Vote dulu sebelum baca ☺️
____________________________
Levi sedang duduk tenang di pangkuan Aaron. Kedua matanya terfokus pada layar ponsel yang menampilkan video animasi kucing. Sedangkan Aaron sendiri sibuk bermain rambut halus si bungsu.
"Levi~"
Suara lembut memasuki gendang telinga Levi. Membuatnya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sumber suara. Dan tepat di sudut kamar, sosok anak kecil berdiri, tersenyum manis ke arah Levi dan melambaikan tangan.
"Kenapa?" tanya Aaron melihat Levi mencari sesuatu.
Dean, sosok anak kecil itu meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya. Memberi isyarat pada Levi untuk tidak memberitahu keberadaannya.
"Kakak, lapal mau mamam" ucap Levi menatap Aaron dengan mata bulatnya yang lucu.
Aaron yang gemas langsung memeluk tubuh mungil si bungsu. Kembali mengusap-usap pipinya dengan pipi Levi. Bahkan lebih kasar dari sebelumnya.
"Baiklah, Kakak ambilkan camilan dulu"
"Ung"
Aaron menurunkan Levi dari pangkuannya. Berjalan menuruni tangga menuju dapur.
Levi yang tidak lagi melihat bayangan Aaron langsung beranjak dari duduknya dan menghampiri sosok yang berdiri di sudut ruangan.
"K-kamu benel kakakku?"
Sosok anak kecil setinggi Levi itu tersenyum. Dia mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Levi. "Iya, bagaimana kamu percaya?"
Levi menunduk sambil menyatukan jari telunjuk tangannya dengan telunjuk yang lain. "Tadi aku bertanya pada Zelo, dia bilang aku memiliki kakak lagi dan dia sudah pelgi"
Levi meraih tangan Dean yang membuat sosok itu terkejut. Bagaimana Levi bisa memegang tangannya? Pikir Dean. "Aku melihat foto Kak Dean di depan kamalku, Kak Dean sangat tampan" puji Levi sambil tersenyum manis sampai kedua matanya ikut tersenyum.
Dean tersenyum. Lalu dia mengusap kepala Levi. Anehnya dia dapat menyentuh anak di depannya itu. Padahal selama ini Dean selalu berusaha memegang anggota keluarganya namun tidak bisa. Bagaimana tiba-tiba dia bisa memegangnya?
"Tapi, berjanji satu hal. Jangan katakan pada siapapun jika kamu dapat melihatku, bahkan pada Papa dan Mama. Oke?"
"Ung"
"Adik, aku membawakan mu puding coklat buatan Camilla"
Mendengar suara Aaron, Dean tiba-tiba menghilang.
"Apa yang kamu lakukan di sana?" tanya Aaron. Dia meletakkan sepiring puding coklat di atas meja lalu menghampiri Levi yang berdiam diri di sudut ruangan.
"A-aku sedang melihat cicak" jawab Levi terbata. Lalu dia berlari menuju sofa dan duduk di karpet berbulu. Levi terlihat senang saat melihat puding coklat berbentuk kelinci yang bisa digoyangkan itu. Camilla benar-benar sangat pandai membuat camilan.
Aaron masih berdiri di sudut. Dia menatap Levi heran karena gerak-gerik si bungsu sangat aneh.
Mungkin hanya pikiranku saja _Aaron
Aaron berjalan menghampiri Levi yang sudah lahap memakan pudingnya. Aaron duduk sambil memperhatikan si bungsu yang entah kenapa semakin hari semakin menggemaskan. Bahkan Aaron menyesal baru menyadari kegemasan si bungsu.
Tanpa Aaron sadari, sosok anak kecil menatap keduanya dengan senyum manis yang menghiasi wajah pucat nya. Baru saja dia mencoba menyentuh Aaron namun tidak bisa.
"Itu artinya aku hanya bisa menyentuh Levi?"
Sejak hari itu, Levi dan Dean sering bersama. Levi tidak lagi mempermasalahkan jika dia ditinggal sendirian. Selama Dean muncul. Terkadang Levi mencari Dean ketika seharian sosok mendiang kakaknya itu tidak muncul.
"Sayang, kamu sadar tidak jika Levi semakin hari semakin berani" ucap Sylvia. "Dia tidak lagi takut saat sendirian"
"Mungkin saja dia tidak lagi bisa melihat mahluk tak kasat mata" jawab Gerald dengan mengingat keseharian Levi.
"Apa itu mungkin?"
Gerald mengkedikkan bahunya tanda tidak tau jawabannya. "Mungkin saja"
Pagi hari, Levi kembali bermain sendirian di kamar. Tanpa kehadiran Camilla. Namun, tentu saja dia tidak benar-benar sendirian. Di sana ada Dean yang menemaninya. Roh-roh yang lain tidak dapat menampakkan diri mereka karena Dean melarangnya. Untuk kenyamanan Levi.
"Kakak tidak adil!!!" teriak Levi tidak terima saat dia kalah bermain ular tangga bersama Dean. Pasalnya, Dean selalu mengubah hasil dadu milik Levi dengan kekuatan mistisnya yang menyebabkan si bungsu kalah.
"Apanya yang curang? Kakak bahkan tidak bisa memegang dadunya" elak Dean.
"Ta-tapi Kakak selalu mengganti daduku!!"
"Jangan menuduhku tanpa bukti" ucap Dean santai.
"A-aku tidak menuduh! Itu kan benar!"
Dean mendekati Levi. "Jika tidak ada bukti, itu artinya menuduh adik kecil"
Tiba-tiba Dean memeluk Levi dan menggelitiki pinggang sang adik. Levi menggeliat kegelian akibatnya. Mereka berguling-guling di lantai.
"Ahahaha..geli!! Kakak!! Geli!!"
"Rasakan ini"
Seakan tidak perduli teriakan Levi, Dean tetap menggelitiki pinggang juga leher si bungsu. Dia sangat bersenang-senang bisa tertawa bersama adiknya.
"Kakak! Hentikan! Pelutku sakit! Hentikan!"
Seketika Dean menghentikan aktivitasnya. Dia melepas pelukan perlahan lalu melihat intens si bungsu yang mengatur nafas.
"Kakak tertipu! Ahahaha"
Levi berdiri lalu berlari mengelilingi kamarnya dengan Dean yang mengejar dari belakang. Meski Dean bisa saja muncul tiba-tiba di depan Levi namun dia memutuskan untuk mengikuti permainan adiknya itu. Dia sungguh menggemaskan. Pikir Dean.
"Ahahaha"
Levi tertawa lepas saat bermain bersama Dean. Namun, tidak hanya bersama Dean, dengan kakaknya yang lain juga seperti itu. Sampai membuat semua orang ikut senang melihat senyum manis dan suara tawa yang lucu itu.
"Tangkap aku!" Teriak Levi yang percaya diri jika Dean tidak bisa menangkapnya.
Tanpa keduanya sadari seseorang mengintip di sela pintu kamar Levi. Kedua matanya membulat melihat Levi yang bermain sendirian sambil tertawa. Membuatnya merasa aneh juga takut. Dia adalah Camilla yang sedang membawa camilan untuk majikan kecilnya.
Setelah kejadian itu, Camilla mengadu kepada kedua majikannya, Gerald dan Sylvia. Namun Gerald mengatakan bahwa Levi sedang bermain bersama teman imajinasinya.
"Bukankah hal yang wajar seorang anak kecil memiliki teman imajinasi" ucap Gerald.
Camilla menunduk. Memang benar apa yang dikatakan majikannya. Namun, bukankah sedikit aneh jika anak seusia Levi masih memiliki teman imajinasi? Bukankah teman imajinasi hanya untuk anak usia tiga sampai lima tahun? Pikir Camilla.
Gerald melihat Levi yang bermain bersama ketiga kakaknya. Dia sedikit khawatir jika si bungsu tidak hanya bermain dengan teman imajinasinya. Jika dia bermain dengan makhluk tak kasat mata, apakah itu akan baik-baik saja?
"Apa akan baik-baik saja?" tanya Sylvia setelah Camilla pergi.
"Aku juga tidak tau"
Diam-diam Gerald menghubungi seseorang.
"Bisa bertemu besok? Ada yang ingin aku tanyakan"
"...."
"Ini sangat penting, aku harap kamu memiliki waktu"
"...."
"Baiklah, tetapkan tempat dan waktu senyamanmu"
"...."
"Terima kasih"
Tbc
See you next chapter 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesayangan
Novela Juvenil║𝐅𝐎𝐋𝐋𝐎𝐖 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐁𝐀𝐂𝐀║ ❤️ UPDATE SESUKA HATI ❤️ Cerita Aiden, seorang anak berusia sepuluh tahun merenggut nyawanya sendiri dengan melompat dari jendela? Tapi bukannya ke alam baka dia malah bertransmigrasi ke tubuh seorang anak kong...