[Sebuah rengkuhan]

1 0 0
                                    

Kenapa tuhan selalu memberi cabaran seperti ini kepada seorang anak yang hidupnya terlalu banyak sakit? Harus seperti apa lagi kelapangan hati itu untuk dirinya sendiri? Anak itu, seorang anak yang selalu di usahakan hidupnya oleh orang-orang. Ternyata anak itu hanyalah anak yang tak pernah bisa lepas dari belenggu rasa sakit...

Ternyata gibran selalu kelah telak dengan segala bagian hancur yang ada di dalam hidupnya... 

***


"Nak... Ayo keluar, kamu kelum ketemu sama ibu semenjak dateng ke rumah ini..." Ucap serayu dari balik pintu kamar gibran. 

"Gibran mohon ampun bu..."

Serayu meneteskan air matanya, ia sudah tau apa yang terjadi kepada anak laki-lakinya itu dari reyna. Serayu tak menyalahkan siapapun di sini, ia hanya ingin bertemu dengan gibran, merengkuh raga anak itu... 

"Nak... Kalo kamu emang lagi cape, pulang ke ibu nak... Tapi tolong iangan seperti ini, hati ibu sakit liat anak ibu kaya gini kak..." Tangisan serayu semakin menjadi. 

Tubuh gibran meluruh di balik pintu itu, tangisannya ikut pecah di dalam sana. Tapi ia tetap berusaha untuk menahan tangisan itu agar ibunya tak mendengar dari luar kamarnya. 

"Gibran cuma lagi butuh ruang buat sendiri dulu bu, gibran bakal ketemu ibu dan yang lainnya, tapi nanti setelah gibran sempurna"

Dada serayu semakin sesak saat mendengar anaknya mengatakan semua itu. "Sampai kapan kamu mau mencari kesempurnaan itu nak? Kamu itu sudah sempurna, dan akan selalu sempurna. Kamu anak yang kuat, kamu anak lapang... Sempurna itu ngga akan pernah ada, gibran avicenna..."

"Bu, kalau seandainya gibran emang bener-bener ngga bisa kasih kebahagiaan buat reyna, gibran harus bagaimana?"

"Kamu harus terus berusaha, bukan cuma kamu aja tapi kalian berdua; kamu dan reyna. Semua itu harus merasakan sehat dan sakit bersama, kalian harus cari jalan itu berdua, jangan cuma mengandalkan satu sama lain"

"Tapi gimana kalau seandainya jalan itu ngga berpihak sama kami bu? Apa gibran harus tetep berusaha sampai akhir?"

"Harus nak, karna usaha itu harus. Perihal hasilnya, semua itu sudah jadi kehendak tuhan yang ngga akan pernah bisa di bantah oleh manusia di bumi ini..."

Tembok yang dari tadi berusaha di bangun kuat oleh gibran, kini tembok itu runtuh sudah... Tangisannya pecah di dalam sana, membuat hati ibu sangat sakit ketika mendengar tangisan anaknya yang penuh akan luka... 

Kenapa hidup anak ini selalu di khianati oleh usahanya sendiri? Dimana letak keadilan itu ada di hidupnya? Kapan luka itu akan berhenti menganga di dalam sana... 

Teddy merengkuh tubuh istrinya yang sudah meluruh di depan pintu kamar gibran. Wanita itu menangis di pelukan sang suami, membuat teddy ikut merasakan sakit ketika mendengar suara tangisan dari anak dak ibu itu. 

"Biar aku yang ngomong sama gibran bu, kamu istirahat aja di kamar. Adik, tolong temani ibu di kamar ya?" 

Cleyra mengangguk, mengajak sang ibu ke kamar milik beliau. Menyisakan teddy yang masih berdiri di depan pintu kamar gibran. Laki-laki itu membuang nafasnya kasar saat suara tangisan gibran masih terdengar di dalam sana. 

Teddy mengetuk pintu itu, "kalo ada sesuatu, coba dibicarakan avicenna. Kamu laki-laki, sini bicara sama papah berdua"

"Aku udah bicarakan ini semua, aku udah bicarakan ini sama diri aku sendiri pah... Karna setiap aku tanya ke orang lain, pasti jawabannya akan sama" Jelas gibran. 

"Siapa yang kamu sebut sebagai orang lain itu? Apa kamu udah ngga anggep papah sama ibu sebagai orang tua kamu di sini? Papah selalu bilang ie kamu, kalo emang ngga bisa dibicarakan sama ibu, sini bicara sama papah. Jangan jadi laki-laki pengecut, avicenna!" Ujar teddy dengan suara yang sedikit meninggi. 

Memeluk Luka [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang