Ruang UGD rumah sakit kala itu sedang ramai, suasana panik dan penuh kecemasan menyelimuti ruangan, ditambah lagi dengan suara sirine ambulans yang datang dan pergi menambah ketegangan.
Di salah satu ranjang, seorang gadis bertubuh mungil terbaring tak sadarkan diri sementara di samping ranjang, seorang laki-laki duduk dengan wajah penuh kekhawatiran. Gadis itu adalah Shea, lalu laki-laki itu adalah Jevgar.
Satu jam setengah berlalu begitu saja, Shea yang sudah pingsan selama itu akhirnya kembali sadar. Gadis itu mengerjapkan matanya, kepalanya terasa sedikit sakit namun yang lebih terasa menyakitkan sepertinya ada pada bagian kaki kirinya.
Shea menggerakan jemari tangannya. Deg. Mengapa jemari tangan kanannya terasa kaku dan tidak bisa digerakan? Gadis itu melirik ke arah tangan kanannya yang ternyata digenggam erat oleh Jevgar.
Laki-laki itu tertidur pulas di samping ranjangnya sambil menggenggam erat tangan kanannya dan menjadikan punggung tangan Shea sebagai bantalan untuk kepalanya.
Tangan kiri Shea yang menganggur akhirnya mengusap lembut kepala Jevgar agar laki-laki itu terbangun, dan benar saja hanya dengan beberapa usapan Jevgar langsung tersadar dari tidur nyenyaknya.
Hal pertama yang Shea lihat saat Jevgar terbangun dan menatap ke arahnya adalah pandangan mata Jevgar yang terlihat tajam menusuk, tatapan setajam pedang itu tidak pernah berubah sejak awal mereka bertemu.
Mengapa jiwa yang pernah menghangatkan sebagian jiwanya memiliki aura sedingin ini?
"Bisa berhenti buat gue khawatir?" tanya Jevgar dengan suara beratnya. Itulah kalimat pertama yang Shea dengar setelah seharian penuh Jevgar bersikap dingin padanya.
Shea mengabaikan tatapan itu, gadis itu justru mengingat tugas terakhirnya yang disuruh membelikan rokok oleh salah satu berandalan teknik di kampusnya.
"Rokoknya dimana?" tanya Shea dengan tatapan kebingungan. Ia ingat kalau sebelum diserempet motor dirinya sudah menggenggam rokok itu di tangannya.
"Rokoknya udah gue kasih, sekalian gue abisin orangnya," ucap Jevgar sambil berdecak kesal.
Shea mengerutkan keningnya, menatap kesal ke arah Jevgar. "Lo keterlaluan!"
Gadis itu langsung mencabut selang infus dengan asal, lalu turun dari ranjang rumah sakit. Jevgar yang melihat tindakan ceroboh Shea tentu saja langsung naik pitam.
"Mau kemana?" tanya Jevgar yang mencegat langkah kaki Shea.
Shea menatap lurus ke arah Jevgar. Mereka saling berhadapan— juga bertatapan. Shea menatap ke arah Jevgar dengan tatapan tajam seolah ia tengah marah dengan sikap Jevgar yang semakin semena-mena, sementara itu Jevgar hanya menatap dingin ke arah Shea.
"Mau cari cowok tadi, gue harus minta maaf," ucap Shea dengan nada yang terdengar dingin.
"Lo kayaknya nggak peduli ya kalo gue marah karena khawatir sama lo?" tanya Jevgar dengan serius.
Shea merasa geram sendiri, bisa-bisa Jevgar berbicara seperti ini disaat rumor ia berpacaran dengan Maria tersebar luas diseluruh kampus.
"Gue nggak suka dikhawatirin sama cowok yang cuma bisa pukulin anak orang sampe babak belur!" Shea mendorong lengan Jevgar agar tidak menghalangi jalannya. "Minggir!"
"Dimata lo gue cuma sebatas cowok brengsek ya, Shey?" tanya Jevgar yang diabaikan oleh Shea. Padahal, ingin sekali Shea mengiyakan namun rasanya bibirnya terasa berat untuk mengatakan hal itu.
Shea membuka tirai gorden, hal pertama yang Shea lihat bukanlah dokter ataupun perawat rumah sakit melainkan Maria. Shea menatap dingin ke arah Maria begitupun sebaliknya, melihat tatapan Maria membuat Shea ingin muntah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jevgar III : Rainbow After The Storm
RomanceSetelah hubungan keduanya berakhir mereka benar-benar memutus komunikasi selama satu tahun penuh, hingga akhirnya keduanya di pertemukan lagi didalam satu kampus yang sama. Jevgar yang merasa menyesal telah memutuskan Sheana akhirnya mencoba berbag...