Bab 22 | Kepastian

308 70 160
                                    

⚠️ Ada adegan dewasa dikit 🤏

Happy Reading ❤️

🍁🍁🍁

Apakah Nala rumahku sekarang?

Melihat senyum gadis itu yang merekah sempurna, tak ayal membuatku terpana. Secepat itu suasana hatinya membaik.

Aku langsung mendekatinya usai memarkirkan mobil di garasi. Cokelat di tangan Nala sudah habis. Dia tersenyum lagi, memamerkan giginya yang rapi. Untung sekali tak ada sisa cokelat yang menempel.

"Suka cokelatnya?" tanyaku.

Nala mengangguk. "Kurang, Kak," tambahnya. Aku terkekeh geli. Ingin rasanya kuborong cokelat seminimarket untuknya.

Setelah itu hening. Baik Nala maupun aku hanya diam memandang ke jalan yang terhalang pagar rumah. Sepi sekali. Aku jadi ingat kejadian beberapa malam lalu ketika aku hampir mencium Nala, yang akhirnya gagal karena tukang sate lewat. Canggung sekali jika diingat.

"Kak," panggil Nala pelan. Aku menoleh ke arahnya. Nala menggigit bibir, tampak ragu ingin mengatakan sesuatu. Aku menunggu dengan sabar.

"Hubungan kita apa sebenarnya?"

Pertanyaan sederhana. Dia meminta kepastian dariku. Apakah ini saatnya aku mengungkapkan perasaan pada gadis di depanku?

Nala menungguku bicara. Terlihat sekali dia gugup. Sesekali dia remas buku-buku jarinya. Aku memandang wajahnya yang menunduk. Kusentuh dagunya, meminta dengan halus agar dia menatapku.

"Gue sayang lo," ucapku yakin.

"Dan Kak Difa?" tanya Nala. Aku yakin gadis ini tengah ragu sekarang. "Kakak senang dia kembali?" lanjutnya.

"Bohong kalau gue bilang nggak senang," jawabku jujur. "Tapi bukan berarti gue akan balik sama dia lagi," desahku.

Jika Nala memang rumahku, aku ingin mengatakan ini tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Ada saatnya dimana dulu gue berharap dia datang saat gue udah di atas." Aku menerawang, mengingat saat-saat aku masih memikirkan Difa sepanjang waktu.

"Tapi lama kelamaan harapan itu menipis."

"Menipis bukan berarti habis kan, Kak?" tanya Nala. "Sekarang Kak Shaka udah ada di atas, dan Kak Difa kembali. Kebetulan banget 'kan?"

Aku mendengar kegetiran dalam suaranya. Nala mencoba kuat, menerima apapun kenyataan yang mungkin akan melukainya. Aku menepis jarak diantara kami. Kusandarkan kepala gadis itu di bahuku. Nala tak menolak.

"Kalau harapan itu masih ada, apa lo rela gue balikan lagi hm?" tanyaku.

"Kalau itu bisa bikin Kak Shaka bahagia, ya udah," jawabnya pelan. "Lagipula Amma juga suka sama Kak Difa."

Aku mendengus. "Jawaban lo drama banget," sergahku. Nala terkikik. Mau tak mau aku tertawa. Cepat sekali moodnya berubah. Gadis gila!

"Terus hubungan kita apa Kak? Aku nanya loh tadi," protesnya.

"Lo maunya apa?"

"Pacaran lah apalagi? Udah kokop-kokopan juga. Rugi dong!" Aku refleks menutup mulut Nala. Gadis ini frontal sekali.

"Ngomong begitu siapa yang ngajarin sih?" tanyaku. Aku bisa merasakan senyum Nala di telapak tanganku.

Nala kemudian duduk tegak, kulepaskan tanganku darinya. "Aku serius mau pacaran sama Kakak," ucap dia sambil menatapku.

"Aku nggak peduli mau Kak Shaka anggap aku pelarian atau pelampiasan aja. Manfaatin aku buat lupain Kak Difa juga nggak masalah." Hatiku mencelos mendengarnya. Lalu Nala melanjutkan, "Jadi ayo kita mulai hubungan ini, Kak!" ajaknya.

Sad Things About Renala [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang