Asing

37 12 0
                                    

Jenar berulangkali menepuk pipinya sendiri, berharap hari ini tidak akan pernah tiba atau hanya mimpi belaka.

Katakanlah usai sebulan lalu Jetro dan Astri mengumumkan hubungan mereka, kini keduanya melangsungkan ikatan pernikahan. Dan sejak semalam Jenar tidak bisa tenang memikirkan itu semua.

Bukan ia tidak ikut senang melihat kakaknya menikah. Jenar justru senang Jetro berumah tangga. Akan tetapi ... harusnya Astri yang merupakan kakak Gena itu orangnya? Selama ini Jenar sudah berusaha melupakan pria itu. Eh, malah sekarang mereka dipertemukan lagi dalam hubungan yang lebih dekat. Yaitu ipar-iparan.

Cobaan macam apa ini?!

Mengenakan kebaya biru muda dengan rambut disanggul mode low bun, Jenar tampak cantik dan menawan. Tubuh rampingnya sangat cocok dengan kebaya itu. Dan yang membuat Jenar kesal, ternyata baju ini adalah baju seragam dengan baju yang Gena kenakan.

Ya. Astri membuatkan mereka baju secara bersamaan. Gena memakai batik biru muda dengan celana dasar hitam. Sangat serasi dengan kebaya yang Jenar kenakan.

Di ballroom—tempat resepsi diadakan, pihak mempelai perempuan dan mempelai lelaki sedang sibuk di atas pelaminan bersiap-siap melempar buket bunga pada para tamu. Sungguh, acara ini sangat membosankan bagi Jenar. Apalagi saat pembawa acara terang-terangan menyuruh keluarga mempelai untuk ikut berpartisipasi.

"Siap-siap ya! Siapa yang terima bunganya, itu yang bakal nikah selanjutnya!" sorak si pembaca acara, yang mana hal itu membuat Jenar mencebik.

Sungguh, ia tidak percaya hal itu. Orang-orang menikah ya karena menemukan jodoh mereka, bukan karena menemukan bunga. Siapa, sih, yang menciptakan teori konyol itu?! Jenar ingin membantah dan membuktikan pada mereka semua kalau pikiran kulot itu sangat salah! Itu tekadnya.

Maka, ia pun bersiap menerima bunga itu. Bukan karena ia antusias ingin menikah, melainkan karena ingin mematahkan tahayul itu.

"Satu ... dua ... lempar!"

Jetro dan Astri yang sama-sama memegang bunga itu pun melempar buket tersebut ke arah para hadirin yang berdiri di dekat panggung pelaminan. Dengan sigap Jenar maju merebut bunga itu dari kerumunan para gadis.

Hap!

Jenar menjerit bahagia saat berhasil mendapatkan bunga tersebut. Bahkan Jetro dan Astri pun tertawa dari atas panggung itu melihatnya.

"Dapat!" kekeh Jenar.

Akan tetapi, karena berdesakan, Jenar tidak melihat ke bawah yang mengakibatkan seseorang secara tidak sengaja menyenggol kakinya. Jenar hampir saja jatuh. Untungnya seorang lelaki dengan cepat menangkap tubuhnya dari arah belakang.

Posisi tubuh Jenar yang jatuh ke dekapan lelaki itu dari arah belakang membuat Jenar bisa dengan jelas melirik pria yang barusan menolongnya. Dan orang itu adalah Gena. Detik itu juga jantung Jenar terasa mencelus. Lama mereka di posisi seperti itu dan saling lempar tatapan dalam. Sampai akhirnya posisi itu harus berakhir saat seseorang lewat di samping mereka dengan cara tergesa hingga menyenggol bahu Gena.

Gena segera melepaskan tubuh Jenar. Bahkan Jenar hampir tersungkur karena dilepas secara kasar.

"Ekhm!" Gena berdeham guna meredam rasa canggungnya.

Sementara Jenar merapikan bajunya yang sempat kusut. Mereka kembali memasang wajah dingin seolah tidak terjadi apa-apa barusan. Padahal jantung mereka masih sama-sama berdetak hebat merasakan sisa-sisa sentuhan tadi.

"M—makasih," kata Jenar.

"Masih percaya tahayul? Demen banget ikut rebutan bunga," kata Gena sensi.

Ours BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang