Chapter 2. Bencana Politik Terbesar

3 0 0
                                    

Mereka berempat punya karakteristik yang berbeda-beda. Komandan mereka sendiri menganggap perbedaan mereka mirip empat arah mata angin. Kesemuanya berlawanan. Namun, meski diliputi perbedaan dalam segala aspek, mereka berhasil membentuk harmoni yang dinamis untuk menghadapi segala situasi. Itu semua berkat pendidikan keras dan kemauan mereka untuk melewati semuanya.

Sebuah lingkungan peradaban kecil yang sederhana berdiri di tengah hutan. Kesederhanaan itu terlihat ganjil jika diperhatikan lebih dalam. Di tengah-tengah, terdapat bekas perapian yang tinggal asap. Tanah yang menjadi alas peradaban itu memperlihatkan warna coklat yang basah.

Seseorang keluar dari tenda berwarna hijau kecoklatan yang besar. Sebenarnya, tenda itu adalah yang paling besar diantara tenda-tenda lain di sekitarnya. Beberapa orang dari tenda kecil ikut keluar. Seolah ingin menguarkan aroma pergolakan, masing-masing dari mereka menggenggam senjata api AK-47 di tangan. Dua orang itu berjalan beriringan di belakang orang yang baru keluar dari tenda besarnya tadi.

Moale memberi hormat pada orang yang baru saja lewat di depannya. Dia menurunkan tangannya setelah dua orang dengan senjata api lewat. Sembari menurunkan tangan, matanya mengikuti pergerakan ketiga orang itu. Mereka melenggang santai seolah tak ada mata yang sedang menghunuskan moncong senapan ke arahnya dari jarak dua kilometer.

Pagi itu, rutinitas tak berubah seperti hari-hari sebelumnya. Orang yang diikuti dua penjaga itu akan keluar dari tendanya sekitar pukul tujuh pagi. Kemudian berjalan dari tendanya ke ujung peradaban sederhana itu. Disana dia akan menggebrak meja sambil bicara sepatah dua patah kata yang intinya adalah tentang bagaimana strategi untuk memperkuat pengaruh golongannya pada penduduk Enigma dengan cara yang gamblang, tapi masyarakat dapat menyebutnya "kudeta".

Lin sudah menunggu di kemah paling ujung. Terdapat meja besar beserta peta di atasnya. Begitu orang diikuti dua penjaga itu masuk, Lin dan tiga orang di sekitarnya berdiri tegak dan memberi hormat. Kali ini, orang yang diberi hormat itu membalas dengan tangan separuh terangkat. Begitu tangan diturunkan, hormat mereka pun ikut turun.

Rapat pagi itu berlangsung intensif, seperti biasanya. Setelah mengusut mengenai perjalanan tiga hari yang lalu, orang dengan kedudukan tinggi itu menyampaikan jadwal untuk pagi ini. Mereka berencana menyerang pemukiman penduduk yang berjarak tiga kilometer dari peradaban kecil itu.

Saat orang dengan kedudukan itu menanyakan pendapat Lin. Lin menjawabnya dengan penuh semangat, mengabaikan sifat aslinya yang pendiam,

"Seperti biasa, kita sebaiknya mengamati kemungkinan bagi militer Enigma yang berada di wilayah sebelah. Kita harus mengambil satu langkah lebih maju dari pemerintahan."

Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari luar.

Menjadi anomali negatif jelas memberikan stimulus pada kewaspadaan setiap orang dalam golongan itu. Tanpa pikir panjang, Sang Pemimpin dan kedua penjaganya berlari keluar. Lin dan kedua orang bersitatap sebelum menyusul ke luar dengan panik.

"Pak, orang ini ternyata penyusup pemerintah!" seru seorang pria sambil menunjuk Moale yang sudah dibuat bertekuk lutut oleh dua orang.

Sang Pemimpin yang baru saja menghabiskan tenaganya untuk berlari terbelalak mendengar kabar mengejutkan itu.

Lin yang berdiri di belakang orang itu menelan ludah. Dia mengamati Moale yang sudah mimisan dan ujung bibirnya membiru. Meski sudah ditatap begitu, Moale tak menatap ke arah Lin sedikitpun.

"Sial, ini tidak seperti perkiraan," desis Der.

Dari tempat yang jauh berbeda, Der sedang tengkurap di atas bukit yang berjarak dua kilometer dari lokasi Lin dan Moale. Teropong jarak jauhnya memperlihatkan semua hingga dia bisa memahami dengan pasti apa yang terjadi disana. Bahkan bisa menebak apa yang sedang diucapkan oleh orang-orang yang terlihat dari penglihatan terbatasnya. Intinya nyawa Moale dalam bahaya.

Lotus GrateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang