Sebuah Kecupan

42 11 0
                                    

Di pinggir pantai, Jenar duduk di atas pasir sembari mengarahkan pandangannya pada seorang lelaki yang tengah berenang dilaut. Sesuai janji yang mereka buat kemarin malam, hari ini keduanya kembali bertemu di pantai. Jenar sejak tadi tidak mengalihkan tatapannya dari pria itu.

Jenar menatap Gena, tubuhnya cenderung kurus namun tegap dengan bahu yang tidak begitu lebar. Bukan tubuh pria yang ada dilayar televisi. Namun entah kenapa Ia terlihat menawan dengan tulang selangka yang menonjol. Celana pendek yang ia pakai basah terkena air. Begitu menyejukan matanya.

Lain dengan Gena, Jenar ke pantai memakai kemben bra putih yang menempel ditubuhnya dan celana pendek yang menonjolkan kakinya yang jenjang. Membuat beberapa pasang mata yang berada di sekitar area pantai itu memerhatikannya. Kacamata hitam yang bertengger di kepalanya membuat tampilan Jenar terlihat sempurna. Benar-benar seperti wisatawan yang sedang menikmati wisata di pinggir pantai.

Dari bibir pantai dapat Jenar lihat Gena berenang ke tepian. Jenar melambaikan tangan ke arah pria itu. Memperbaiki posisi duduknya, Jenar menyambut Gena yang kini sudah sampai di daratan dan berlarian ke arahnya.

"Gimana? Seru?" tanya Jenar antusias.

Gena baru saja ingin menjawab, namun perhatiannya teralihkan dengan tubuh Jenar yang terpampang sempurna. Gena meneguk salivanya susah payah. Jenar benar-benar elegan. Kalau saja disuruh memandangi tubuh wanita itu 24 jam, mungkin Gena akan menyanggupinya. Akan tetapi, saat Gena sadar tempat ini adalah tempat terbuka, lelaki itu pun bercelingak-celinguk kiri kanan.

Dan benar saja. Ada beberapa tamu baru pria yang memandangi Jenar. Dan itu membuat Gena tidak nyaman.

"Gak berenang? Kayaknya kamu udah siap berenang?" kata Gena dengan nada sedikit marah.

"Eh?" Jenar melirik ke bagian tubuhnya. "Kenapa kamu sewot?"

Gena mendecakkan lidah. Ia berjongkok untuk membuat posisi tubuhnya dan Jenar sejajar. Mendekatkan bibirnya ke kuping perempuan itu, Gena berbisik. "Kamu sadar, nggak, dari tadi jadi pusat perhatian, hm?"

Pipi Jenar memerah mendengarnya. Sontak ia melirik kiri kanan, dan malu sendiri saat mengetahui orang-orang memandanginya. "Ah, aku nggak tau sampai begitu. Tapi kan—"

"Ssttt!" Gena menutup bibir Jenar dengan telunjuknya, yang mana hal itu membuat Jenar terdiam. Tatapan mereka bertemu di udara dalam jarak yang cukup dekat.

"Kamu ini nakal banget, ya? Sengaja pakai begini buat godain orang-orang, hm?"

"Ih, bukan! Ini baju normal kembensama hotpant." Jenar cemberut.

Gena melirik kain pantai yang dilepas Jenar dan dijadikan alas duduknya itu. Ia suruh Jenar berdiri, lantas ia ambil kain tersebut, kemudian ia balutkan ke tubuh Jenar. Hal itu membuat tubuh Jenar menegang. Debar di dadanya kembali muncul karena perlakuan pria itu.

"Aku nggak mau badanmu dilihat orang-orang. Ngerti ya?" bisik Gena tepat di telinga Jenar, dan setelah itu barulah pria itu menjauhkan wajahnya.

Pipi Jenar merah seperti tomat rebus. Bibirnya pun berkedut-kedut hendak tersenyum, tapi malu.

****

"Aku nggak mau badanmu dilihat orang-orang. Ngerti, ya? Hahahah! Aduhhh! Gue baper, Beb. Bener-bener deh tuh pria. Paling bisa bikin gue melted!"

Siang hari, di kamar, Jenar bertelfonan dengan Hana. Gadis itu menceritakan tentang Gena pada sahabatnya itu. Konyol memang. Move on dari kakak sahabatnya sendiri, dan kini ia menemukan pria baru yang ia ceritakan pada sahabatnya itu.

Fyi, setelah berenang, Gena pamit pada Jenar. Katanya ada acara penting. Jenar tidak mau bertanya lebih lanjut karena itu privasi Gena. Lagi pula, mereka tidak ada hubungan apa-apa sampai Gena harus memberitahu semua kegiatannya. Ia bisa melihat saat Gena keluar dari kabinnya.

Ours BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang