[Jovandra rahandika]

1 0 0
                                    

"kamu tau jo, apa yang lebih hangat dari secangkir cokelat panas di bulan desember?"

"apa? kuah soto? atau bakso bu ijah depan kampus?"

"hahaha...yang bener lah jawabnya jo"

"kalo bukan dua hal itu, terus apa la?"

"yang lebih hangat dari secangkir cokelat panas di bulan desember itu, ketika aku bisa lihat kamu senyum setenang ini, dan mau bertahan buat diri kamu sendiri disaat jalan hidup ini ngga sesuai sama apa yang kamu mau"

laki-laki yang di panggil jo itu tersenyum, bersyukur atas hadirnya seorang wanita bernama nilam agatha dihidupnya yang begitu kelabu untuk dijalani sendirian selama ini.

jovandra memeluk nilam, mendekap raga hangat itu erat-erat seakan tak rela jika nilam berjauhan dengan dirinya barang sejengkal jari pun.

"makasih la, sejak ada kamu, aku jadi manusia yang lebih bersyukur, bersyukur karna tuhan menghadirkan kamu di hidup aku yang kelabu, semoga tuhan ngga merenggut kamu dari aku sampai mati la..."

nilam tak bisa berkata-kata lagi, tangannya terulur untuk mengusap pundak jovandra, nilam tau apa yang ada dipikiran jovandra saat laki-laki itu mengucapkan kalimat untuknya tadi.

rasa sayang nilam juga sama besarnya dengan jovandra, satu yang nilam tau dari laki-laki di hadapannya saat ini, rasa sayang yang jovandra berikan kepada nilam, melebihi rasa sayang jovan terhadap dirinya sendiri.

Jovandra Rahandika Wicaksono, hanyalah seorang anak laki-laki yang hidup ditengah-tengah lebihnya materi, namun sangat kurang dalam hal peran orang tua.

tumbuh menjadi anak tunggal di dalam keluarga yang begitu bergelimang harta nyatanya tak bisa menjamin kebahagiaan seorang anak di dunia. sedari bayi, jovandra hanya dirawat oleh suster yang bekerja mengabdikan diri di keluarga wicaksono.

ayah dan ibunya adalah orang yang dijuluki sebagai workaholic people akut, karna sangat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, hingga tak meperdulikan sang buah hati yang selalu menunggu ibu dan ayahnya pulang ke rumah, untuk berkumpul atau sekedar berbincang bersama membahas hari-hari yang sudah dilewati.

namun itu semua hanyalah ekspektasi belaka milik jovandra. realitanya, jovandra akan tetap hidup sendiri, yang hanya dibekali bertumpuk-tumpuk materi tanpa ada yang menemani.

mbak sani, suster yang sudah lama mengabdikan diri dengan keluarga mereka pun tak bisa menerobos masuk ke dalam diri anak asuhnya itu.

jovandra hanya akan berbicara kepada nya saat dirinya ingin pergi kelur rumah.

meskipun jovandra pernah bilang kalau dirinya sudah menganggap mbak sani sebagai ibu kedua, tapi laki-laki itu masih enggan untuk membicarakan hal-hal yang menurutnya masih bisa ia atasi sendiri.

saat jovandra masih duduk di bangku sekolah, orang-orang selalu mengira bahwa mbak sani adalah ibu kandung jovandra, karna beliau sering sekali riwa-riwi sekolah jovandra ketika ada acara ataupun hal yang harus melibatkan kehadiran fisik disana.

mbak sani juga selalu khawatir karna saat memasuki usia remaja, jovandra hanya berdiam diri di kamarnya ataupun hanya duduk di ruang keluarga untuk menonton acara televisi.

tak seperti anak sebayanya yang bermain bersama teman-teman yang lain, dan pulang kerumah saat sudah lelah bermain.

jovandra tumbuh menjadi anak yang pendiam dan semakin irit bicara. mbak sani sempat membicarakan hal itu dengan ibu jovandra saat beliau ada di rumah.

mbak sani meminta kepada nyonyah nya untuk membujuk anak asuhnya itu agar mau bersosialisasi dengan teman-temannya yang lain karna khawatir dengan jovandra kalau' anak itu tak bisa meng-ekspresi-kan dirinya sendiri.

ibu dari jovandra pun menuruti permintaan mbak sani, suatu malam saat dirinya pulang dari luar kota karna urusan pekerjaan, ia melihat jovandra sedang melamun duduk sendirian di halaman belakang

"jo..."

jovandra terkejut saat seseorang menepuk pundaknya tiba-tiba

"boleh ibu ikut duduk?" jovandra mengangguk mengiyakan

"jo kenapa tidak bermain sama teman-teman yang lain?"

"jo tidak butuh bu, jo cuma butuh ibu dan ayah ada disini setidaknya jadi temen jo buat berbagi keluh kesah"

irene yang saat itu tak menyangka akan jawaban yang jovandra berikan kepada dirinya, hanya bisa terdiam. bergelut dengan fikirannya cukup lama hingga membuat suasana sedikit berubah disana

"jo...ibu dan ayah kan kerja buat jovandra, biar jo bisa sekolah, biar jo bisa beli apa yang jo mau tanpa harus nungguin bulan depan atau kapanpun"

"kalo begitu biar jo berhenti sekolah aja bu, biar ibu dan ayah ngga usah kerja lagi"

lagi-lagi jawaban jovandra membuat irene bungkam untuk kedua kalinya.

sejak saat itu, hubungan jovandra dengan irene menjadi sedikit renggang dan canggung.

hingga saat hari dimana sandy;ayah jovandra membawa seorang wanita pulang kerumah mereka, disitulah irene dan sandy beradu mulut hingga membuat jovandra takut.

dan beberapa hari setelah kejadian itu, irene membawa jovandra pindah ke apartment milik kakak dari ibunya itu.

sejak saat itu, jovandra sudah tak lagi mendengar kabar tentang ayahnya hingga kini.

Kita tak pernah meminta akan hidup seperti apa, lahir dari rahim seorang ibu yang mana, tumbuh dalam keluarga yang bagaimana.

Segala takdir telah dituliskan oleh tuhan sebelum raga kita ditiupkan ruh dalam kandungan seorang ibu. Namun jika jovandra dapat meminta kembali dilahirkan, ia akan tetap minta lahir dari rahim ibu kandungnya, irene.

Namun dengan jalan yang berbeda...

"Ibu, gimana dengan ayah kalau kita pergi dari rumah?"

Irene mengusap surai anak laki-laki semata wayangnya, tersenyum lembut adalah jawaban irene untuk jovandra.

Anak itu tak mengerti, masih menunggu jawaban ibu meskipun beliau masih bungkam.

"Nak...kalau seandainya kita cuma hidup berdua saja, apa kamu keberatan?"

"Ngga bu, selagi masih ada ibu di dunia ini, hidup aku ngga akan seberat itu"

Hati irene bagai di hujam ribuan belati disana, sakit sekali melihat anaknya harus menerima jalan hidup yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Irene tak kuasa menahan tangisnya, menarik tubuh jovandra untuk ia rengkuh. Isakan itu mulai menjadi sebuah isakan yang terdengar begitu pilu di telinga jovandra.

Jovandra selalu meminta kepada tuhan agar ia bisa kembali berkumpul bersama ibunya. Kini tuhan telah mengabulkan permintaan itu, meskipun dengan cara yang berbeda.

Jovandra tetap menerima semuanya...

"Maaf nak...tolong maafkan ibu..."

Jujur saja jovandra bingung, bagaimana cara membuat tangisan sang ibu berhenti. Ia tak pernah sosok ibu yang seperti ini sebelumnya.

Sosok irene yang selalu terlihat adalah sosok yang selalu tersenyum kepada anaknya, tak pernah menangis, selalu kuat dan tabah dalam segala hal. Namun saat ini, sosok yang bersama jovandra adalah sosok ibunya yang rapuh, dan butuh rengkuhan.

"Aku ngga apa bu, asal ada ibu disini, di dunia ini. Hidup jovandra akan tetap berjalan"

Irene mencoba untuk menghentikan tangisan nya, kedua tangannya menangkup pipi milik jovandra disana,

"Jo...ibu akan selalu berusaha buat ada di samping kamu terus, tapi setiap orang akan melewati bagian hidup yang satu ini. Dengan atau tanpa sosok seorang ibu nantinya, tolong janji sama ibu kalau kamu akan tetap berdiri disini dengan segala kelapangan jiwa kamu, ya?"

Jovandra tau maksud ibunya, namun ia enggan untuk menjawab. Bagaimana mau menjawab? Membayangkan hidup tanpa ibu saja ia tak mampu.

Kamu boleh mempunyai angan-angan setinggi apapun. Tapi, tolong tetap sisakan satu ruang ikhlas di hidup kamu, karna masa depan akan selalu menjadi kehendak Tuhan...

Memeluk Luka [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang