[Kembali]

0 0 0
                                    

Ada dimana susunan indah aksaraku?

Mengapa hanya ada buntu dengan kalimat di penghujung rindu. Apakah kisahku menemui akhir paling sakit? Hingga seisi hati bungkam, dengan lebam yang menghitam.

Terletak di bait yang mana puisiku tersenyum? Mengapa hanya tersirat kenangan yang tak lagi ranum. Apakah diksiku menghilang dengan tenang. Seakan tak mau bersanding dengan kalimat sakit tiada banding.

Aku mulai lemah, perihal sastraku yang menemui tua. Ia seakan lelah, tersebab tokoh dari rumahnya masihlah manusia yang sama. Pemberi sakit paling sering, juga pembanjir pipi tanpa kering.

Entah, dengan majas seperti apa. Aku bisa sembuh dan melupa. Perihal luka yang rekahnya masih sama. Apakah dengan selesai, atau kembali memulai? Sungguh, andai serambi hatiku tak menemukan sembuh. Maka matilah aku tanpa rengkuh.

~Nurul wulan suci~

✓✓✓


Serayu memegangi dadanya yang terasa sesak. Sesak yang begitu mendera saat telinganya mendengar raungan itu lagi. Raungan yang masih ia dengar hingga kini, seperti tak akan pernah berujung hingga waktu yang tak dapat di tentukan.

Laki-laki yang selalu menebar senyum hangat padanya, laki-laki yang selalu merengkuh raga nya, laki-laki yang selalu terlihat baik-baik saja saat ada di hadapannya.

Ternyata, semua itu hanyalah sebuah tipuan belaka. Tak ada yang benar-benar sembuh disini. Bahkan serayu tak tau pasti bagaimana caranya membawa pergi laki-laki itu ke luar dari lubang kelabu, tanpa adanya luka yang tergores di tubuh sang penyelamat.

Jovandra masih sering menangisi ila. Masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri hanyalah sebuah alasan yang jovandra berikan kepada istrinya. Yang sebenarnya terjadi adalah, menangis meraung-raung karna rasa rindu yang datang setiap hari. Kian bertambah besar rasa rindu itu.

Jovandra sudah salah mengira. Menikahi serayu guna membuat atensinya sedikit teralihkan oleh rasa rindu yang selalu bergelora di dasar hati. Namun kenyataannya, hal itu tak sedikitpun menghilangkan rindu itu.

Yang ada hanyalah, jovandra semakin tersiksa akan rindunya sendiri. Karna hadirnya serayu, hadir dengan wujud yang berbeda, namun segala yang serayu berikan kepada jovandra seperti tak ada bedanya dengan mendiang ila.

Tak jarang jovandra menyebut nama ila di hadapan serayu, bahkan ia peruntukan kepada serayu karna perlakuan wanita itu yang tak jauh berbeda dari perlakuan ila terhadapnya.

Beribu kata maaf telah keluar dari mulut jovandra. Berkali-kali raga itu bersimpuh karna rasa bersalahnya yang begitu besar kepada sang istri. Namun seolah tak jera dengan sebuah kelalaian yang selalu di lakukan. Semakin hari jovandra semakin sering salah menyebut nama serayu menjadi ila.

Tak jarang juga serayu hanya terdiam menanggapi hal itu. Memaklumi sesuatu yang sama berulang kali, terkadang membuat hati serayu berdenyut nyeri.

Serayu mengetuk pintu kamar mandi itu dengan perlahan, "jo...udahan mandinya, udah malem kamu belum makan loh..."

Suara lembut itu, selalu beralun di dalam telinga jovandra. Semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah terhadap istrinya. Bagaimanapun jovandra berbuat kesalahan, serayu tetap akan menerimanya dengan segala kelapangan jiwa yang wanita itu punya.

"Iya ra, sebentar lagi"

Jawab jovandra dari dalam sana dengan suara tertahan agar tak begitu terdengar bergetar. Serayu menghela nafasnya, ia tau betul bahwa jovandra masih terisak di dalam sana.

Memeluk Luka [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang