Ayo, presensi dulu!!
Sebelum membaca chapter ini, vote dulu!!
Klik pojok, bintangnya ⚠️⭐⭐
Harus tembus 50 vote!!
Yang masih baca, tapi tidak vote ... siapa??
Numpang baca saja, yah?
Mohon maaf kalau ada typo dan terima kasih yang sudah vote + follow author 💚🔥🧚🦖
Fyi; mendekati ending, mungkin beberapa chapter lagi. Jadi, silakan vote sebanyak-banyaknya. Ending tergantung jumlah vote dan yang follow. Kalau banyak, ya ... happy ending. Dan sebaliknya 🗿⚠️
========================>Ini adalah hari ketiga si kembar tanpa kehadiran sang ayah di rumah. Bagaimana kondisinya?
Pada hari pertama, mereka tentu saja sedih bahkan Jaemin sempat menangis di pelukan bunda dan Jeno. Saat malam hari, di mana biasanya si kembar akan menanti kepulangan sang ayah pun terasa hampa, mereka hanya bermain lego di kamar ditemani bunda Renjun.
Di hari kedua, si kembar seolah melupakan eksistensi ayah Jaehyun karena diajak pergi ke taman dekat rumah. Si kembar bermain sepeda hampir setengah hari dan saat sore harinya, bunda mengajak mereka masak untuk menyiapkan makan malam.
Namun, saat makan malam dimulai, Jaemin mengalami keresahan. Dia menatap kosong kursi sang ayah sambil menahan tangis. Hal itu dapat Renjun sadari. Bukannya Renjun tidak kasihan pada anak, tapi lebih baik dia acuhkan saja daripada diladeni. Sebab Jaemin akan semakin menangis kencang nantinya.
Jaemin pun menangis setelah makan malam. Dia berkali-kali meminta video call dengan sang ayah. Renjun pun menuruti. Sayangnya, Jaehyun sejak siang hari tidak bisa dihubungi. Renjun memaklumi, mungkin saja sedang banyak pekerjaan sampai lupa membuka ponsel.
Tangis Jaemin semakin keras karena tak ada jawaban dari sang ayah. Renjun pun inisiatif menelpon uncle Mingyu, tapi sama saja. Keduanya tidak bisa dihubungi. Karena tidak tega melihat Jaemin yang menangis, Renjun pun menggendong Jaemin untuk menimang agar segera tidur. Ya, usahanya selama satu jam pun berhasil. Jaemin telah tidur dalam pelukan Renjun.
Renjun bahkan melupakan Jeno. Anak sulungnya sejak tadi juga mengikuti gerak langkahnya dan kini duduk di samping Renjun.
"Abang, kenapa belum tidur?" tanya Renjun.
Jeno menggeleng. "Nono belum mengantuk."
Renjun tersenyum simpul, dia menaruh Jaemin di atas kasurnya dengan telaten, lalu memangku Jeno. Renjun itu paham dengan kondisi anak-anaknya. Meskipun Jeno selalu menutupi perasaan dan keinginannya, tapi Renjun tahu apa yang diinginkan si sulung.
Jeno juga rindu dengan ayahnya, tapi Jeno ini tipikal anak yang gengsi dan tidak ingin membuat bundanya semakin terbebani. Makanya memilih diam seribu bahasa.
"Yayah pulang kapan, Bunda?" tanya Jeno yang suaranya parau.
Tangan Renjun mengusap punggung Jeno. "Sabar, Nak. Ayah masih punya kerjaan, nanti pasti pulang. Jeno dan Jaemin harus bersabar, ya."
"Nda, maafkan abang. Ndak halus sepelti ini. Abang sudah beljanji pada ayah untuk menjaga bunda dan adik-adik." Jeno ini bayi yang dewasa.
Renjun selalu dibuat takjub dengan pemikiran Jeno yang dewasa dan bijaksana. Padahal anaknya ini berusia kurang dari lima tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Cemara||•Jαёгεη [Finish✓]
FanfictionCerita ini tentang βυηdα Язпjцп dan Αγαh Jәёнγυη. Jika kalian tidak suka, silakan pergi dari lapak ini! Pintu masuk dan keluar terbuka lebar. Jika suka, mohon tinggalkan jejak berupa vote dan komen guna keberlangsungan cerita. bxb! nct! (15+) _Jαεг...