episode 14 𐙚 ˚.

14.2K 1.1K 1K
                                    

Langit masih diselimuti kabut tipis, hingga jendela kamar pun masih dipenuhi embun. Sinar matahari mulai muncul memancarkan cahaya yang menghangatkan tubuh seorang gadis yang kini tengah tertidur lelap. Gadis itu adalah Shea.

Shea menutupi dirinya dengan selimut tebal, ia tertidur sambil memeluk boneka anjing kesayangannya. Tiba-tiba Sadewa masuk ke dalam kamar Shea— adiknya, ia mematikan AC dan berjalan ke arah jendela kamar lalu membukanya, supaya aroma udara segar masuk ke dalam ruangan itu.

Gadis itu menggeliat saat udara dingin menerpa wajahnya, ia langsung menutupi seluruh wajahnya dengan menggunakan selimut.

"Bangun, udah jam tujuh pagi," ucap Sadewa sambil menarik selimut dari tubuh adiknya.

Sadewa memang sangat disiplin, ia selalu bangun pukul lima pagi untuk berolahraga lalu menyiapkan sarapan. Shea tidak pernah dijadikan budak di rumah ini, memegang sapu saja Shea tidak pernah karena Sadewa selalu memperlakukannya seperti Tuan Putri.

"Shea ke kampus jam sepuluh," ucap Shea dengan suara paraunya.

"Yaudah bangun, ada Jevgar didepan," ucap Sadewa sambil menatap malas ke arah Shea.

Sadewa berdiri dekat ujung ranjang adiknya, ia menatap Shea dengan raut wajah datar disertai tatapan malas. Laki-laki itu memang satu-satunya orang yang paling sabar menghadapi Shea, meski setiap hari bertemu tapi pertengkaran mereka bisa dihitung menggunakan jari walaupun pada akhirnya selalu Sadewa yang mengalah dan meminta maaf.

"Dia ngapain kesini?" tanya Shea dengan raut wajah bingung.

Sadewa memutar bola matanya jengah. "Nyariin lo, lah, apalagi kepentingan dia disini kalo bukan lo?"

Shea mendengus kesal, ia langsung beranjak dari ranjangnya dan berjalan dengan raut wajah lesu menuju keluar kamar. Gadis itu dapat melihat mantan pacarnya yang kini duduk di kursi makan sambil menikmati sarapan pagi, laki-laki itu tampak begitu segar raut wajahnya.

"Mau pergi ke kampus jam berapa?" tanya Jevgar dengan senyum sumringah.

Shea berjalan ke arah ruang makan, ia duduk di kursi tepat di hadapan Jevgar. Seketika detik itu juga aroma maskulin dari tubuh Jevgar langsung menyeruak pada indera penciuman Shea.

"Gue jam sepuluh," Shea menatap heran ke arah Jevgar. "Lo ada kelas pagi?"

Jevgar menganggukan kepalanya. "Lo pokoknya harus pergi ke kampus bareng gue."

"Nanti gue jemput jam setengah sembilan," sambung Jevgar.

Saat itu juga Shea langsung melayangkan tatapan tidak terima, kening gadis itu langsung mengkerut menatap Jevgar dengan tatapan tajam.

Shea berdecak kesal. "Kita udah satu minggu selalu bareng terus! Nanti, semua orang ngiranya lo sama gue pacaran."

"Memang nanti ujungnya kita bakal pacaran lagi abis itu lo nikahnya sama gue terus kita hidup bareng sampe jadi kakek nenek," ucap Jevgar dengan santainya, bahkan raut wajahnya seperti tidak memiliki dosa apapun.

Shea bersedekap dada sambil menatap penuh amarah ke arah Jevgar. Awalnya, gadis itu selalu merasa senang bisa diperlakukan seperti seorang Tuan Putri oleh Jevgar, namun makin kesini Jevgar semakin posesif yang membuat Shea kesal sendiri.

"Pokoknya gue mau bawa mobil sendiri," ucap Shea yang tetap keras kepala.

Jevgar melayangkan tatapan tajam ke arah Shea. "Sama gue atau kita berdua nggak usah ke kampus sekalian."

"Tapi, gue mau bawa mobil!" sentak Shea yang tanpa sadar meninggikan nadanya.

Jevgar menarik napasnya dalam-dalam, ia menatap penuh frustasi ke arah Shea hingga ia tidak melanjutkan sarapan paginya.

Jevgar III : Rainbow After The StormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang