24.~❤️~

7.7K 829 25
                                    


Vote dulu sebelum baca ☺️
_____________________________

Levi duduk lemas di ranjang dengan badan yang dia sandarkan di kepala ranjang. Terlihat sebuah plester penurun demam tertempel di dahinya. Iya, Levi demam karena semalaman tidak berhenti menangis.

"Minum obat dulu ya, Tuan muda" Cmilla sudah menuangkan obat cair ke dalam sendok lalu menyodorkan ke depan mulut majikan kecilnya.

Tanpa rengekan Levi membuka mulutnya. Obat itu masuk ke dalam mulut Levi dan langsung ditelan. Levi suka rasanya manis strawberry.

"Jaegal ke sini kan?" tanya Levi yang hanya dibalas dengan senyuman oleh Camilla.

Levi menunduk sedih. Dia ingin bertemu dengan Jaegar lagi. Levi belum memperlihatkan semua koleksi bonekanya.

Sedangkan sosok anak kecil sedang duduk di pagar balkon kamar Levi. Dia menatap Levi intens. Dean merasa sedikit cemburu melihat Levi begitu antusias bermain bersama teman barunya itu.

"Sayang,"

Levi dan Camilla menoleh. Mendapati Sylvia yang membuka pintu kamar lalu berjalan mendekat. "Sudah minum obat?"

Levi mengangguk.

"Mau ketemu Jaegar?"

Levi mengangguk lagi.

"Jaegar nya masih sekolah, nanti sehabis pulang sekolah pasti ke sini" ucap Sylvia. Wanita cantik itu duduk di tepi ranjang di samping Levi. Memeluk tubuh kecil itu sambil mengusap kepalanya.

"Jaegal sekolah? Seperti Kak Zeeval dan Kak Aalon?"

Sylvia mengangguk. "Iya, siang nanti pasti pulang. Mama sudah menyuruh Jaegar untuk ke sini"

"Benelan?" tanya Levi semangat. Si bungsu benar-benar tidak sabar bertemu dengan teman barunya. Bahkan kedua matanya berbinar indah.

Sylvia tersenyum sambil mengusap lembut puncak kepala si bungsu.

Dean, roh kecil itu merengut kesal melihat Levi begitu bersemangat ingin bertemu dengan teman barunya. Pernahkah kedua mata bulat itu berbinar saat bertemu dengannya? Pernahkah tubuh kecil itu melemah saat berpisah dengannya? Jujur, Dean amat sangat cemburu!

Pernah! Kedua mata itu selalu berbinar saat bertemu dengannya. Kedua mata itu yang bisa melihat keberadaannya. Dan pemilik kedua mata itu yang membuat Dean merasa hidup kembali. Tapi itu dulu. Sekarang mereka terpisah. Dan Dean tersadar jika dunia mereka berbeda.

"Seandainya aku memilih bereinkarnasi, apakah kita akan bertemu dan menjadi teman?"

Dean menggeleng ribut. Dia tidak boleh menyesali pilihannya. Mengorbankan reinkarnasinya demi bisa melihat keluarganya lagi adalah salah satu cara Dean menunjukkan kasih sayangnya.

"Levi senang memiliki teman baru?"

Levi mengangguk cepat sambil tersenyum.

"Sepertinya demam mu sudah turun mendengar Jaegar akan ke sini, hm?"

"Hehe"

Tok tok tok

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Sylvia dan Levi. Sepasang ibu dan anak itu menoleh ke arah pintu.

"Permisi, Nyonya. Paket anda sudah sampai" ucap Zero masuk ke dalam kamar Levi sambil membawa sebuah kardus.

"Letakkan di meja" perintah Sylvia yang langsung dilaksanakan oleh Zero.

Zero meletakkan kardus itu di atas meja nakas samping ranjang majikan kecilnya. "Paket yang besar masih berada di bawah, Nyonya"

"Terima kasih, Zero"

KesayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang