempat untukmu melepas leleh, tempat mu untuk mengobati semua luka yang kamu rasakan. Aku janji ia akan datang." Ucap Bu Zahra dan merengkuh tubuh putrinya dengan erat, menyalurkan rasa kasih sayang yang seharusnya dirasakan gadis ini.

Icha tersenyum dalam keharuan yang ia rasakan, luka itu masih ada dengan kecewa yang saling mereka berikan.

Kebahagiaan itu, nyata rasa sakit yang harus ia rasakan di setiap perjalanan yang dilalui. Sebesar apapun rasa kecewa, penyesalan adalah kehancuran yang sebenarnya.














Trima dan kasih.
👇✨👇

K H A U L A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang