Mood Swing Jimin

207 33 6
                                    

Hari-hari berlalu begitu cepat. Yoongi sibuk dengan pekerjaannya begitupula dengan Jimin yg sibuk dengan kuliahnya. Bulan ini sudah di penghujung semester, membuat Jimin harus ekstra giat dalam belajar untuk mempersiapkan ujian akhirnya. Yoongi pun juga memasuki masa-masa akhir pelaksanaan proyek. Semua begitu sibuk berpacu dengan waktu. Interaksi diantara keduanya pun semakin merenggang akibat intensitas pertemuan mereka yg jauh berkurang.

Dan entah kenapa di akhir masa semesternya, Jimin begitu banyak mendapat cobaan hidup. Dimulai dari menjauhnya Taehyung dan Jungkook karena Jimin yg terlampau sibuk dengan kuliah dan bimbingan skripsinya, yg membuat Jimin jarang menghabiskan waktu bersama mereka dan acapkali menolak untuk sekedar hangout bareng. Taehyung dan Jungkook pun akhirnya memilih menjaga jarak karena tidak mau mengganggu kesibukan Jimin. Sementara Jimin menganggapnya mereka berdua sudah tidak mau lagi berteman dengannya.

Kemudian banyak ujian Jimin yg tidak mendapat nilai yg memuaskan, membuat Jimin terpaksa harus mengulang lagi beberapa mata kuliah agar bisa mendapat nilai yg bagus. Ditambah lagi pengerjaan skripsinya yg seakan berjalan di tempat, dan masih stuck di bab 2 tanpa ada perkembangan yg berarti, membuat dosen pembimbing Jimin menunda keikutsertaan ujian sidang Jimin di semester depan karena khawatir Jimin tidak bisa menyelesaikan skripsinya dengan tepat waktu. Tentu saja ini berakibat pada mundurnya target Jimin untuk bisa menyelesaikan kuliahnya di semester 8 tahun depan.

"Aaaarrgghhhhh." Jimin berteriak frustasi di dalam kamarnya. Dia mendadak gusar mendapati begitu banyak rencananya yg tertunda semester ini. Emosinya menyeruak hebat dalam dirinya, seakan tak menerima kenyataan hidupnya sekarang ini.

Dengan langkah gontai Jimin menuruni tangga dan duduk di meja makan karena sudah waktunya makan malam. Nampak Appa dan Eoma Park juga sudah duduk disana. Tak ada percakapan yg berarti karena Jimin nampak lebih banyak diam. Eoma Park sempat bertanya pada Jimin, ada apa dengannya hari ini. Tapi Jimin hanya menjawab bahwa dia sedang sangat capek hari ini.

Selesai makan malam, mereka bertiga duduk sejenak di ruang tengah untuk sekedar mengobrol. Malam itu Appa Park nampak membicarakan keberhasilan Yoongi dalam pelaksanaan proyek perusahaan kali ini. Proyek berjalan sangat sukses dan mendatangkan untung yg sangat besar bagi perusahaan. Appa Park berencana memberikan bonus kepada seluruh orang yg terlibat dalam team pelaksanaan proyek, dan terutama akan memberikan bonus khusus untuk Yoongi sebagai kepala proyek tersebut.

Mendengar Appanya memuji-muji dan membanggakan Yoongi di depan matanya, membuat emosi Jimin kembali menyeruak di dalam dirinya. Dia tidak suka melihat Appanya begitu membanggakan Yoongi di depan matanya. Sebelum emosinya meledak, Jimin segera pamit dengan alasan ingin tidur. Eoma dan Appa Park menatap kepergian Jimin dengan heran. Bagi mereka Jimin bertingkah sangat aneh hari ini.

Keesokkan harinya, Appa dan Eoma Park kebetulan harus pergi ke kantor untuk memberikan apreasiasi kepada team pelaksana proyek. Sedangkan Jimin masih dirumah. Yoongi akan mengantarkan Jimin ke kampus seperti biasa sebelum Yoongi ke kantor.

"Ayo Jim, kita berangkat." Yoongi menghampiri Jimin yg sudah selesai sarapan.

Jimin menatap Yoongi dengan pandangan tidak suka.

Yoongi terkejut melihat tatapan Jimin, "ada apa Jim? Apa ada yg salah?" Yongi bertanya dengan hati-hati ke Jimin. Raut muka Jimin nampak  begitu tak enak untuk dilihat.

"Sampe kapan loe mau cari muka di depan Appa?" sembur Jimin, "Ga capek ngejilat Appa gw terus menerus? Perlu banget ya pengakuan dari Appa gw kalo loe tuh lebih hebat dari gw? Hah!!!" Nafas Jimin terdengar memburu. Kemarahannya tak dapat dia bendung lagi. Dia memuntahkan kemarahannya pada Yoongi yg dia anggap sebagai biang kerok dalam hidupnya.

"Ma-maksudmu a-apa Jim?" Yoongi kaget mendengar Jimin yg berteriak padanya.

"Halah! Ga usah pura-pura deh loe!" dengus Jimin, "Loe mau ambil alih kedudukan gw disini sebagainya anaknya Appa kan? Biar loe yg dianggap anak sama Appa dibandingin gw? Ya kan? Ngaku aja loe!"

Yoongi tersentak kaget, "Kenapa kamu berbicara seperti itu Jim? Hyung ga ada maksud....."

"Jangan banyak omong loe!" sentak Jimin cepat, "ga usah munafik jadi orang! "

"Jim...." Yoongi berusaha mereda amarah Jimin.

"Ga usah loe panggil nama gw. Gw ga suka dengernya," sambung Jimin, "jijik gw dengernya."

Yoongi terdiam mematung. Dia sungguh tidak mengerti apa yg Jimin katakan.

"Loe kenapa sih mesti ada di hidup gw?" nada suara Jimin semakin meninggi, "kehadiran loe tuh sungguh mengganggu hidup gw, loe tau ga?"

Nafas Jimin tersengal-sengal, sebelum kemudian melanjutkan ucapannya, "asal loe tau, sejak loe ada di hidup gw, hidup gw sial terus....... SIAL TERUS!!!!"

Yoongi terkejut mendengar ucapan Jimin.

"Klo loe ga ada, pasti gw yg akan jadi kesayangan Appa," sentak Jimin, "pasti gw yg akan selalu Appa banggakan di depan setiap orang. Dan bukan LOE!" Jimin menatap Yoongi penuh kebencian.

Yoongi masih terdiam. Hatinya terasa begitu sakit mendengar ucapan Jimin. Dia sungguh tidak menyangka Jimin akan setega itu mengatakannya pada Yoongi.

"Klo loe ga ada di hidup gw, pasti hidup gw ga akan sesial sekarang. Brengsek!!!" Jimin langsung bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan rumah dengan mengendarai mobilnya sendiri.

Sementara Yoongi masih diam tak bergerak. Matanya menghangat dan tanpa disadarinya, airmatanya jatuh membasahi pipinya tanpa bisa dia cegah. Eoma Min bergegas menghampiri Yoongi dan memeluknya, "Yoon, sabar ya nak. Jangan diambil hati yg tadi Tuan Muda katakan ya nak. Mungkin Tuan Muda moodnya sedang tidak baik."

Eoma Min mencoba menenangkan anaknya yg nampak terisak.

"Apa Yoongi sebegitunya, Eoma?" cicit Yoongi pelan dalam tangisnya, "Apa Yoongi memang pembawa sial sama seperti yg Jimin katakan?"

Eoma Min langsung memeluk Yoongi yg menangis hebat dalam pelukannya, "tidak nak, itu tidak benar. Kamu bukan pembawa sial nak. Tak ada manusia yg ditakdirkan menjadi pembawa sial di hidup orang lain nak."

Eoma Min hanya bisa mengusap-usap punggung Yoongi. Dia tak tau harus berkata apalagi karena hatinya pun ikut terluka melihat anaknya. Dia tau Yoongi berusaha sekuat tenaga membuat semua orang bangga padanya, termasuk Tuan dan Nyonya Park yg sudah berbaik hati mengurus mereka berdua. Eoma Min paham betul kalau Yoongi tidak suka menjadi beban bagi orang lain, makanya dia selalu berusaha berbuat yg terbaik, termasuk untuk Tuan dan Nyonya Park.

Dirasa sudah cukup menangis, Yoongi mengendurkan pelukannya, "aku harus ke kantor Eoma, aku takut Tuan dan Nyonya Park terlalu lama menungguku."

Eoma Min mengangguk, "pergilah, jangan lupa untuk bersikap tenang ya nak. Nanti kita bicarakan lagi nee."

Yoongi mengangguk dan kemudian pamit untuk segera pergi ke kantor. Sepanjang hari dia berusaha menjaga moodnya agar tidak rusak dan bersikap biasa-biasa saja seolah tidak ada yg terjadi.

When Love and Hate Collide (Yoonmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang